Sapulu onom

18 2 0
                                        

Lampu kerlap-kerlip memenuhi ruangan, dengan musik yang mengantar semua tubuh bergoyang liar, dan minuman yang membakar tubuh memuaskan para tamu yang datang ke club.

"Hai, sob" sapa seorang pria dengan tindik di telinga dan hidung serta tatto dilengan kanan memenuhi tangannya.

Enggan menjawab, Ferry hanya melirik dan tersenyum tipis.

"Vodca? Hari yang berat, bro?"

"Diamlah, Vid. Kau membuat kepalaku semakin pusing." kata Ferry sambil meminum lagi.

"Ceritakan, tak perlu meminum hingga sebanyak ini." kata David mengambil gelas yang akan Ferry minum.

Ferry menatap tajam sahabatnya sekaligus pemilik club yang sedang ia kunjungi. Ferry menghembuskan nafas kasar tanda ia begitu lelah.

"Aku tidak tahu" jawab Ferry.

"Wanita?"

"Hmm"

"Ada yang menggantikan Iren?"

"Aku tidak tahu, Vid."

"Kau selalu lemah jika itu menyangkut wanita, siapa wanita itu?"

"Wanita yang sudah memiliki calon tunangan"

"Wow! Sedikit sulit. Obsesi?"

"Aku berharap begitu tapi ini berbeda, menyentuhnya seperti ada aliran listrik, selalu mengingat dan merindukannya, bahkan kau tau hanya dengan melihatnya membaca buki dari jauh sudah cukup membuatku tenang. Apa aku gila?!"

"It's love, bro"

"Are you serious?"

"Bahkan kau tak begini saat bersama Iren, dude. Aku mengenalmu bukan setahun dua tahun, aku mengenalmu 13tahun. Aku bersamamu hingga separuh hidupmu."

"Terdengar menjijikan, Vid" jawab Ferry sambil meneguk kembali minumannya.

"Terserah padamu, aku sudah mengingatkanmu dan jangan menyesal jika ia sudah pergi darimu."

"Dia anak pemimpin mafia"

Minuman yang baru diminum David menyembur keluar saat mendengar kalimat barusan.

"Lupakan dia"

Ferry melirik David yang plin-plan dengan tatapan mengejek.

"Baru sedetik yang lalu menyuruhku maju, dan sedetik kemudian menyuruhku menyerah."

"Jika lawanmu hanya calon tunangan dan itu baru 'calon' aku mendukungmu, tapi dengan anak mafia juga? Kau gila!"

Ferry tak merespon, ia sibuk memutar-mutar gelasnya yang sudah terisi lagi.

"Tapi memang cinta butuh perjuangan, dude." kata David mengusap dagunya.

Ferry kembali menoleh

"Aku hanya mengungkapkan semuanya, yang kau hadapi bukan hal yang mudah. Tapi cinta memang butuh perjuangan, tapi juga kau belum merasakan itu cinta atau obsesi dan jujur aku juga mulai tak mengerti apa yang aku katakan."

Ferry melirik David sekilas dan kembali meneguk minumannya, entah gelas keberapa saat ini dia butuh pelampiasan untuk semua yang berkecamuk di kepalanya.

------------------

Hwan mengetuk pintu kamar Cindy untuk mengajaknya makan malam.

"Are you ready?" kata Hwan saat pintu kamar Cindy terbuka tapi yang ia temukan Cindy malah memakai baju tidur hangatnya.

"Mianhae, Hwan. Aku sedang tidak enak badan." tangan Hwan langsung menyentuh kening Cindy dan merasakan jika tubuh itu panas.

"Kenapa kau tidak bilang, aku akan memanggilkan dokter." kata Hwan sambil mengambil handphone dan menghubungi dokter keluarganya.

Embun dan Senja (hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang