Cindy terdiam di depan pintu lift saat melihat Ferry di lobby. Tatapan mereka bertemu dan saling mengunci mangsanya masing-masing.
"Are you okay?" tanya Vick saat melihat Cindy tak bergerak mengikuti Emely.
Tersadar dengan pertanyaan Vick, Cindy menoleh ke arahnya dan tersenyum paksa. Memutuskan untuk menyusul Emely yang sudah jalan terlebih dahulu.
"Terimakasih pak, sudah mengantar saya." tersadar dengan perkataan Cla membuat Ferry menoleh ke arah Cla.
"Oh.. Samasama."
"Saya permisi masuk ya pak" setelah menerima anggukan dari Ferry kembali Cla memasuki apartemennya dan seketika Cindy dan kawan-kawannya sudah ada di lobby.
Ferry menatapnya terang-terangan membuat merah pipi Cindy, saat ini jantung Cindy seperti orang yang sedang lari sprint. Mereka menunggu Dion yang mengambil mobil di basement.
Tak lama mobil Dion sudah berada di depan Cindy, Vick dan Emely. Mereka semua langsung masuk dan Cindy merasa lega karena terbebas oleh mata elang milik Ferry. Sadar dengan mobil yang ditumpangi Cindy menjauh membuat Ferry terburu-buru memasuki mobilnya dan memutuskan mengikuti mobil itu. Entah alasan apa yang membuatnya mengikuti mobil itu.
Hingga tiba di sebuah Halte mobil Dion berhenti.
"Apa tidak apa-apa kau turun disini Cin?" tanya Emely yang khawatir saat Cindy meminta turun di Halte.
"Sungguh aku tak ingin menurunkanmu disini." kata Dion dengan khawatir.
"Kami akan mengantarmu duluan pulang Cin." kata Vick menambahkan.
"Rumah kita berbeda arah semua guys, it's okay. " jawab Cindy menenangkan teman-temannya. "Baiklah, aku turun yah terimakasih tumpangannya."
"Kabari aku saat sudah sampai rumah, okay?" kata Dion.
Setelah mengangguk dan tersenyum Cindy keluar dari mobil Dion.
Tak jauh Ferry memberhentikan mobilnya dan melihat Cindy turun, rasa penasaran dan khawatir timbul saat melihat Cindy turun di halte.
Tanpa sadar sepeninggalan mobil Dion, sebuah mobil berhenti tepat di depan Cindy. Saat pintu kaca mobil terbuka, Cindy kaget bukan main.
"Masuk." suara bariton yang tegas dan memerintah.
Harusnya Cindy menolak bukan? Harusnya dia menunggu bus. Tapi tubuhnya bergerak tanpa di perintah. 'Ada apa dengan tubuh ini?!' batin Cindy yang tanpa sadar membuka dan duduk di kursi sebelah Ferry. Melihat kepatuhan Cindy membuat Ferry menarikan ujung bibirnya, ia tersenyum? Wow.
"Dimana rumahmu?" tanya Ferry memecah keheningan saat mobil mulai berjalan.
Hening...
Cindy tak menjawab dan hanya melihat lurus ke depan, 'dia melamun? Atau kerasukan?' batin Ferry.
Melihat tidak ada tanda-tanda akan menjawab seketika Ferry mengerem mendadak. Ciiiitttt!!!!!
"Shit! Apa kau tidak bisa mengendarai mobil?!" teriak Cindy refleks dan selanjutnya menutup mulutnya dengan telapak tangannya.
"Siapa suruh mengabaikanku, salah satu yang tidak ku suka adalah di abaikan. Mengerti?" jawab Ferry santai.
"Kau bertanya?" pertanyaan Cindy sukses membuat Ferry menaikan satu alisnya.
"Apa kau suka sekali mengkhayal?" bukan menjawab Ferry malah balik bertanya pasalnya 2 kali ia melihat Cindy melamun dan berkhayal.
"Tidak. Jawab saja, apa yang kau tanyakan tadi?" jawab Cindy santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Embun dan Senja (hiatus)
RomansKarena Embun punya cara sendiri untuk mendinginkan, dan Senja punya cara sendiri untuk menghangatkan.