Sapulu pitu

17 0 0
                                    

Cindy tiba di kampus dengan Hwan yang mengantarnya, ketika sudah sampai depan kelasnya. Hwan pergi dan akan menjemputnya nanti siang, tidak terasa liburan semester akan tiba dan selesai ujian semester akan diadakan sidang skripsinya. Itu berarti ia akan segera menjadi tunangan Hwan, yang entah mengapa membuatnya begitu takut dari pada menghadapi ujian skripsi.

"Heyyyy, liburan ini kau akan kemana?" tanya Vanesha.

"Entah, aku masih belum bisa memikirkannya."

"Apa kau memikirkan sidang skripsi nanti?"

Cindy menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan Vanesha.

"Hmm, pertunanganmu?"

Lagi Cindy mengangguk membenarkna tebakan Vanesha.

"Aku baru tau bertunangan lebih menakutkan dari pada sidang" kata Vanesha.

"Itu berlaku jika tunanganmu bukanlah orang yang kau inginkan" jelas Cindy.

"Cin, sudah lama Hwan menyukaimu bahkan bisa ku katakan dia mencintaimu. Apa kau tidak bisa memberi hatimu sedikit?"

"Sudah ku coba, percayalah. Itu sudah ku coba, tapi hasilnya dia tak lebih dari seorang kakak bagiku."

Hening, mendengar jawaban Cindy membuat Vanesha tidak tau harus berkata apa.

"Tapi aku pernah mendengar kasus jika setelah menikah cinta itu mulai timbul, Cin. Kau tau? Cinta tumbuh karena terbiasa, Yah setidaknya itu yang sebagian orang rasakan."

"Tidak, aku tidak ingin menikah dengan orang yang belum aku cintai. Oh, God! Pernikahanku sekali seumur hidup dan aku tak bisa merasakan cinta di saat aku menikah. Itu hal terburuk dalam hidupku." Cindy menutup wajahnya dan membaringkannya di meja.

Vanesha hanya bisa menepuk-nepuk bahunya memberikan semangat untuknya.

"Aku mencintai seseorang."

Vanesha sedikit terkejut, dan membeku. Ia tau siapa yang Cindy maksud.

"Dengan siapa?" tanya Vanesha memastikan dan mencoba menutupi kegugupannya.

"Dengan Ferry"

Seperti ada bom atom yang meledak dan meratakan hatinya, ia sudah bisa menebak tapi ia tidak menyangka kalau rasa sakitnya bertambah saat mendengar Cindy mengatakannya.

"Apa itu bisa disebut cinta?" tanya Vanesha

"Percayalah, hanya bersentuhan kulit aku merasakan beratus-ratus aliran listrik ditubuhku, dengan hanya berada di dekatnya aku diam terpaku merasakan damai yang tidak aku dapatkan dimanapun." jawab Cindy mengangkat kepalanya dan melihat keluar jendela.

Vanesha terdiam, air matanya menumpuk dan mendesaknya untuk mengeluarkannya.

"Aku ke toilet dulu" ia berjalan keluar kelas menuju toilet, ia tidak mau Cindy melihat air matanya.

Ia menangis diam dalam toilet, 'mengapa ini terjadi lagi? Dan rasanya masih sama, apa aku harus mengalah lagi?' tanya Vanesha dalam batinnya.

Kejadian 3 tahun silam kembali dia ingat, dimana ia satu sekolah dengan Cindy di Senior high school dan menyukai orang yang sama, saat itu itu Cindy mengetahui perasaan Vanesha terhadap Lex dan memilih untuk mundur. Lex yang tau menjadi benci dengan Vanesha yang dianggap menjadi penghalang hubungannya dengan Cindy,

Padahal sebelum Cindy mengetahui perasaan Vanesha, Lex begitu dekat dengan Vanesha hanya untuk mengenal Cindy berdekatan dengannya. Hingga suatu saat Lex menghampirinya dengan kata-kata kasar yang membuatnya sakit hati dan hancur berkeping-keping.

Embun dan Senja (hiatus) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang