Darah itu terus mengalir dari leher dan dada nya. Banyak sekali. Gunting di tangan ku terjatuh. Bagai telah puas memenuhi hasratnya. Aku tak tau perasaan ku saat ini. Aku bahagia, aku sedih, aku bingung, dan aku juga sedikit menyesal. Kalau akhirnya dia akan mati juga, mengapa tidak ku siksa saja tadi? mengapa aku langsung menikamnya?
Namun sejujurnya aku bingung. Kemana dia harus ku kuburkan?
Bruukk.
Pintu terbuka. Ternyata pamanku. Ia yang mengasuh ku sejak aku melihat dengan mata kepala ku sendiri saat kedua orang tua ku bergelimangan darah disiksa hingga meninggal oleh anak buah seorang renterir yang baru saja ku bunuh.
"Apa yang sudah kau lakukan,Ani?" paman berteriak.
"Aku membalaskan dendam ku selama ini paman." Jawabku singkat.
***
Mayat si rentenir jahat sudah dikebumikan. Aku dan paman yang melaporkan pada kepala desa seolah-olah bukan aku pelakunya. Walau begitu, polisi terus mencari siapa pelaku nya.
Aku tidak bodoh. Aku membunuhnya dengan tanganku yang telah ku pasangkan kaos kaki agar sidik jariku tak terdeteksi.
Sudah hampir 5 tahun dendam ku padanya. Tentu saja aku sudah memiliki persiapan yang mantap. Namun, sepintar pintar orang menyimpan bangkai pasti akan tercium juga bau nya. Polisi memeriksa seluruh rumah di desa. Satu persatu. Itulah yang akhirnya membuatku tinggal di pesantren demi menghilangkan jejak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Darah Dan Hidayah
General FictionAni. Seorang gadis pintar dan senantiasa rajin beribadah. Namun, setelah kedua orang tua nya meninggal, dendam kusumat telah mendorongnya membunuh orang dalam usianya yang masih 17 tahun. Kasus itulah yang membuat Ani terjebak dan terpaksa harus ti...