"Duuuh. Kok waktu berjalan cepat banget ya? Rasanya baru kemaren libur panjang, sekarang udah mau ujian lagi."
"Iya. Mati aku! Catatan ku belum aku lengkapi. Buku perpustakaan juga belum pernah aku perpanjang. Gimana nih? Terpaksa bayar denda deh. Gimana aku mau ngafal ya? Kan capek kalau harus lengkapi sekarang. Nggak cukup lagi waktu nya." Celoteh Siti.
"Catatan? Kan kita bisa ngafal bareng-bareng." Ujarku.
"O iya ya. Habisnya ini kali pertama aku punya temen dekat. Biasanya kalau catatan aku nggak lengkap ya aku ngafal seadanya aja."
"Udah udah. Jangan sok sok sedih gitu deh. Yang penting kan aku udah jadi sahabatmu. Walau memang penduduk kepalamu itu menular." Aku mendengus. Memasang tampang sok kesal.
"Hmm Aniiii.... kalau sahabat itu berarti punya aku punya mu juga. Termasuk penduduk kepalaku." Siti nyengir tak berdosa.
Mila hanya tertawa.
"O iya, Ani jadi kan nginap d rumah ku selama liburan?" Tanya Mila.
Aku tersentak. Baru sadar bahwa sebentar lagi liburan panjang akan segera tiba.
"Eh, beneran nggak pa pa kan?" Tanyaku ragu-ragu. Dalam hati aku berharap akan jawaban iya dari Mila.
"Na'am. Aku udah bilang ke mama kemarin. Dia malahan senang karena anak nya akan bertambah." Ujar Mila.
Mila adalah anak tunggal. Papa nya telah meninggal sebulan sebelum Mila pindah ke pesantren ini. Itu yang menyebabkan Mila pindah ke pesantren ini. Mila pulang ke kampung halaman mama nya dan bersekolah di pesantren ini.
"Kalau si Mila jahat, Ani bisa nginap d rumah Siti kok. Pasti Ani senang kan temenan sama Siti? Kan Siti orangnya ceria. Nggak kayak Mila yang pendiam. Nanti kamu dikacangin lo di rumahnya." Ujar Siti dengan maksud mempromosikan rumah nya untuk aku tinggali.
"Eh, enak aja. Aku nggak pendiam kok. Cuma aku tu bicara buat yang penting-penting aja." Bela Mila.
"Udah udah. Nanti pas liburan aku pasti bakalan pergi ke rumah kamu. Untuk liburan besok aku mau nginap di rumah Mila aja ya." Ujarku.
"Oke deh. Terserah kamu Ni. Nanti kalau papa ku ada waktu luang, kita liburan nantiiii......." Ujar Siti antusias.
"Beneran Sit? Kemana?" Ujarku tak kalah antusiasnya.
"Kemana-mana. kalau papa ku setuju siiih. Tapi kayaknya papa bakalan setuju kok. Kan udah lama nggak ngajak aku jalan-jalan. Aku mah di pesantren terus."
"Oke deh. Aku juga pengen jalan-jalan." Kataku.
"Kalau papa Siti nggak setuju, kita liburan bareng nenek dan mama aku aja." Tawar Mila.
Aku dan Siti mengangguk.
"Tapi nggak jauh-jauh ya liburannya. Nenekku kan udah tua. Lagian aku takut nanti mama nggak sanggup ngeluarin biaya buat jalan-jalan kita." Ujar Mila.
Mama Mila memang tinggal bersama nenek nya karena mereka pindah dan menempati rumah kecil mama Mila yang masih ditempati nenek Mila. Mama Mila bekerja sebagai guru SD. Penghasilannya tak sebanyak penghasilan papa Siti yang merupakan seorang dosen.
"Nggak perlu jauh-jauh Mil. Yang penting kebersamaan kita." Ucap Siti.
Seorang lelaki jangkung berkacamata mengalihkan pandanganku.
Rizki.
Dia berhenti di depan tempat duduk kami bertiga. Aku tersenyum. Walaupun Rizki tak sedikitpun memandangku. Apakah olimpiade tidak jadi dibatalkan? Atau ada jadwal olimpiade lain?
KAMU SEDANG MEMBACA
Darah Dan Hidayah
General FictionAni. Seorang gadis pintar dan senantiasa rajin beribadah. Namun, setelah kedua orang tua nya meninggal, dendam kusumat telah mendorongnya membunuh orang dalam usianya yang masih 17 tahun. Kasus itulah yang membuat Ani terjebak dan terpaksa harus ti...