"Temenin yuuuk. Aku kan nggak tau Ustadzah Yuni lagi dimana." Ujar Mila memelas.
"Yaudah. Yuk" Siti beranjak berdiri dari duduknya.
Aku hanya diam.
"Kamu nggak ikut Ni?" Tanya Siti.
"Nggak ah. Males." Ujarku.
"Huh. Katanya nggak cemburu. Tapi marah. Dasar Ani."
Aku tak menghiraukan Siti hingga Siti dan Mila telah jauh berjalan meninggalkanku. Aku memutuskan untuk pergi ke kelas.
Namun baru beberapa langkah aku berjalan, seseorang mengagetkanku.
"Ani."
Seorang lelaki jangkung itu tiba-tiba sudah berada di belakangku.
Aku berbalik badan menghadap lelaki jangkung berkacamata. Lelaki yang disukai Mila...
Dan mungkin juga aku.
"Heh? Kok kamu balik lagi? Mau nanya Mila? Mila udah pergi tuh nyari Ustadzah Yuni."
Lelaki jangkung berkacamata itu tertawa kecil yang mungkin hanya bisa didengar oleh nya dan aku yang memperhatikannya. Tawa yang amat singkat karena sesaat kemudian dia berdehem pelan.
'Ngapain sih ni orang. Kok aneh banget ya?' Batinku.
"Mila nggak dipanggil kok." Ujarnya.
"Ustadzah Yuni kan liburnya lama. Saya lupa." Lanjutnya lagi.
"Maksud kamu apa sih?"
"Itu sebenernya tipuan Ani. Kamu ini kok lemot banget sih? Katanya kamu pinter, kok masalah ini aja nggak ngerti sih?"
Mulutku menganga. Seenaknya dia mengatakan aku lemot. Kalau ada pisau, sudah ku bunuh dia. Eh, nggak deh. Kasihan. Ciptaan Allah kayak dia bisa musnah. Ups..
"Terserah deh. Makasih untuk kalimat pujiannya." Aku menekankan setiap suku kata pujian. Aku berbalik badan hendak ke kelas.
"Eh, ini saya mau ngasih tau kamu tentang parade khutbatul 'arabiy. Saya udah ngajuin nama kamu sebagai perwakilan asrama putri." Ucapannya membuatku menghentikan langkahku yang sudah sanpai di depan pintu kelas. Aku segera kembali ke hadapannya dan merebut kertas yang daritadi tidak ku perhatilan sudah digenggamannya.
"Apa? Ini pidato bahasa arab ke masjid masjid itu kan? aku nggak bisa Rizki! Aku nggak terlalu bisa berbahasa arab. Kamu mau aku mempermalukan pesantren?"
"Kalau kamu nggak bisa pidato berbahasa arab secara spontan, kamu hafal aja teks nya ya. Nanti saya kasih teks nya." Ujar Rizki.
"Hafal?"
"Iya. Kamu pasti bisa. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam. Eh, Rizki aku nggak bisa Ki."
Teriakanku tak diacuhkan. Dia tetap berjalan bahkan mempercepat langkahnya seperti setengah berlari.Sejujurnya aku kesal saat ini. Dia seenaknya menunjukku untuk mengikuti khutbatul 'arabiy sebagai perwakilan pesantren ini. Khutbatul 'arabiy adalah acara parade pidato bahasa arab yang akan ditampilkan di tengah masyarakat. Mentang-mentang dia santri kesayangan Ustadz Arif lalu dia bisa menunjuk orang sembarangan? Memang dia guru? Guru bahasa arab dong yang lebih berhak. Iya sih, dia pernah jadi guru bahasa arabku. Tapi aku hanya bisa bahasa arab dasar. Itupun hanya bahasa yang biasa keluar dalam soal ujian. Bagaimana aku akan menghafal teks pidato bahasa arab? Bahkan hafalan quran ku yang juz 30 masih berantakan dan sudah berapa lama aku masih kesusahan menghafalnya.
"Aniiiii....."
Dua orang perempuan membuat aku menoleh ke sumber suara mereka. Yang satu terlihat kesal dengan memajukan bibirnya yang satu lagi tampak bahagia.
Ya, mereka adalah Mila dan Siti.
"Kalian kenapa? Kok kontras baget sih mula kalian? Yang satu cemberut, yang satu senyum."
Tanyaku."Ini loh. Si Mila. Dia kesal banget karena udah keliling-keliling ke kantor majelis guru, ke kelas-kelas, ke asrama putri, ternyata pas kita tanya ke ruang informasi Ustadzah Yuni masih libur." Siti tergelak.
"Padahal dia udah ge-er lo pas disamperin Rizki." Siti menggoda Mila yang terus memajukan bibirnya.
"Ih. Dasar Rizki nyebelin. Dia udah ngerjain aku. Apa untungnya sih? Padahal aku sama dia kan nggak dekat-dekat amat. Cuma kenal nama sebagai teman satu angkatan doang. Apa sih tujuannya ngerjain aku?" Mila berkacak pinggang sebal.
"Udah udah. Mungkin dia begitu karena kamu kegemukan kali Mil. Dia nyuruh nyari Ustadzah Yuni tujuannya biar kamu olahraga dikit." Ujarku. Walau aku sudah mengerti bahwa Rizki bilang begitu agar dia bisa bicara soal khutbatul 'arabiy denganku.
"Olahraga dikit katamu? Aku ini atlet volly kebanggan asrama putri loh Ni. Kan kamu sendiri juga mengakui itu kemarin." Kata Mila dengan tingkah sok sombong yang dibuat-buat.
"Kamu atlet volly. Bukan atlet lari. Dia pengen kamu jadi atlet lari deh kayaknya. Atau atlet jalan santai." Jawabku bergurau. Siti tertawa terbahak-bahak.
"Apa iya ya? Mungkin benar juga kata kamu Ni."
Aku dan Siti bertatap muka karena bingung.
"Aku cuma bercanda kok Mil. Bisa-bisanya kamu percaya." Ujar ku. Siti kembali tertawa.
"Nggak Ani. Itu bisa jadi benar kok. Dia pasti udah merhatiin aku selama ini. Mungkin aku emang agak gemukan sekarang. Itu tujuannya biar aku bisa olahraga biar aku jadi kurus lagi." Ujarnya.
"Hahaha. Kamu kegemukan? Kamu ini mah tulang berbalut daging doang Mil. Kegemukan dari segi mana coba? Hahaha" Siti tak kuasa menahan tawa.
"Ayolah kawan. Kita masuk kelas saja. Biarkan sobat kita ini berfikir jernih." Siti merangkul bahu ku. Mengajakku masuk kelas.
***
Ini sudah jam olahraga. Aku tak begitu suka olahraga. Mungkin karena aku yang memang tak diberkahi Allah kemampuan fisik yang baik untuk cabang ini terutama dalam bermain volly. Aku bersungut-sungut menuju lapangan. Sangat kontras dengan Mila dan Siti yang semangat.
Sekarang adalah pembagian tim.
"Siti..."
"Keni..."
"Rara..."
"Serli..."
"Tari... dan Fitri. Kalian tim A." Guru olahraga ku menyebutkan nama tim A.
'Yes, nggak ada namaku.' Batinku.
"Untuk tim B, Mila.."
"YESSS....." Mila bersorak keras disampingku. Tangannya mengepal ke atas dan ditarik ke bawah.
"Biasa aja kali Mil. Lebay deh." Kataku.
"Akhirnya namaku kesebut juga Ni. Aku bahagia loh. Soalnya kemaren aku nggak dapat kesempatan main." Mila mengguncang-guncangkan tubuhku. Bentuk dari kesenangan luar biasanya.
"Iya. Iya. Mending kamu ke lapangan secepatnya Mil. Daripada histeris gini. Aku yang sebal lihatnya." Ujarku.
Mila bagai orang pingsan yang tersadar. Dia melepas cengkraman tangannya di bahu ku dan berlari ke lapangan.
"Alfi..."
"Ika..."
"Fadilah..."
"Laila..."
***
Maaf slow update ya readers. Habisnya sekarang tugas kagi banyak-banyak nya. Jangan bosan nungguin part DDH selanjutnya ya.
Jangan lupa bintang nya di klik ya..Semangat ku adalah voment dari kalian. 😊😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Darah Dan Hidayah
General FictionAni. Seorang gadis pintar dan senantiasa rajin beribadah. Namun, setelah kedua orang tua nya meninggal, dendam kusumat telah mendorongnya membunuh orang dalam usianya yang masih 17 tahun. Kasus itulah yang membuat Ani terjebak dan terpaksa harus ti...