PESAN RIZKI

86 21 23
                                    

'Ada apa lagi nih Rizki? Jangan-jangan mau tes pidato bahasa arabku.' Batinku.

"AAAA... Gimana nih? Ani baru hafal setengah. Duuh..." Aku berteriak sambil berlari-lari berputar di kamarku.

Ustadzah Dila seketika tercengang melihat tingkahku.

"STOOOOP!!!" Teriak Ustadzah Dila.

Aku tak menghiraukan. Aku malah menjambak jilbabku sambil menggigitnya karena aku benar-benar belum siap untuk di tes.

"Eh, Ani! Sini dulu. Ustadzah kan belum ngasih tau pesannya." Ujar Ustadzah Dila lagi.

'O iya. Kenapa aku histeris?' Batinku lagi.

Aku berjalan mendekati Ustadzah Dila. Aku hanya nyengir tak berdosa. Sedangkan Ustadzah Dila geleng-geleng kepala melihat tingkahku.

"Aku nggak akan di tes kan Ustadzah?" Tanyaku.

"Nggak." Jawab Ustadzah Dila singkat.

"Terus? Ada pesan apa?" Tanyaku lagi.

"Khutbatul Arabiy. . ."

"AAAA..."

Aku teriak lagi sebelum Ustadzah Dila selesai bicara. Ini masih tentang parade pidato bahasa arab itu.

Saat sedang berputar-putar. . .

Buk!

Aku terjatuh. Kaki ku tersandung. Tersandung kaki Ustadzah Dila.

"Ustadzah belum selesai bicara kamu udah kayak orang gila duluan."

"Tapi kan nggak harus bikin Ani jatuh gitu. Sakit Ustadzaaaah." Ujarku kesal.

"Khutbathul Arabiy nya minggu depan." Ujar Ustadzah Dila.

"WHAT? Beneran Ustadzah?"

"Ya iyalah. Emangnya kapan ustadzah bohong sama Ani?"

Aku berteriak lagi. Hanya teriak. Mengingat kakiku yang sakit setelah tersandung oleh kaki Ustadzah Dila.

Ustadzah Dila refleks menutup kuping dengan jari telunjuknya. Ia mengucap salam dan pergi meninggalkanku yang histeris saat ini.

Tiba-tiba aku sadar sesuatu.












'Ini bukan saatnya teriak Aniiiiiiii' batinku.

Aku bergegas mencari konsep pidato bahasa arab yang diberikan Rizki waktu itu. Setelah ketemu, aku langsung memandangi 3 lembar kertas hvs ukuran F4 itu. Aku baru sadar bahwa itu hanyalah tulisan arab tanpa baris.

"Loh, gimana nih? Nahwu sharaf ku kan belum lancar. Gimana ngasih barisnya ya?" Tanyaku pada diriku sendiri.

Sekejap aku teringat Rizki. Dia pasti bisa membantuku. Aku pun bergegas keluar asrama putri dan menuju asrama putra. Tentunya hanya sampai ruang informasi yang dijaga pleh seorang ustadz pembina yang aku belum tahu namanya. Kenapa belum tahu? Ya karena ustadz yang ini cuma sebagai pembina asrama sekaligus Ustadz kabid informasi asrama. Beliau nggak ngajar mata pelajaran di kelas.

"Assalamu'alaikum Ustadz." Sapaku.

Ustadz itu menengok sekilas ke arahku kemudian secepat kilat menunduk lagi.

"Wa'alaikumsalam" Ucapnya singkat dan terdengar dingin.

Berbeda sekali dengan Ustadzah Dila.

"Emm.. Anu.."

"Ada apa kamu kesini? Ini kawasan putra." Ujarnya.

'Galak banget' batinku.

'Ok, gue kan juga galak. Bahkan gue udah berani bikin pelajaran buat orang yang gue benci. Kenapa harus takut sama orang kayak gini? Ani, lo berani dong! Huft.. gue berani.' Batinku lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 15, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Darah Dan HidayahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang