Mataku mencari-cari sosok Rizki.
Aku terus berjalan di lorong pesantren. Aku yakin tadi ia lewat kesini.
Sesuatu mengagetkanku. Jilbab ku tertarik ke belakang.
"E.e.e.e....." Langkahku mundur perlahan-lahan.
"Siapa sih? LEPASIN!" Aku menarik kasar jilbab ku.
Jilbab ku tak kunjung lepas. Terus tertarik ke belakang.
Aku meraih gagang pintu yang baru saja ku lewati. Mempertahankan posisiku.
Tarik menarik pun terjadi.
Kreeeeekk....
Jilbabku robek.
Aku menoleh ke belakang.
Aku terperanjat saat mataku menangkap sosok Rizki yang menarik jilbabku tadi. Aku salah tingkah. Hendak marah namun tertahan.
"Apa?" Ia memasang tampang tak bersalahnya.
"Kok kamu main tarik aja? Kan sobek jadinya jilbabku." Aku berkata gugup menahan amarahku. Mengingat ia adalah guru sementara ku. Kalau ia bukan guru sementara ku, sudah ku tampar wajah nya.
"Mana buku biru yang dikasih Ustadzah Yuni?" Ia tidak memperdulikanku. Ia malah menanya buku biru padaku.
"Hah?"
"Telinga kamu udah di korek belum? Perlu banget ya saya ulang lagi?" Ia memasang tampang angkuh.
Emosi ku naik drastis. Tak tertahan lagi.
"Bodo. Males gue belajar sama lo. Mendingan gue dapet rangking terakhir olimpiade itu daripada belajar sama lo. Dasar aneh."
Aku berlari meninggalkan Rizki sambil memegang bagian jilbab ku yang robek.
***
"Kok aku jadi ragu kalau dia orang yang disebut Ustadzah Yuni ya?" Siti bicara dengan gaya yang terlihat seperti seorang mata-mata.
"Eh, Ni. Terus kalau kamu nggak belajar sama dia, mau belajar sama siapa?" Mila bertanya serius.
Aku berfikir sejenak. Benar juga kata Mila. Aku harus belajar kalau memang aku ingin memenangkan olimpiade itu. Jangan remehkan aku. Walaupun aku seorang pembunuh, aku juga punya jiwa kompetisi. Malahan dulu tiap tahun aku tak pernah absen mengikuti perlombaan. Sekurang-kurangnya lomba tilawah tingkat RT.
Aku berlari. Hendak menemui Ustadzah Dila.
***
Hari ini terik sekali. Sebagian santri nampak memandangi buah rambutan yang memanggil-manggil santri asrama yang siap menyantapnya.
"Andai saja pohon itu nggak setinggi pembatas asrama putri dan asrama putra. Udah aku panjat sejak zaman malin kundang deh tuh pohon." Terdengar santri-santri tengah membicarakan rambutan yang terus memanggil-manggil.
Aku fokus. Tujuan ku satu. Ruangan di pojok pesantren. Ruangan informasi.
Langkah demi langkah akhirnya membawa ku tepat di pintu ruangan informasi yang pintunya tertutup. Aku heran seketika. Semenjak aku jadi santri di pesantren ini, aku belum pernah melihat ruangan informasi tertutup sore sore begini.
"Hei. Mau apa lagi Ani?"
Tiba-tiba Ustadzah Dila datang di belakangku. Ia memegang perutnya.
"Ustadzah kenapa? Ani sampai kaget kok tiba-tiba pintu ruang informasi ditutup jam segini."
Ustadzah Dila meringis. Tak menghiraukanku. Ia mengambil kunci ruangan dan membuka pintu.
"Ini rahasia ya." Ustadzah Dila mengarahkan jari telunjuknya tepat di batang hidungku. Ia bicara setengah berbisik.
"Rahasia? Ustadzah lebay banget."
"Ya udah. Nggak usah tanya-tanya. Ustadzah sibuk." Ustadzah Dila memasang muka cemberut. Sangat manis tapi lucu.
"Eh, iya ustadzah. Rahasia. Ani bakal jaga rahasia. Ustadzah kenapa?" Aku terpaksa meladeni Ustadzah Dila terlebih dahulu.
"Se...sebenernya......."
"Apa ustadzah?" Aku tak sabar menyudahi topik ini karena aku perlu informasi dari Ustadzah Dila.
"Ustadzah muleeees......... Kebanyakan makan rambutan kali ya?" Ustadzah Dila memasang tampang sok lugu nya. Benar-benar ustadzah yang alay.
"Ok. Ani udah dengerin ustadzah ngomong. Ani bakal jaga rahasia ini. Sekarang Ani mau tany.."
"Jangan bilang-bilang ya.. kalau sebenarnya ustadzah diam-diam manjat pohon rambutan tadi malam." Ustadzah Dila memotong kalimatku.
"Iyaaaa Dzaaah...." aku mulai emosi.
"Janji yaaaa"
"Na'am Ustadzah........"
Pruuuut......
Aku memonyongkan bibirku. Mengendus-endus aroma tidak enak."Ustadzah kentuuuut???" Aku membelalakkan mata.
Ustadzah Dila hanya membalas dengan muka tak bersalahnya. Ia hanya cengengesan.
"Ustadzah mules lagi ni. Tunggu ya Ani."
"AAAARRRGGHH" Aku menggigit jilbabku sendiri.
'Ustadzah aneh. Dia udah lupa kali ya sama pelajaran sopan santun waktu SD. Udah kentut sembarangan, malah ninggalin aku disini.'
Aku terpaksa keluar dari ruangan itu. Menuju perpustakaan setelah mengambil buku biru yang diberikan Ustadz Arif padaku di ruangannya.
Setidaknya aku akan menyicil tugas dari Ustadzah Yuni untuk persiapan olimpiade bahasa arab.
***
Aku melepas sepatuku. Meletakkan di rak sepatu yang terletak di depan perpustakaan. Terlihat sepasang sepatu disana.
"Astaghfirullah. Kamu ngapain?"
Aku kaget melihat seorang lelaki terkapar di lantai perpustakaan.Aku mencoba mencari-cari seseorang yang sekiranya ada di perpustakaan ini. Tak ada siapapun. Bahkan Ustadzah penjaga perpustakaan juga tak ada di mejanya. Hanya lelaki itu saja. Terkapar tak berdaya.
Aku mencoba mendekatinya dengan hati-hati.
"Tolong" lirihnya.
"Ya Allah.... Rizki!!!!!!" Aku menatap wajah itu yang tak lain tak bukan adalah Rizki.
Wajah Rizki pucat.
"Mintak permen!"
'Ya Tuhaaaan.... pengen rasanya ngejitak ni anak. Awalnya sih kayak orang sakit. Tapi sekarang aku jadi ragu dia terkapar gini karena sakit atau karena permen?' Aku bergumam di dalam hati.
Aku berjalan hendak keluar dari perpustakaan. Aku teringat bahwa aku masih marah pada Rizki. Dia sudah menarik jilbabku sampai robek. Aku heran. Tingkah apa yang barusan aku lihat? Tiduran di lantai perpustakaan dan mintak permen?
"An.. Aniiiiii....." Suara Rizki lirih membuatku berhenti melangkah.
Aku menoleh ke belakang. Melihat Rizki yang terus menatap kosong langit-langit perpustakaan.
"Permen."
Aku hendak tertawa. Konyol sekali dia. Apakah itu sifat anak yang menjuarai olimpiade bahasa arab?
Aku meraba saku bajuku. Pas sekali ada permen.
Langsung saja aku lempar pas di samping tangannya. Aku membiarkan dia mengambil sendiri.Apa yang ku lihat tidak seperti yang ku duga. Tangannya kaku. Ia seperti berusaha sekuat tenaga meraih permen itu. Padahal jarak permen itu tidak sulit untuk dijangkau.
***
What's wrong with Rizki????
Jangan lupa bintang nya yaa readers...
Tap dan tekan bintang di pojok kiri bawah layar kalian...
KAMU SEDANG MEMBACA
Darah Dan Hidayah
General FictionAni. Seorang gadis pintar dan senantiasa rajin beribadah. Namun, setelah kedua orang tua nya meninggal, dendam kusumat telah mendorongnya membunuh orang dalam usianya yang masih 17 tahun. Kasus itulah yang membuat Ani terjebak dan terpaksa harus ti...