Part. 12

11.8K 813 29
                                    

Eleanor menahan kantuk dengan mengusap dahinya alih alih tertidur di sofa sudut ruang tunggu Garreth. Pria itu memintanya untuk menunggu hingga rapat yang kesekian hari ini selesai. Tangannya menekan perut yang mulai terasa perih. Sudah lewat jam makan malam dan dia menunggu tanpa kepastian. Eleanor beranjak dari duduknya dan meraih tas tangannya berjalan keluar menuju lift. Dia bisa mencari kedai makanan terdekat lalu kembali lagi ke kantor. Lampu penerangan gedung kantor masih dinyalakan namun hanya tinggal petugas keamanan yang berkeliaran menjaga gedung dan beberapa karyawan dan dewan direksi yang saat ini berada di ruang rapat.

Eleanor lupa mengenakan mantel. Udara dingin menusuk hingga ke tulangnya, musim gugur sudah separuh jalan. Menjelang musim dingin, suhu akan semakin menurun. Eleanor nyaris melupakan hal itu. Mantel nya yang disimpan di dalam lemari nyaris lusuh dan agak ketinggalan jaman. Saat melihat mantel model terbaru yang dipajang di etalase toko sepanjang jalan yang dilewatinya, Eleanor tertegun berdiri memperhatikan label harga.

Sebuah mantel berbahan kasmir bisa semahal itu. Eleanor geram dalam hatinya. Dia terlalu miskin hingga tidak mampu membeli satu.

"Hei, nona. Ikutlah dengan kami. Akan kubelikan lusinan pakaian itu untukmu." Sekumpulan pria muda mabuk mendatanginya dan dengan tidak sopan menawarkan agar menjual dirinya pada mereka.

Eleanor meninggalkan mereka tanpa berkata-kata, itu lebih aman untuknya. Untungnya para berandalan itu tidak mengejar dan membiarkannya pergi. Dia berjalan lebih cepat karena mulai terasa menggigil. Sebuah kedai kopi terlihat dari jauh, bergegas kakinya melangkah masuk dan udara hangat berhembus di dalam ruangan.

Eleanor memesan kopi dan omelette lalu mengambil meja di pinggir kaca sehingga bisa memperhatikan suasana kota dari dalam. Dia tidak kuat lagi jika harus berjalan ke kantor tanpa memakan sesuatu. Pesanan datang tidak lama kemudian. Eleanor menghabiskannya dalam sekejap, dia juga menambah pesanan kopinya sengaja ingin berlama-lama.

Dering ponselnya berbunyi, Eleanor terkesiap pelan sebelum menjawabnya.

"Dimana kau?" Suara dingin Garreth membuat perutnya mengejang.

"Garreth, aku sedang di kedai kopi dekat kantor. Perutku sakit..." Tiba-tiba nada panggilan terputus dan Eleanor menyimpan kembali ponselnya.

Dia tidak mengerti mengapa Garreth menutup telepon nya. Kopinya masih panas jadi Garreth harus menunggu nya sebentar lagi. Eleanor sedang menyeruput minumannya saat Garreth memasuki pintu kayu model lama dan mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan.

Garreth terlihat mencolok dengan setelan jas yang dikenakannya. Pria itu juga terlalu tampan berada di kedai murah seperti ini. Pria itu menemukannya dan berdiri di depan mejanya dengan ekpresi muka datar.

"Duduklah, Garreth." Ucap Eleanor sambil tersenyum.

Namun Garreth malah meraih lengannya dan menariknya berdiri. "Kita makan di restoran yang sudah kupesan."

"Duduklah sebentar, kopiku belum habis. Pesanlah sesuatu, kumohon." Pintanya.

Pria itu mendekatkan wajahnya dan berkata pelan. "Aku tidak terbiasa berada di sini. Kita pindah saja."

Eleanor sudah menduganya, pria semacam Garreth tidak level duduk di meja tanpa serbet berserta aneka pisau dan garpu. "Menurutku kau harus mulai mencobanya. Tempat ini bahkan tidak sekotor pikiranmu."

Bisik Eleanor di telinga Garreth dan pria itu sontak tertawa anggun. Menyebalkan. Batinnya. Dasar pria terhormat.

Eleanor tidak menyangka Garreth berjalan ke depan meja bar dan memesan sesuatu. Dia mengira pria itu akan meninggalkannya begitu saja. Pria itu tampak menggumamkan sesuatu kepada pelayan sebelum pergi.

ELEANORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang