7- Musik dan Musuh

1.7K 130 2
                                    

Besok adalah hari penentuan dimana Zaira akan menunjukkan semua usahanya, menahan rasa sedih karena Ayahnya tidak ada kabar, menahan kesal karena selalu diganggu Praja, sekaligus selalu diikuti oleh Ryan. Harus dua kali lipat kesabaran yang dimiliki Zaira. Tetapi, itu bukan penghalang, baginya warna warni hidupnya menjadi penyemangat.

Tumben Ka Ryan gak jemput aku di kelas, setelah seminggu selalu dianter anter, udah kaya anak TK aja. Apa dia udah pindah ke Venus ya?  Batin Zaira dalam hati.

Tiba tiba.....

"Heh jelek masi idup lo?" Praja mendekati Zaira yang sedang latihan di depan kelas.

"Engga!!" Jawab Zaira ketus.

"Lah gua ngomong sama siapa? Setan?"

"Berisik Ja, besok aku lomba jangan ngacauin!"

"Terus kalo lo lomba peduli gue apa Za?"

"Info doang sih!!"

"Gabutuh info lo gimana dong?"

"Yaudah pergi gausah gangguin aku Jaaaa!!!" Zaira dengan refleks memukul mukul badan Praja dengan maksud mengusirnya.

"Oh mau nya di gangguin aa ketos yang tamvans menawan ya?" Praja semakin bahagia melihat Zaira kesal.

"Marah! Bodoamat aku marah!"

"Yee bocah ngambek, yaudah gue jajanin eskrim ayo!"

"Gak suka eskrim!"

"Mau lo apa dong?!!"

"Ajarin aku finger style lagu semua tentang kita" Zaira mengucapnya dengan lemas.

Zaira mulai termenung mengingat teman kecilnya, Ayahnya membawa anak seumurannya waktu itu yang sedang cemberut, tidak mau diajak kenalan, lalu Zaira menghiburnya dengan menyanyi sekeras mungkin, tapi anak itu malah marah.

Jadi kangen kalo inget lagu itu, kangen Ayah juga.

"Woi! Ngelamun kerasukan entar!!"

"Ehh iya-iya.. cepet ajarin.."

"Gue juga suka lagu ini, tapi karena lo suka, gue ga jadi suka! Gak mau samaan sama lo soalnya!"

"Dih aku juga gak mau samaan sama orang ngeselin kaya kamu!"

Mereka berdua bermain gitar bersama, keadaan yang langka sekali, tak jarang Zaira memukul pelan badan Praja karena kesal. Baru kali ini mereka akur.

****

"Ryan, sekarang panggil seluruh peserta lomba menuju Ruang seni, kita gladi resik." Ucap Bu Devi.

"Baik bu,"

Ryan melangkahkan kakinya ke koridor sekolah, kelas pertama yang ia cari adalah kelas Zaira. Dia hanya ingin memastikan bahwa Zaira akan ke Ruang seni bersamanya, walaupun Zaira tidak pernah asik di ajak berbicara, tapi dia senang.

Sesampainya di kelas Zaira, Ryan melihat Zaira dengan seorang lelaki yang kelihatannya sedang asik bermain gitar dan bercanda bersama.

Baru kali ini lihat Zaira ketawa, kalau sama gue dia ketus banget. Gue jemput atau engga? Tapi gue gak mau ganggu dia. Yaudah gue tinggal, nanti gue chat aja.

Ddrttt...
Drtttt...

Handphone Zaira bergetar.

Ka Ryan Tuyul:
14.03
Hamel, segera ke ruang seni kita akan gladi resik, jangan terlambat.

Zaira K. Hamel:
14.04
Ok

Zaira segera menutup handphone nya dan membereskan tasnya.

"Ehh Ja, makasih loh udah ngajarin, kamu jago juga!"

"Sebenernya gue disuruh ikutan solo akustik putra, cuman karena pas hari senin gue bolos gue gak kumpul, akhirnya gue digantiin deh."

"Lagian kenapa bolos?"

"Kangen rumah."

"Aneh!"

"Lagian kalo gue ikut kesian ntar orang lain pada kalah hahaha" Praja tertawa bangga.

"Dih pede banget, udah ah mau gladi resik!" Zaira meninggalkan kelas dan bergegas menuju ruang seni.

Baru saja beberapa langkah Praja memanggil.

"Woi bocah!! Jangan sedih lagi jelek lo! Gue yakin ayah lo dateng!"

Zaira hanya mengangguk dan tersenyum. Terungat bahwa tadi ia sempat bercerita tentang Ayahnya.

"Ehh bocah bentar!!"

Zaira menengok malas, dengan ekspresi Apaan lagi sih?

"Semangat! Kalo menang traktir gue ya!!"

"GA BOLEH MALAK ANAK KECIL!!!" Zaira berteriak dan menjauh, lalu hilang di belokan koridor sekolah.

****

"Anak-anak gladi resik sekarang cukup, besok ibu harap kalian sudah ada disini jam 5 subuh, karena perjalan ke Bandung cukup jauh. Persiapkan diri kalian, jaga jesehatan, dan tunjukkan yang terbaik!" Bu Devi menutup latihan terakhir ini.

Seluruh delegasi dari SMA TARUNA yang akan mengikuti Festival Musik segera membereskan peralatan, tidak terkecuali Zaira. Hari ini pulang tidak terlalu sore, sebab seluruh peserta harus menyiapkan diri.

Setelah semuanya selesai, Zaira bergegas pulang.

****

Di sisi lain, Ayahnya yang menjadi Komandan Regu misi penangkapan pelaku penyanderaan di daerah pedalaman NTT, sudah bersiap untuk melakukan penyergapan malam ini. Malam dimana puncak dari segala straregi yang telah direncanakan. Jika strategi nya berhasil ia akan pulang besok, namun jika tidak ia akan tetap disini hingga kasus ini selesai.

"Lapor, Ndan! cuaca kurang bersahabat, sedangkan target yang kita lumpuhkan berada di dalam hutan, yang sulit dijangkau!" Ucap salah seorang prajurit.

"Hujan bukan penghalang! Sekalipun badai akan kita terjang! Tidak ada kata sulit bagi seorang tentara! kau takut ha?!" Nadanya menggertak.

"Siap salah!"

"Kalian tidak perlu takut! Lakukan yang terbaik! Gunakan strategi yang telah kita buat dengan matang dan jangan ceroboh!"

"Siap laksanakan!!"

Seakan menjemput kematian, itulah tugas mereka. Baju loreng yang lengkap dengan persenjataan melapisi tubuh mereka, menyamar ditengah hijaunya hutan dan hujan yang membasahi tubuh, tak sedikitpun menyurutkan keberanian mereka.

Lebih baik pulang nama daripada harus mundur dari medan tugas.

****

Hallo gais, duh rindu ya sama Zaira? Wkwkw 😂
Pokoknya maaf banget lama apdet, soalnya banyak halangan, tapi makasih lohhh udah terus mantengin cerita abal ini hehe..

Jan lupa vommentnya, maksa nih hehe^^

Happy reading 🖤

THE PROMISE OF A SOLDIERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang