15- Senyum Kay

841 52 4
                                    

Sepulang dari rumah Praja, dimalam yang dingin itu Zaira menangis di pelukan Ibunya, menceritakan semua luka, kekhawatiran, kesedihan, sampai permohonan maaf atas perilakunya akhir-akhir ini.

"Maafin aku ya, Bu. Ayah pasti kecewa liat Za seperti ini, menyusahkan ibu, mendiamkan Abang, dan bersikap seperti anak yang tidak mendapat didikan." Disela tangisnya Zaira berusaha meminta maaf.

"Syutttt, sayang. Ibu akan selalu maafkan kamu. Ibu paham bagaimana kamu menyayangi ayah, apalagi ayah janji akan melihat kamu juara. Suatu hari kamu akan paham, dan akan mengerti. Sekarang Abang sedang pesiar minta maaf sana."

"Tapi, Za tetap tidak suka melihat Abang di kemiliteran. Za takut Abang juga pergi, Bu. Za selalu takut akan kehilangan, sekarang Za hanya punya Abang dan ibu, jangan pernah tinggalin Za, ya Bu....." Tangisnya pecah sekali lagi, dipeluknya wanita terbaik itu dengan erat menumpahkan segala yang tiada bisa diucapkan, ia terus menangis sampai lelah.

Ya, Zaira ketiduran.

Dengan lembut Ratih memindahkan Zaira ke kamar meski dengan penuh kepayahan, ia kecup kening anaknya, diselimuti nya tubuh mungil Zaira. Merapal segala doa terbaik untuk nya, sembari menengok pada nakas. Foto yang memperlihatkan senyum bahagia Zaira dan Suryadharma saat Dirgan wisuda Taruna.

"Ahhhhh anakku pasti sangat terpukul, betapa hancurnya dia, kamu pasti kuat sayang, ibu ada disini, selalu."

***

Keesokan harinya Zaira bangun dengan mata sembab, ia tak ingin sekolah tapi sudah ada yang teriak-teriak di depan kamarnya.

"Woy, kebo bangun lu!!! Setdah anteng amat itu molor, sekolah buruan hari ini ulangan fisika, help meeeee!!!!"

Suaranya yang sangat ia kenal, sangat. Mengapa ditengah kepedihan dunia Tuhan harus mengirimkan makhluk seperti ini, sih. Batin Zaira.
Tapi, semburat merah muncul di pipi Zaira ketika teringat betapa hangat Praja memperlakukan nya saat ia jatuh.

"Arghhh, kenapa jadi mikirin si jelek itu sih!" Zaira mengacak rambutnya frustasi.

"WOI LO MOLOR APA LATIHAN MATI SIH TAR KESIANGAN ANJIRRRRR!!!"

Suara itu menyadarkan Zaira, segera ia berlari ke kamar mandi yang untungnya berada di dalam kamar.

"IYA MATI, INI ROH NYA GENTAYANGAN!" Teriak Zaira dari dalam dengan nada sinis.

"SETAN! SEREM BANGET, GUE TUNGGU DI DEPAN BURUAN!!!!"

Tak ada jawaban, Praja hanya tersenyum kecil mendengar Zaira kembali seperti awal, meski ia yakin hanya 30% nya, tapi ini kemajuan. Ntah bagaimana Praja melajukan motornya ke arah rumah Zaira, jujur saja ia rindu mengganggu, meledek dan mengacaukan hidup Zaira.

"Ja? Ngelamun?" Zaira menepuk pundak Praja pelan

"Eh, anjir kaget gue! Setan emang!!!" Praja mendengkus kesal, kenapa perempuan itu begitu cepat.

"Ngapain nyamper aku? Kangen?" Tanya Zaira sambil mengerlingkan matanya menggoda.

"D-Dih, hari ini ulangan, ga ada lo ga ada sumber nilai. Ga usah kepedean plis. Yaudah ayok sekolah"

Zaira tertawa kecil melihat tingkah Praja yang terlihat sangat lucu.

"Lo lucu, kalo ketawa, Kay"

"Eh, tadi kamu panggil aku apa? Kay?" Zaira merasa familiar dengan panggilan itu, seketika muncul banyak pertanyaan, siapa Praja?

"M-maksudnya Kay Kay Kay Kay Kay Kay, panggil aku sih Jablay, itu typo typo. Udah ih ayo cabut!"

Gelak tawa Zaira tidak bisa ditahan, itu ada humor paling receh yang pernah Zaira seumur hidup. Tanpa menghilangkan sedikit pun senyumnya Zaira dan Praja pamit bergegas menuju sekolah.

Diperjalanan tak ada yang memulai pembicaraan, Praja sudah terlanjur malu, harga diri nya hancur dihadapan perempuan aneh ini. Ia ingin sekali membawa Zaira kabur dan berbincang banyak, tapi itu sangat tidak relevan dengan alasan yang ia kemukakan tadi saat dirumah.

"Ja, kita telat kayanya," Zaira membuka pembicaraan

"Lo sih mandi kembang." Jawab Praja sinis.

"Ya, kan setan kata kamu juga."

"Susah banget sih gue ngomong sama lo. Ya, Tuhan."

"Itu kamu ngomong lancar, ga kesusahan tuh."

"Lo nyaut, gue turunin nih lama-lama" Praja merasa frustasi.

"Yeay, 1-0. Akhirnya aku bisa bikin kamu kesel hahahaha....."

"Bacot, gue jadiin setan beneran lu!!!"

"Yakin? Nanti nilai ulangan mu gimana?"

"Sumpah ya lu ngeselin pagi ini, gue nyesel jemput Lo!"

"Siapa yang minta kamu jemput aku?" Zaira meledek, dan merasa dirinya menang telak.

Praja tidak menjawab, dia kesal. Ralat. Bukan kesal, dia tidak punya alasan mengapa dia harus menjemput Zaira?

"Udah dijemput, dianter, masih gak tahu berterima kasih!"

"Ya, udah. Makasih Praja." Zaira kesal didiamkan Praja. "Hei, aku bilang makasih, kamu ga dengar?"
Praja tetap bungkam.

"Makasih!!!" ucap Zaira sekali lagi.

"Sama sama!!!" Zaira kesal, dan menjawab pertanyaan nya sendiri.

Mereka sampai, tidak terlambat ternyata, Ryan hanya melongo melihat Zaira dan Praja berangkat bersama. Meski Ryan tetap pura-pura tak peduli.

"Eh, Za—" ucap Praja sambil melepaskan helmnya.

"Hm?!!!" Zaira masih kesal.

"Besok Minggu, kalau lu ga keberatan, bantu gue, ya. Masak dirumah. Bunda gue ulang tahun besok."

"Hm."

"Masih kesel?"

"Hm."

"Astaga, rumit sekali ciptaan Tuhan yang satu ini. Mau bantu apa kaga??!!!!"

"Iya mau, udah ah."

"Eh, Zaira..."

"Apalagi Praja Muda Karana!!!???"

"Senyum terus, ya. Jangan sedih lagi, gue ga bisa gangguin lo kalau lo murung terus."

Dalam benaknya ia meminta Zaira agar tetap senyum karena ia tahu,

Senyum cantik itu sama seperti bidadarinya. Bunda.

***


WELKAMBEKK EPRIBADI!!!!!
Setelah sekian lama hiatus, aku kembali nulis terusan cerita ini. Hehehe..

Aku bener-bener sibuk sama tugas karena aku udh kelas 12, tapi karena sedang self isolation dan udah ga ada prioritas apapun, aku memutuskan untuk nulis lagi, meski rada kaku sih, hehe.

Selamat membaca,
Jaga kesehatan, ya.
#dirumahaja sambil baca TPOAS, yaaa!!🤗❤️

THE PROMISE OF A SOLDIERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang