Regina POV
Pagi ini aku benar-benar sudah menjadi wanita milik suamiku. Suami yang bahkan tanpa kusadari sejak kapan memiliki tempat di hati ini, meski tidak kuucapkan tapi aku berharap ia tahu apa yang membuat nadiku terus berdenyut membayangkan dirinya.
Sudahlah kalau aku terus membayangkan pria itu yang ada masakanku tidak akan selesai. Aku kembali fokus ke makanan yang sedang berproses di panci ini dan meniriskan minyak yang masih setia bertahan di udang goreng tepung itu. Saat aku berbalik dan hendak meletakkan piring yang penuh dengan udang goreng di meja kudapati pria itu tersenyum begitu manias padaku. Alamak, jangan terseyum terus bang bisa meleleh hayati.
Pagi ini ia mengenakan kemeja hitamnya yang sudah kupilihkan untuknya saat ia masih di musholah dekat rumah kami tadi.
“Good morning my wife” ucapnya duduk di kursi kemudian meminum segelas air putih yang sudah kusediakan untuknya.
Ya sekarang aku mencoba mengubah kebiasaannya yang sebelumnya suka meminum kopi di pagi hari menjadi meminum air putih. Bukankah air putih lebih sehat dibandingkan segelas kopi di pagi hari?
“Morning” jawabku singkat kemudian berbalik dan aku mematikan kompor.
Setelahnya aku mengambil sebuah mangkuk besar dan hendak menuangkan sayur sop ke dalamnya. Tetapi gerakanku terhenti di udara saat kurasakan sepasang tangan tengah melingkari perutku dan embusan napasnya di puncak kepalaku. Aku coba untuk mengacuhkan degup dadaku yang mulai berulah lagi, ya Tuhan bisa mati muda aku kalau terus seperti ini. Kemudian ia meletakkan dagunya di puncak kepalaku membuat kami benar-benar menempel dengan aku yang seperti tenggelam dalam pelukannya.
“Kenapa cuekin aku?” katanya dengan nada manja.
Aku memutar bola mataku jengah dan mengembuskan napas dengan perlahan. Selalu seperti ini padahal pria ini lebih tua dariku.
“Aku gak cuekin kamu Mas” kataku sambil menyendok sayur sop meski cukup menyulitkan dengan dirinya yang justru mengetatkan dekapannya.
“Itu tadi jawabnya pendek, sekarang malah jutek lagi” sekarang ia malah mengecupi leherku sebelah kiri dengan leluasa karena rambutku yang basah kusampirkan ke bahu kananku.
“Mas, lepas aku mau bawa mangkok ini ke meja. Panas loh”
“Morning kiss” ucapnya memposisikan wajahnya tepat di samping wajahku. Dengan cepat aku mengecup pipi kanannya and see the magic, tangannya sudah lepas dari perutku dan ia sudah duduk manis di kursinya.
Aku menata semua sarapan kami di meja makan dengan tenang sementara pria, maksudku suamiku tengah memperhatikanku seolah aku sedang menjelaskan presentasi penti ng saja. Kamipun makan seperti biasa diiringi obrolan ringan seperlunya.
Aku sedang bersiap sekarang, hanya perlu memakai lipstick dan hijab. Seperti biasa Mas Adnan datang dengan dasi yang menggelayut mesra di lehernya dan kali ini tanpa kuminta ia sudah menunduk memudahkanku memakaikan dasinya. Aku selalu heran, mengapa pria yang sudah menikah pasti meminta istrinya memakaikan dasi?
“Apa yang kamu pikirin Regina?” ia membuka suaranya saat melihatku hanya diam memasangkan dasinya.
“Ehmm.. kenapa laki-laki yang udah nikah pasti minta istrinya yang pasangin dasi? Padahalkan sebelum nikah mereka bisa pasang sendiri” akupun mengungkapkan kebingunganku saat sudah selesai memasangkan dasinya.
“Mau tau kenapa?” tanyanya sambil menatapku dengan lembut.
“Kenapa?” ayolah mengapa mulutku ini begitu penasaran sih?
“Karena…” ia malah menyeringai dan meraih pinggangku dengan erat merapatkan tubuh kami. Alarm bahaya nih.
Belum sempat aku menghindar ia sudah membungkam mulutku dengan bibirnya. Bukan hanya menempel seperti yang sering dilakukannya saat aku selesai memasangkan dasinya tapi ciuman yang dalam seperti kemarin pagi. Perlahan ia menuntun tanganku untuk berpegangan di bahunya dan tangannya menekan tengkukku agar bisa memperdalam ciuman kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta itu Nyata : My Boss Is My Husband
RomanceRegina seorang pegawai biasa merasa risih dengan kehadiran Adnan bosnya yang mengaku sebagai calon suaminya. Sebuah kisah klise tentang pernikahan tak terduga tanpa konflik yang menimbulkan emosi mendalam