Epilog

4.9K 143 0
                                    

“Pagi sayang” suara seorang pria terdengar semakin dekat bersamaan dengan derap langkahnya menuju dapur tempat sang wanita tengah melakukan aktivitasnya.

“Pagi” balas wanita itu singkat tanpa mau menoleh ke arah sumber suara seolah sayuran yang ada di dalam panci lebih menarik dibandingkan pria itu.

Tanpa wanita itu sadari pria itu tiba-tiba sudah ada di sampingnya sambil memasang raut kesal karena merasa diacuhkan olehnya. Pria itu membawa sebuah dasi berwarna biru gelap di tangannya dan tanpa perlu diminta lagi istrinya segera measangkan dasi itu dengan telaten dengan tangan pria itu yang melingkari pinggangnya.

“Morning kiss” ucap  Adnan dengan alis yang naik sebelah dan senyum merekah.

Istrinya tidak menanggapi sedikitpun perkataannya, kemudian Regina berjinjit hendak mencium pipi kanan suaminya yang mendapat penolakan dari pria itu dengan memalingkan wajahnya. Regina hanya menatap Adnan dengan penuh tanya.

“Tapi di sini” katanya menunjuk bibirnya dengan telunjuknya.
Regina hanya memutar bola matanya dengan kesal.

“Pipi atau tidak sama sekali?” ia memberi penawaran pada lelaki menyebalkan itu.

Tanpa peringatan apapun Adnan langsung meyambar bibir wanita itu yang tidak memberi respon positif. Regina justru mendorong bahu lelaki itu sementara Adnan masih belum menyelesaikan keinginannya terhadap wanitanya. Ia hanya sempat menempelkan bibirnya di sudut bibir Regina.

“Masakanku bisa gosong” balas Regina kemudian meniriskan ikan gorengnya dan mengaduk sayurnya.

Regina segera menoleh ke sampingnya saat tangan pria itu tahu-tahu sudah mematikan kompor dan kembali menangkupkan wajahnya lalu menautkan bibir keduanya. Bukan hanya menempel, Adnan menciumnya dalam, mencecap rasa manis yang tak habis direguknya dengan penuh perasaan. Pria itu menuntun tangan mungil Regina ke lehernya dan semakin memperdalam ciumannya dengan mata keduanya yang terpejam hanyut dengan ciuman itu.

“MAMA! PAPA!” terdengar suara perempuan dan laki-laki berteriak bersamaan menyadarkan sepasang sejoli itu kembali ke dunia nyata.

Mereka adalah Kevin, Nadia, Valdo yang matanya ditutup oleh sepasang tangan milik Nadia dan Anita yang ada dalam gendongan Kevin dan matanya ikut ditutupi oleh pemuda itu.

Dengan terburu-buru keduanya memisahkan diri. Regina hanya bisa menunduk malu dengan wajah memerah sementara Adnan menatap kesal ke arah ketiganya.

“Papa, kalo mau kayak gitu liat situasi dong. Ada kita juga di rumah” ucap Nadia sewot.

“Kalian yang seharusnya liat situasi. Mama sama Papa kan juga mau menikmati hidup. Iya kan Ma?” Adnan menoel dagu Regina yang sedari tadi tertunduk.

Nadia dan Kevin hanya bisa melihat adegan itu dengan muak.

‘Drama romantis ala-ala’ katanya.

“Kak, udah belum? Mata aku sakit nih” terdengar suara bocah berusia 10 tahun di antara perdebatan kecil itu.

“Eh iya sorry dek” Nadia melepaskan tangannya begitupun Kevin yang menurunkan Anita di kursi meja makan.

Suasana kembali normal seperti keluarga yang tengah sarapan pada umumnya. Regina dan Nadia yang melangkah ke sana kemari menyiapkan meja dan obrolan ringan antara Adnan dengan anak-anaknya yang diselingi canda tawa. Dilanjutkan dengan makan bersama di pagi yang cerah.

Begitulah keseharian mereka selama 18 tahun ini hidup dengan bahagia melalui hal-hal sederhana.

Tidak ada kata perpisahan yang keluar dari mulut Adnan maupun Regina meski keduanya menikah dengan jalan perjodohan dan sampai saat ini tidak pernah ada kata cinta yang terucap di antara mereka namun hidup mereka tak kering seperti yang orang-orang katakan bahwa sangat tidak menyenangkan hidup tanpa pengakuan cinta dalam sebuah rumah tangga.

Cinta itu Nyata : My Boss Is My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang