Hari ini adalah hari yang sangat menentukan bagi keduanya. Semenjak pagi tiada hentinya Adnan hanya mondar-mandir dengan mulut yang terus menerus berkomat-kamit seperti mbah dukun yang sedang membaca mantra untuk menyantet musuh terbesarnya.
Bagaimana tidak hari ini mereka akan menemui dokter untuk mengambil hasil tes DNA terhadap Kevin. Sebenarnya bukan masalah jika Kevin benar-benar putra kandung Adnan, namun yang menjadi masalah baginya adalah bagaimana ia mesti bertanggung jawab terhadap Kevin. Tidak mungkin ia menikahi Zaskia sementara ia sudah memiliki Regina dan Zaskia sudah tentu ingin dinikahi olehnya walaupun Regina sudah merelakannya tapi apa ia bisa berbuat adil terhadap keduanya?
Melihat kerisauan suaminya Regina hanya bisa diam sambil terus menggenggam tangan pria itu menyalurkan rasa tenang padanya.
"Tenang Mas" wanita itu tersenyum hangat penuh dukungan. Meski jauh dalam dirinya Regina memiliki kekhawatiran yang sama besarnya dengan Adnan namun ia tetap menampakkan sikap tenang agar tak membuat pria itu semakin panik.
"Tapi Gin" pria itu menatapnya penuh keraguan dan rasa sesal untuk yang belum tentu akan terbukti.
"Ayo Mas, kita sudah dipanggil" lagi-lagi Regina tersenyum memberikan dukungan pada pria itu.
Masih dengan tangan saling menggenggam mereka masuk ke ruangan Dokter Zainal untuk menerima keputusan akan hidup mereka ke depannya. Setelah keduanya duduk di kursi yang ada di depan meja dokter muda itu tangan Regina terus diremas oleh Adnan.
Pria itu memperhatikan ruangan serba putih itu dengan nanar, melihat berbagai macam peralatan medis yang sudah semestinya ada di ruangan itu berusaha mengurangi rasa gugupnya. Semua kegugupan itu semakin terasa. Meski dokter itu telah memulai pembicaraan dengan hal-hal ringan namun kegugupan itu tetap melanda. Aroma khas rumah sakit yang menusuk hidung semakin membuat sesak rongga dada dan menyulitkan pernapasan.
“Silakan” ucapnya Dokter Zainal tersenyum sambil menyerahkan sebuah amplop pada keduanya.
Adnan begitu gugup menanti saat ini. Dengan tangan yang bergetar diraihnya amplop itu begitu perlahan. Dibukanya perlahan selembar kertas putih yang terlipat rapi di dalamnya. Dengan tidak sabaran Regina ikut melihat lembar it dengan mencondongkan tubuhnya lebih dekat dengan suaminya. Bagi Regina dunia seolah berputar terbalik dan tak seirama lagi setelah melihat surat itu. Penglihatannya mulai menggelap dan suara suaminya semakin menjauh untuk dicapai inderanya.
***
Perlahan kedua iris gelap itu terbuka menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalamnya. Aroma perpaduan antara karbol dan alkohol menjadi hal pertama yang ditangkap oleh penciumannya. Regina terus mengerjapkan matanya berulang-ulang menyesuaikan pandangannya yang masih kabur.
“Sayang” hanya itu yang didengarnya dari mulut pria itu. Pria yang terus menggumamkan namanya selama beberapa jam terakhir sambil terus mengelus tangan yang rapuh itu.
“Mas” ucapnya begitu lirih. Ia bahkan belum bisa bicara dengan benar karena tenaganya begitu lemah saat ini.
“Sstt… Mas tau ini semua salah Mas. Maafin aku Reg” katanya sambil mengecup punggung tangan wanitanya dengan sayang.
“Memangnya Mas salah apa?” tanyanya sedikit terkejut dengan pernyataan Adnan barusan.
“Aku gak peka sama kondisi tubuhmu. Harusnya aku ngerti sama perubahan kamu. Aku gak bisa menjaga kamu dan bayi kita dengan baik sampai membuat kamu harus terbaring di sini” katanya dengan sorot mata penuh sesal.
“Bayi?” wanita itu membeo.
“Iya sayang, kamu sedang mengandung 6 minggu dan karena kamu stress jadi kandungan kamu lemah dan buat kamu harus terbaring seperti sekarang”
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta itu Nyata : My Boss Is My Husband
RomanceRegina seorang pegawai biasa merasa risih dengan kehadiran Adnan bosnya yang mengaku sebagai calon suaminya. Sebuah kisah klise tentang pernikahan tak terduga tanpa konflik yang menimbulkan emosi mendalam