Author pov
Pagi yang cukup indah dengan hangatnya sinar mentari yang kemerahan di ufuk diiringi tawa riang dari burung-burung kecil yang bertengger di dahan pohon dan kabel listrik PLN. Semuanya menunjukkan kegembiraan seolah tidak ada badai yang menyapa semalam padahal masih tercium dengan jelas aroma titik hujan dan tanah yang basah.
Pagi ini, Regina sudah membelah jalan kota dengan sepeda motornya. Tak lama sampailah ia di halaman kantornya. Dengan segera dia masuk ke dalam lift, namun tanpa diduga sebelumnya saat pintu lift akan tertutup sepasang sepatu hitam yang mengkilap menahan pintu itu. Regina melihat ke atas dan didapatinya seorang pria yang seminggu ini cukup mengganggu hidupnya. Benar, pria itu adalah Adnan Aditama, presiden direktur di tempatnya bekerja.
Pria itu tampak menyunggingkan senyum yang memperlihatkan deretan giginya.
"Selamat pagi Regina," sapanya sambil menekan tombol untuk menutup pintu lift dengan senyuman yang tak hilang dari wajahnya seperti orang gila yang telah mendapat kebahagiaan berlebih.
Sementara yang disapa hanya diam saja, memutar bola matanya dengan jengah dan memaksakan senyum lebar yang memuakkan.
"Jangan cemberut begitu sayang"
"Pak, ini kantor. Dan seharusnya Anda masuk di lift direksi bukan lift pegawai"
Adnan kembali tersenyum. Baru kali ini tebakannya atas reaksi gadis di hadapannya ini tepat. "Ini masih pagi sayang. Jam 7 saja belum. Dan liat deh aku aja gak pake setelan kantor" katanya sambil menunjukkan pakaian yang dikenakannya pada Regina.
Regina memperhatikan pakaian pria itu. Memakai jaket kulit warna hitam dengan sarung tangan yang masih melekat di tangan kirinya dan rambut yang sedikit acak-acakan tidak tersisir rapi seperti biasa. Sudah jelas Adnan tadi kemari dengan menggunakan sepeda motor. Hanya celana bahan dan sepatu pantofelnya yang menunjukkan pria di hadapannya ini pergi bekerja.
"Anda naik motor?" Tanya Regina singkat. Tanpa mau mengatakan kalimat lain, dasar pelit omongan!
"Calon istriku memang cerdas" balas pria itu sambil menjentikkan tangannya seolah telah memenangkan sebuah tender besar.
"Ada yang istimewa dari itu Pak?"
"Gak mungkin dong aku pake pakaian kayak gini masuk lift direksi. Nanti pegawai yang kerja nyangkain aku bukan atasan mereka, Cuma sekedar orang yang nyicip naik lift direksi"
"Tapi kan gak ada juga yang bakal liat Pak. Kan ini masih pagi"
"Tapi ada OB sayang. Kalo mereka OB baru pasti gak kenal aku kan"
"Gak ada OB baru belakangan ini Pak"
Belum sempat Adnan menjawab, Regina telah keluar dari lift dan berjalan menuju ruang kerjanya. Namun, semakin lama ada langkah kaki lain yang menyamainya. Regina menoleh ke kanan, dan mendapati Adnan berdiri menjulang di sisinya. Ia hanya sebatas bahu pria itu meski ia telah memakai high heels 10 cm.
"Apa?" kali ini Adnan bicara lebih dulu sebelum Regina mengajukan pertanyaan yang sama pada dirinya.
Regina mendelik kesal, 'Harusnya aku yang bilang begitu' rutuknya dalam hati.
"Aku mau ke ruangan si Rendra itu"
Kali ini Regina hanya dapat membisu. Tidak aneh kalau Adnan ingin menemui Rendra yang merupakan kepala bagian personalia. Sepertinya Regina harus mulai berpikir lebih positif terhadap Adnan. Satu hal lagi yang harus kalian tahu bahwa Rendra memang sudah biasa hadir di kantor sebelum jam kerja dimulai. Benar-benar tipikal pekerja keras pria itu. Andai saja ia belum menikah dapat dipastikan semua wanita kan mengejar pria itu, selain tampan, berwibawa, berdedikasi dan jangan lupakan sikap hangatnya kepada semua orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta itu Nyata : My Boss Is My Husband
RomanceRegina seorang pegawai biasa merasa risih dengan kehadiran Adnan bosnya yang mengaku sebagai calon suaminya. Sebuah kisah klise tentang pernikahan tak terduga tanpa konflik yang menimbulkan emosi mendalam