Adnan POV
Ini adalah hari ketiga Regina mendiamkanku. Kau tahu ia tetap mengurusku dengan baik meskipun tak satupun kata keluar dari bibirnya untukku. Hanya satu kalimat yang masih diucapkannya padaku yaitu ucapan salam. Aku sungguh merasa tersiksa dengan keadaan seperti ini. Biar kuceritakan sedikit setelah kepulangan Zaskia waktu itu kami tetap sarapan dalam keheningan dan keheningan itu tetap berlangsung sampai hari ini. Ya meskipun kami tetap tidur seranjang dan sholat berjamaah tetapi rasanya sungguh menyebalkan. Aku tahu ini adalah satu hal yang sangat mengejutkannya dan juga untukku. Harus kukatakan meskipun aku dulu bukan seorang pria baik-baik tapi aku begitu yakin aku tidak pernah melakukan hal hina seperti itu kepada wanita manapun sebelum menikah, asal tahu saja Regina adalah wanita pertamaku. Aku memang meminum alkohol namun aku tidak pernah sampai mabuk aku cukup tahu diri untuk tidak kehilangan kesadaranku dan membuat kekacauan di jalan raya.
Belakangan ini aku sering tidak fokus karena masalah ini, seperti saat ini misalnya. Tanpa aku sadari mobilku sudah berhenti di depan rumah kami dan waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam. Kulangkahkan kakiku dengan gontai memasuki rumah yang lampunya masih menyala.
“Assalamualaikum” tak lama wanita yang begitu kurindukan hadir di depanku.
“Waalaikumsalam” hanya itu kata yang keluar dari bibirnya untukku. ia mengambil alih tasku dan kemudian mencium punggung tanganku dan kemudian berlalu mendahuluiku.
Kuikuti langkahnya sampai ke kamar kami kulepaskan dasi yang sedari tadi mencekik leherku dan kubuka dua kancing teratas kemejaku. Setelahnya kulangkahkan kakiku ke kamar mandi untuk mandi dan seperti biasa selalu ada air hangat yang sudah tersedia untukku jika aku pulang larut. Beberapa menit kemudian aku sudah selesai dengan urusanku, segera kutunaikan kewajibanku sebagai seorang muslim meskipun kali ini aku melakukannya sendirian.
Hanya ada satu doaku dalam keadaan seperti ini. Aku berharap Tuhan memberikan jalan keluar untuk kami dan kuharap Regina setidaknya mau bicara padaku.
Setelah aku selesai menyimpan peralatan sholatku aku berbalik hendak menuju ranjang untuk membaringkan tubuhku yang lelah seharian ini.
Tiba-tiba tubuhku ditubruk oleh tubuh mungil Regina. Baru kali ini memelukku lebih dulu, kueratkan pelukan kami sambil mengusap rambutnya yang menjuntai bebas. Kurasakan bajuku mulai basah oleh air matanya. Ia hanya menangis di pelukanku tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, benar-benar meyayat hatiku. Kutangkupkan wajahnya dengan kedua tanganku dan kuusap aliran air di pipinya dengan ibu jariku kemudian kukecup lamat-lamat keningnya. Aku memejamkan mataku, menghayati rasa kulitnya yang menempel di permukaan bibirku.
“Mas…” ia mendongakkan kepalanya menatapku.
“Sstt..” ucapku memotong kalimat yang akan keluar darinya.
Aku tidak berani mendengar kelanjutan kalimatnya yang kemungkinan tentang hubungan kami yang ingin diakhirinya.
“Apapun yang terjadi kamu harus tetap ada di sisiku” ucapku pelan dan kembali menenggelamkannya dalam dekapku.
“Mas, kenapa selama ini kamu diamin aku? Kita berdua hidup berdampingan tapi gak saling bicara itu semua bikin aku sedih” katanya sambil melepaskan kedua tanganku dari wajahnya.
Itu toh yang mau dikatakannya. Kukira dia bilang mau berpisah dariku, Alhamdulillah ia tidak menginginkan hal itu. Eh tapi tadi apa maksudnya, aku mendiamkannya? Aku hanya menatapnya penuh tanya.
“Kenapa Mas selalu diamin aku tiga hari ini. Kita makan bareng, ke kantor bareng dan masih tidur sekamar tapi Mas gak ajak aku ngomong sedikitpun” ucapnya menjawab pertanyaan yang hanya bisa kuajukan di kepalaku tanpa mesti terucap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta itu Nyata : My Boss Is My Husband
RomanceRegina seorang pegawai biasa merasa risih dengan kehadiran Adnan bosnya yang mengaku sebagai calon suaminya. Sebuah kisah klise tentang pernikahan tak terduga tanpa konflik yang menimbulkan emosi mendalam