Sepulang dari Dazzling Cafè, Sakura langsung berlari ke balkon apartemennya dan ditemani beberapa kaleng bir.
Sudah lama sekali ia tidak meminum minuman beralkohol itu. Yang Sakura ingat, terakhir kali ia minum bir itu saat lima tahun yang lalu, sebelum ia berpacaran dengan Sasori.
Selama berpacaran, Sasori melarang keras Sakura untuk meminum minuman keras. Tapi itu dulu, sekarang tidak ada lagi yang menghalangi Sakura untuk meminum bir.
"Dari mana saja kau?" tanya Sasuke menghampirinya dari belakang.
Sakura tersentak. Ah, ia hampir lupa kalau ada orang lain yang kini tinggal di apartemennya.
"Mencari udara segar," jawab Sakura berbohong.
"Bohong," sela Sasuke sinis.
"Aku tidak bohong." Sakura mengelak. "Jangan sok tahu ya?"
Sasuke mendengus geli, kemudian ia berjalan mendekati Sakura yang tengah meneguk birnya.
"Matamu memerah, berair, dan bengkak. Apakah ini efek dari orang yang habis mencari udara segar? Kau tidak pandai berbohong."
Sakura mendecih sebal. Ia mulai merasakan pusing yang begitu mendadak. Sepayah inikah dirinya setelah sekian lama tidak meminum alkohol?
"Ya, aku memang tidak pandai berbohong. Puas?!" Sakura setengah berteriak, matanya kembali berkaca-kaca. "Sakit rasanya ketika harus melepaskan orang yang kita cintai, tapi kita tidak bisa melakukan apapun untuk menahannya."
Sasuke berpikir sejenak. "Oh, kau kehilangan suami?"
"Bukan suami, Bodoh!" Sakura berteriak histeris. Tidak ada gunanya curhat dengan Sasuke, si manusia purba yang hidup di era modern. "Ah sudahlah! Aku mau tidur saja."
Sasuke hanya diam membiarkan Sakura masuk ke kamarnya. Tanpa sengaja, ia melihat ponsel Sakura dan mendapati foto Sasori yang terpampang di layarnya.
"Oh, kalau bukan suami, berarti pacar," gumamnya pelan. "Sekarang Sakura kehilangan pacarnya, apa yang harus kulakukan?"
•
•
•Ketika Sakura terbangun, hari sudah siang. Untung saja Sakura diberi waktu libur oleh Hiruzen, berhubung ia mempunyai tugas untuk menjaga Sasuke.
Dengan langkah gontai, Sakura berjalan menuju dapur guna meminum segelas air putih.
Betapa terkejutnya Sakura ketika mendapati Sasuke tengah duduk di kursi makan dan menatap Sakura dengan tatapan ingin membunuh.
"K-kenapa kau menatapku seperti itu?!" tanya Sakura terbata-bata, karena ia takut andai saja ingatan Sasuke kembali sepenuhnya. "Jangan macam-macam denganku ya! Mau kuusir kau dari sini?"
"Siapa yang mau macam-macam?" tanya Sasuke balik, masih dengan wajah yang menahan amarah. "Katanya kau ingin membeli banyak tomat untukku. Mana buktinya? Di kukas tidak ada!"
Oh, hanya tomat, Sakura menghela napasnya lega. Ia kira Sasuke berniat untuk membunuhnya.
"Kulkas, Sasuke. Bukan kukas." Sakura tertawa geli. "Tunggu ya, aku akan belikan tomat untukmu."
"Aku ikut."
"Hah?"
"Kau tidak dengar? Aku mau ikut." Sasuke berkacak pinggang dengan wajah menyebalkan.
Sakura menatap Sasuke bingung. "Kenapa kau mau ikut?"
Sasuke mendengus, lalu ia berjalan mendekati Sakura.
"Lihat, matamu jadi sipit gara-gara menangis semalaman." Sasuke mengacungkan telunjuknya ke depan mata Sakura. "Aku mau ikut denganmu, karena aku malu kalau ada yang sampai menertawakanmu gara-gara matamu itu. Kau kan teman dekatku, jangan membuatku malu!"
Sakura mundur beberapa langkah. "T-terus, apa hubungannya kau ikut denganku?! Seharusnya yang merasa malu itu aku, bukan kau!"
Sasuke membuang mukanya ke arah lain. "Aku tidak peduli. Aku akan berjalan menutupimu, agar orang lain tidak bisa melihat penampilanmu yang mengerikan itu."
Sakura bisa merasakan rahangnya seolah-olah terjatuh bebas. Benarkah yang bicara barusan adalah Sasuke? Si manusia purba yang sikapnya tidak ada manis-manisnya itu?
Dengan ekspresi meledek, Sakura membalas, "Bilang saja kau ingin melindungiku. Ya, kan? Ya, kan?"
"Siapa bilang?! Ini demi tomat, tahu!"
"Haha! Jangan bohong, sekarang wajahmu sudah semerah tomat lho."
"Aku tidak bohong!"
•
•
•-TBC-
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Different
Fanfiction"Kita berbeda, apakah akhir dari takdir kita akan berbeda juga?" Setelah perang dunia berakhir, perlahan-lahan kedamaian mulai tercipta. Makhluk-makhluk mutan yang awalnya diciptakan untuk berperang, kini dibangkitkan lagi dengan ingatan yang terbeb...