"Sakura, Sakura! Tunggu sebentar." Sasuke menahan lengan Sakura sebelum wanita itu pergi main jauh. "Kau mau kemana?"
"Mencari udara--"
"Udara ada di mana-mana, Sakura. Kau tidak perlu mencarinya lagi. Tetaplah di sini," gerutu Sasuke dengan wajah masamnya.
"Oke, terserah," balas Sakura tidak mau ambil pusing.
Sasuke mengernyitkan alisnya keheranan. Ada apa dengan Sakura? Biasanya dia akan sedikit berontak, tapi kali ini wanita itu tampak tenang-tenang saja.
Sasuke mengajak Sakura duduk, lalu mengajaknya berbicara. "Kau hebat hari ini, Sakura. Tidak ada tangisan, amarah, dan kau menjaga emosimu dengan baik."
Sakura mendecih. "Kau pikir aku gila? Walaupun aku sangat marah, aku tidak mau mengacaukan pernikahan orang. Mereka sedang berbahagia dan pernikahan adalah upacara yang sakral, aku tidak mau terkena karma karena hal ini."
"Jadi intinya?"
"Masalahku dengan Ino akan kuselesaikan di lain waktu, bukan hari ini." Tiba-tiba Sakura menyeringai. "Lagipula, aku sudah merencanakan sesuatu yang lebih hebat daripada membuat kekacauan di pesta pernikahan."
Sasuke tidak menanggapi, karena yang terpenting adalah Sakura tidak melakukan suatu kegilaan di sini.
Sasuke yakin, walau ia belum pernah melihat Sakura marah, pasti wanita itu bisa berubah menjadi Hulk jika sedang marah.
"Kau mau minum?" tawar Sasuke.
Sakura mengangguk. "Ya."
"Kau tunggu di sini, akan kuambilkan."
Sasuke beranjak pergi mengambil mminuman, Sakura bernapas lega.
Munafik namanya kalau Sakura tidak ingin menangis sekarang juga, tapi ia tidak boleh selemah itu. Ia akan buktikan kepada siapapun, meski dirinya dihancurkan berkali-kali, ia akan tetap bertahan.
Ketika Sakura sedang melamun, tiba-tiba ada seorang pria yang tidak sengaja menumpahkan minuman ke bajunya.
"Argh!"
"Ah, maaf, maaf! Aku tidak sengaja," ujar pria itu menyesal.
Benar-benar hari yang sial, batin Sakura kesal.
"Tidak apa-apa." Sakura mencoba tersenyum seraya mengibas-ngibaskan bajunya agar cepat kering.
"Boleh kubantu membersihkannya? Aku punya sapu tangan," tawar pria itu.
"Tidak usah."
"Ayolah, aku benar-benar merasa tidak enak. Terima tawaranku, oke?"
"Tapi--"
"Please?"
Sakura menghela napasnya pasrah. "Oke."
Pria itu tersenyum hangat, lalu ia mencoba membersihkan baju Sakura dengan hati-hati.
"Aku benar-benar minta maaf. Pasti harimu menjadi lebih buruk gara-gara aku." Pria itu masih merasa bersalah.
Tentu saja.
Tentu saja Sakura tidak akan mengatakan itu. "Tidak apa-apa. Serius."
Pria itu selesai membersihkan baju Sakura, senyumnya masih mengembang begitu hangatnya.
"Kalau dilihat dari wajahmu, aku tahu kau berbohong. Kau tidak baik-baik saja hari ini." Pria itu terkekeh. "Seharusnya kau bahagia di dalan pesta pernikahan ini, kenapa kau malah sedih?"
"Jangan sok tahu." Sakura mendengus.
"Aku tidak sok, aku memang sudah berpengalaman," ujar pria itu dengan percaya dirinya. "Aku seorang pengusaha, dulu aku pernah mempelajari psikologi dan ekspresi tiap manusia secara mendalam. Ini, kartu namaku."
Pria itu memberikan kartu namanya pada Sakura.
Sakura cukup terkejut setelah melihat nama yang tertera di sana. "Kau--"
"Aku kenapa?" Orang itu kebingungan.
"Uchiha Itachi?! Astaga. Aku tidak percaya ini. Kenapa aku tidak sadar kalau itu adalah dirimu? Aku minta maaf." Sakura membungkukkan badannya meminta maaf.
Uchiha Itachi terkekeh melihat tingkah Sakura. "Kenapa jadi kau yang minta maaf? Malah aku senang kalau ada orang seperti dirimu, yang tidak mengenali diriku. Aku merasa lebih nyaman."
"Ah, begitu?" Sakura tersenyum malu. "Perkenalkan, namaku Haruno Sakura."
"Aku tahu."
"Eh?" Mata Sakura membulat. Dia tahu?
"Jadi, sedang apa wanita cantik sepertimu duduk sendirian di antara kerumunan orang?" tanya Itachi tidak mempedulikan ekspresi kebingungan Sakura.
"A-ah, aku sedang menunggu seseorang."
"Siapa? Pacarmu?"
Sakura tersenyum kikuk. "Kalau dibilang pacar, tidak juga. Kami hanya berperan sebagai sepasang kekasih di dalam situasi tertentu. Selebihnya, kami hanya teman dekat."
"Begitu ya?" Itachi tersenyum senang. "Itu berarti aku punya kesempatan."
Lagi-lagi Sakura melongo. Apa maksudnya?
"Ahaha, ya." Sakura hanya bisa tertawa renyah.
"Aduh, maaf. Sepertinya aku harus pergi, ada pekerjaan yang menunggu." Setelah melihat jam, Itachi berdiri, diikuti oleh Sakura. "Kalau sempat, kau bisa hubungi aku, oke? Aku akan merasa sangat senang kalau kau menghubungiku."
Sakura mengangguk. "Akan kuusahakan."
Lagi-lagi Itachi tersenyum hangat. "Oke, kalau begitu aku--"
Sebelum Itachi menyelesaikan ucapannya, sebuah ledakan terjadi dan semuanya berjalan begitu cepat. Sakura merasa dirinya terpental beberapa meter dari tempatnya dan sempat berguling beberapa kali.
Telinganya berdengung, pandangannya mengabur, namun ia bisa merasakan ada seseorang yang menyebut namanya berkali-kali.
Sasuke ...
•
•
•-TBC-
KAMU SEDANG MEMBACA
We Are Different
Fanfiction"Kita berbeda, apakah akhir dari takdir kita akan berbeda juga?" Setelah perang dunia berakhir, perlahan-lahan kedamaian mulai tercipta. Makhluk-makhluk mutan yang awalnya diciptakan untuk berperang, kini dibangkitkan lagi dengan ingatan yang terbeb...