Ada dua hal yang paling Arsyfa benci dalam dirinya sendiri. Pertama ceroboh, dan kedua pelupa. Dua hal itu tak jarang mempertemukannya dengan masalah. Baik masalah untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
Seperti saat ini, dihari yang akan disambut senja ini. Uangnya yang tersisa 20 ribu itu hilang entah ke mana. Bisa saja terjatuh, terselip di buku, atau kemungkinan ia lupa di mana menaruhnya. Oleh sebab itulah ia masih berada di kampus yang sudah sepi itu. Karena, ia tidak punya sepeser uang lagi untuk membayar angkot atau taksi. Lalu bagaimana ia pulang? Teman-temannya sudah pulang semua.
Jika harus menelpon seseorang untuk mejemputnya, ia tak yakin akan ada yang datang menjemputnya. Ayahnya? Kurang meyakinkan. Lalu kedua sahabatnya? Pasti sibuk.
Cewek yang bernama lengkap Eca Arsyfa Salima itu menggaruk pelipisnya yang sama sekali tidak gatal. Matanya terus bergerak menyapu penjuru kelas. Refleks menggigit kukunya seolah mempernyata kecemasan di wajahnya.
Arsyfa berjalan keluar kelasnya. Kampus benar-benar sudah sepi. Hari mulai menggelap. Jika harus pulang kaki, ia tak akan yakin bisa sampai di rumah sebelum jam 10 malam.
Sempat memicing ke arah parkiran yang seolah memberinya cahaya harapan yang mampu mengembangkan senyum manisnya. Tidak salah lagi, cowok yang tengah membuka pintu samping kemudi mobil itu adalah Athif Refat Shakeer.
Masih memiliki waktu untuk sampai di mobil Athif sebelum menghilang membelah jalanan. Arsyfa berlari cepat hingga dirinya hampir tertabrak oleh mobil Athif jika saja remnya tidak berfungsi.
Athif mengkerutkan keningnya sebelum pada akhirnya menyembulkan kepala keluar jendela mobil.
"Woi, cari mati lo?"
Arsyfa berjalan mendekat ke arah Athif sembari menetralkan nafasnya yang terangah-angah.
"Athif, gue boleh numpang di mobil lo gak? Gue gak-"
"Gak boleh." Belum juga habis berucap, selaan Athif menambah kecemasan Arsyfa. Athif kembali menarik kepalanya ke dalam mobil.
Arsyfa menghentakkan kakinya ke tanah. Jika Athif benar-benar tidak memberinya tumpangan, maka ia benar-benar memutuskan untuk tidur di kampus. Meskipun ia juga akan ketakutan nantinya.
"Athif, gue mohon banget. Tolongin gue dong. Kampus udah sepi, gue gak tau mau minta sama siapa lagi buat anterin gue pulang. Gue takut," kegelisahan terpancar jelas di wajah Arsyfa. Ditambah matanya yang berkaca-kaca itu cukup mendeskripsikan ketakutan.
"Gue bukan supir lo. Yasudah, cepat naik sebelum gue berubah pikiran."
Nah, akhirnya Arsyfa kembali tersenyum dan kini sudah duduk manis di sebelah Athif. Mobil mewah milik Athif melaju bersama kendaraan lainnya di jalan. Keheningan menyapa seolah terus membungkam mulut keduanya.
Mobil Athif menepi ke pinggir jalan, membuat Arsyfa bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Bukan di rumahnya, karena Arsyfa sudah memberi alamatnya pada Athif tadi. Setelah melihat keluar, Arsyfa baru paham. Di seberang sana ada rumah ibadah.
"Udah magrib, lo gak ikut?"
Arsyfa menggeleng cepat, "lagi gak bisa."
Tanpa merespon apapun Athif langsung meninggalkan Arsyfa sendirian di mobil. Arsyfa merasa tak enak pada Athif, apalagi respon cowok itu cukup dingin.
Beberapa menit berlalu, dan Athif kembali ke mobil. Tanpa berbicara sepatah katapun ia langsung melajukan kendaraan beroda empat tersebut.
Arsyfa pikir Athif akan langsung mengantarnya karena hari sudah malam. Nyatanya mobil yang ia tumpangi itu malah berbelok dan berhenti di parkiran sebuah restoran mewah. Arsyfa ikut turun mengikuti Athif yang melangkah ke arah dalam restoran.

KAMU SEDANG MEMBACA
It's Me (END)✔️
Ficção AdolescenteArsyfa berusaha bertanggung jawab atas kecerobohannya. Namun, pada akhirnya kecerobohan yang ia coba sembunyikan terkuak hingga melebarkan jarak antara dirinya dan Athif, orang yang dicintainya. Ia ingin memangkas jarak itu. Tapi, jika bentangan jar...