Aku tidak ingin seperti ini. Aku tidak ingin mati. Meski tubuhku tercabik atau tanpa raga, aku harus kembali padanya. Aku tidak boleh membuatnya menunggu terlalu lama.
-Wang Tae-
Tae Yeon diletakkan pada sebuah kurungan kayu yang ditarik oleh seekor lembu jantan sementara empat orang prajurit berpangkat rendah berada di sisi-sisinya. Keempat prajurit itu tidak ada yang bicara sejak tadi padahal mereka telah menempuh perjalanan yang cukup jauh. Keberadaan Tae Yeon disana membuat suasana tidak nyaman. Bagaimanapun juga gadis itu sempat menjadi raja mereka dulu. Mereka tidak bisa memperlakukannya layak kriminal meski nyatanya Tae Yeon adalah kriminal. Mereka masih melihat aura kuat dari seorang raja pada diri Tae Yeon.
Istana memang sempat gempar karena berita itu. Semua terdiam saking kagetnya. Beberapa menteri langsung mengundurkan diri karena merasa selama ini telah berpegang pada orang yang salah. Saat ada dayang atau kasim yang berkumpul, tak ada yang berani menceritakannya padahal biasanya istana adalah tempat dimana isu beredar dan juga berkembang. Bukan karena ada larangan tentang itu melainkan karena mereka terlalu kaget dengan kenyataan bahwa raja yang selama ini mereka agungkan ternyata adalah seorang wanita.
Ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Karena itu mereka tidak tahu bagaimana cara menyikapinya. Sebagian dari penghuni istana memiliki pertanyaan yang sama dalam benak mereka. Tidak bisakah mereka menutup mata dan pura-pura tidak mengetahui identitas asli raja mereka? Tidak bisakah mereka kembali seperti dulu dimana huru-hara ini belum terjadi? Karena bagi mereka Tae Yeon tidak hanya terlihat seperti raja, namun juga raja terbaik yang pernah ada. Meski sering bersikap kasar pada istrinya yang kini mereka ketahui alasan dibalik itu semua.
Karena mereka merasakan perbedaan besar setelah kekuasaan berpindah ke tangan ibu suri. Mereka baru menyadari bahwa manusia bisa begitu tamak. Dalam waktu singkat ibu suri mengganti para menteri yang mengundurkan diri dengan kerabat dekatnya. Ia juga mengajukan Pangeran Toghon untuk dijadikan pewaris tahta selanjutnya. Padahal meski masih keturunan mendiang raja Wang Ho, Pangeran Toghon hanya memiliki sedikit darah Goryeo. Ibu suri juga meminta rakyat untuk memberikan upeti yang tak sedikit jumlahnya untuk merayakan penobatan Pangeran Toghon yang kemudian diganti namanya menjadi Wang Oh.
Bahkan para prajurit yang membawanya tidak berani memperlakukan Tae Yeon seperti tahanan.
"Apakah perjalanan akan terus berlanjut sepanjang malam?" Tanya Tae Yeon.
"Ne, Jeonha!" Jawab salah satu prajurit yang memimpin kelompok kecil itu. Lalu ia segera mengoreksi saat temannya menyikut lengannya. "Maksudku, agassi."
Seperti itulah percakapan canggung yang terjadi diantara Tae Yeon dan para prajurit yang membawanya. Bahkan salah satu dari mereka sampai membuka jubah luarnya untuk diberikan pada Tae Yeon karena udara sangat dingin.
Mereka sudah keluar dari gerbang kota dan sedang menyusuri jalan kecil di pinggir hutan ketika derap langkah kuda yang sangat banyak terdengar. Para prajurit mulai panik karena berpikir itu pasti bandit gunung yang membuat kekacauan beberapa hari lalu. Mereka berencana untuk bersembunyi di semak-semak ketika puluhan anak panah melayang di udara dan mengenai keempatnya sekaligus. Mereka tergeletak di tanah dan tak bergerak lagi meninggalkan Tae Yeon yang kebingungan di dalam kurungan.
Tak lama kemudian, Tae Yeon melihat pelaku yang menembakkan panah itu. Mereka bukanlah bandit gunung seperti yang ditakutkan oleh para prajurit yang mengawalnya melainkan pasukan Yuan. Naranbaatar secara langsung memimpin di depan.
Pria itu melihat gelimpangan mayat prajurit Goryeo yang tak seberapa di tanah lalu mencibur. Ia melompat turun dari kudanya kemudian berjalan mendekati Tae Yeon sambil melangkahi mayat-mayat itu. "Hanya segini yang menjaga mantan raja? Cih! Kalau tahu begini, aku akan datang sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wang Tae
Fanfiction"Kau tidak pernah menyentuhku, apa ada yang salah? Apa kau tidak menyukaiku?" "Pernikahan ini bukan tentang suka atau tidak suka, tapi tentang politik." "Aku tahu itu. Tapi apakah kau tahu betapa sakitnya saat suamimu sedikitpun tidak tertarik padam...