Aku telah membaca banyak buku. Buku-buku Mencius, Mo Tzu, dan juga Konfusius. Namun aku tidak menemukan satupun penjelasannya. Ia tak lebih dari putri Yuan yang manja. Seperti kebencianku terhadap Yuan, bukankah seharusnya aku juga membenci orang itu?
-Wang Tae-
Tae Yeon terduduk di kamarnya. Sejak makan malam resmi untuk menyambut rombongan Perdana Menteri Yuan, perutnya terasa sakit melilit. Ia mencoba menahannya di hadapan semua tamu agar mereka tidak tahu betapa lemahnya dirinya. Dan kini, saat ia sendirian, ia tidak bisa menahannya lagi seiring dengan rasa sakit yang menjadi-jadi.
"Jeoha?" Yu Ri masuk dengan tergopoh-gopoh sambil membawakan sebuah mangkok kecil di atas nampan. Melihat Tae Yeon sedang kesakitan, ia berlari menghampiri Tae Yeon lalu membantunya berdiri setelah meletakkan nampan yang ia bawa di atas meja. "Kau mau kemana?"
"Aku ingin berbaring." Tae Yeon menunjuk tempat tidurnya. Nafasnya tersengal karena rasa sakit yang melilit. Peluh menetes dari dahinya dan wajahnya benar-benar pucat.
"Aku membawakan obatmu. Mungkin kau akan merasa lebih baik setelah meminumnya." Yu Ri membantu Tae Yeon menuju ranjangnya kemudian kembali untuk mengambil mangkok yang ia bawa tadi untuk diberikan pada Tae Yeon.
Sambil duduk di ranjangnya, Tae Yeon menerima mangkok yang Yu Ri berikan. Ia meminum isinya dalam sekali teguk lalu mengernyit karena rasanya yang pahit. Setelah menghabiskan obatnya, ia mengembalikan mangkok tersebut pada Yu Ri lalu membaringkan tubuhnya di atas ranjang. "Gomawo, Yu Ri-ah!"
Yu Ri duduk di sisi ranjang sambil tak melepaskan pandangannya dari Tae Yeon. Ia merasa kasihan pada pangeran itu. Di usia yang sangat muda, ia harus menanggung beban yang begitu besar. Ini tidak sekedar pernikahan antara Yuan dan Goryeo.
Menyadari tatapan kasihan Yu Ri padanya, Tae Yeon meringis. "Wae? Kau mengasihaniku?"
Yu Ri tersenyum kecil. Ia melepaskan kalung berbentuk tasbih yang selalu dikenakannya sejak lahir. Itu adalah sebuah kalung yang terbuat dari batu hitam dengan rune kuno tertulis di tiap butirannya. Kalung itu adalah peninggalan terakhir yang diberikan ayahnya. Ibunya mengatakan bahwa Yu Ri tidak boleh melepaskan kalung itu karena kalung itu akan melindunginya. Kalung itu mengikat sebuah mantera yang tidak hanya akan melindungi, namun menolak segala marabahaya. Ia tidak pernah melepaskan benda itu karena pesan ibunya. Namun kini, ia melepaskannya.
"Untukmu!" Yu Ri memberikan kalungnya pada Tae Yeon.
"Ck, yang benar saja!" Tae Yeon memejamkan matanya. Menganggap itu hanyalah candaan Yu Ri, ia tidak menanggapinya dengan serius. Ia pikir Yu Ri tidak mungkin memberikan sesuatu yang begitu berharga padanya.
"Pakai saja!" Yu Ri memaksa. Tanpa persetujuan, ia mengalungkan benda itu melewati kepala Tae Yeon. "Itu akan menangkal nasib buruk."
Tae Yeon kembali duduk. Ia tidak bisa menerima kalung itu sementara ia tahu seberapa berharganya benda tersebut bagi Yu Ri. Namun, belum sempat ia melepas kalung itu, Yu Ri menahannya.
"Tae Yeon-ah! Ini adalah permintaan terakhirku sebagai seorang teman." Kata Yu Ri lagi dengan wajah serius. Sebenarnya ia bukanlah orang yang percaya pada hal-hal klenik seperti jimat keberuntungan atau semacamnya. Tapi, jika benar hal itu ada, maka baginya jauh lebih baik jika Tae Yeon yang memilikinya. Ia tidak membutuhkan keberuntungan apapun lagi. Ia juga tidak membutuhkan perlindungan karena merasa cukup mampu untuk melindungi diri sendiri. Tanpa kalung itu ia akan baik-baik saja. Dan meski itu hanya sebuah kalung biasa, ia berharap Tae Yeon akan sedikit terhibur karenanya. Ia tahu itu bukanlah sesuatu yang berharga bagi Tae Yeon, namun kalung itu adalah benda yang paling berharga yang ia miliki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wang Tae
Fanfiction"Kau tidak pernah menyentuhku, apa ada yang salah? Apa kau tidak menyukaiku?" "Pernikahan ini bukan tentang suka atau tidak suka, tapi tentang politik." "Aku tahu itu. Tapi apakah kau tahu betapa sakitnya saat suamimu sedikitpun tidak tertarik padam...