Ia tidak perlu melakukan apapun agar terlihat bersinar dimataku. Bahkan dengan sikap tak acuhnya. Bahkan dengan ketidak peduliannya. Aku tidak pernah bisa melepaskan diri darinya. Ia memiliki sebuah kharisma yang mampu membuatku terpesona padanya lagi dan lagi.
-Hwang Mi Young-
Beberapa bulan setelah pernikahan kerajaan, gosip-gosip miring tentang malam pertama mulai lenyap. Bisa dikatakan insiden yang terjadi setelahnya menjadi pemicu para penghuni istana tak lagi membicarakan hal tersebut. Tentu saja alasannya karena YoonA. Siapa yang berani mencari gara-gara dengan menjelek-jelekkan sepupu Jendral Im dari Yuan? Tentu saja mereka masih ingin hidup. Mereka masih ingin memiliki kepala yang menyatu dengan tubuh mereka.
Ya, begitulah hukum di Goryeo. Begitu tidak adil. Saat orang Goryeo melakukan kesalahan, maka mereka harus dihukum. Tidak peduli apakah itu adalah rakyat jelata atau bangsawan sekalipun. Tapi, jika yang melakukan kesalahan adalah orang Yuan, maka Goryeo tidak berhak menghukumnya meski ia telah melakukan kerusakan di tanah Goryeo. Itulah yang terjadi pada YoonA. Ia tidak menerima konsekuensi apapun setelah kekacauan besar yang dibuatnya.
Sebagai gantinya, Yu Ri menjadi orang yang melakukan kesalahan dan harus menerima hukuman. Tidak aneh. Bahkan menyalahkan dan menghukum orang mati adalah hal yang lumrah di Goryeo. Setidaknya Yu Ri tidak harus digantung di luar tembok Goryeo hingga membusuk.
Tae Yeon yang sudah menjadi Wangseja pun tidak mampu berbuat apa-apa. Ia sekali lagi bertengkar hebat dengan ayahnya perihal hukuman yang dijatuhkan secara tidak adil terhadap Yu Ri. Raja bersikeras memberikan hukuman terhadap Yu Ri karena telah mengotori istana dengan sebuah pertarungan. Padahal YoonA yang memulai itu semua dan justru tidak diberi sanksi apapun. Tae Yeon bersumpah akan mengubah ini di masa depan. Agar orang-orang Yuan tidak lagi bisa bersikap semena-mena terhadap Goryeo.
Untuk mewujudkan tujuan itu, Tae Yeon mulai menarik hati para pelajar muda dengan cara ikut mengikuti pelajaran formal di sekolah umum. Ia tahu tidak bisa mengharapkan perubahan dari para pejabat yang sudah terlanjur korup dan bobrok. Ia ingin mencoba mengubahnya dari dasar.
Karena tugasnya sebagai putera mahkota, Tae Yeon tidak bisa ke sekolah setiap hari. Sebagai gantinya ia hanya mengikuti pelajaran di kelas dua kali dalam seminggu. Seperti hari-hari biasanya, Tae Yeon yang tidak ikut tinggal di asrama seperti murid lainnya, kembali ke istana setelah pelajaran usai di sore hari. Tae Yeon masih memakai pakaian bepergiannya saat ia kembali dan mendapati ada kerumunan di depan kediaman Sejabin*.
*Sejabin : Istri dari penerus tahta.
Tae Yeon yang hanya ditemani oleh dua orang pengawal datang menghampiri kerumunan itu untuk menanyakan apa yang terjadi. Melihatnya datang, orang-orang yang terdiri dari kasim dan beberapa dayang membungkuk memberi hormat padanya.
"Ada apa ini?" Tanya Tae Yeon pada mereka.
"Jeoha!" Dayang Choi, yang mengepalai paviliun Sejabin maju untuk menjawab pertanyaan Tae Yeon. "Bingung Mama* mengurung diri di kamarnya sejak pagi. Beliau tidak makan apapun juga tidak mengizinkan siapapun masuk ke dalam. Kami khawatir apa ia sakit jadi kami bertanya apa ia ingin dipanggilkan tabib. Tapi, ia malah marah-marah dan mengusir kami semua."
"Bingung belum makan sejak pagi?" Tanya Tae Yeon memastikan.
"Ne, Jeoha." Jawab dayang Choi lagi.
"Bawakan makanannya. Biar aku saja yang mengantarkannya masuk." Perintah Tae Yeon.
"Ne, Jeoha." Dayang Choi memberikan isyarat pada dayang lain untuk segera menyiapkan makanan untuk Mi Young. Para dayang yang lebih muda itu bergegas pergi lalu kembali dengan membawa beberapa nampan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wang Tae
Fanfic"Kau tidak pernah menyentuhku, apa ada yang salah? Apa kau tidak menyukaiku?" "Pernikahan ini bukan tentang suka atau tidak suka, tapi tentang politik." "Aku tahu itu. Tapi apakah kau tahu betapa sakitnya saat suamimu sedikitpun tidak tertarik padam...