~~~Semester empat.
Masa-masa perjalanan menuju gerbang paling sulit, namun bagi mahasiswa seni seperti dirinya, semua semester akan terasa sangat sulit. Mereka lebih banyak berkutat dengan praktek dari pada teori, membuatnya beberapa kali harus menginap di kelas demi menyelesaikan tugas-tugasnya.
Satu buah lukisan tidak bisa selesai hanya dalam waktu satu hari, karena selain membuat garis dan mewarnai, mereka juga harus memikirkan konsep dan cerita di balik karya yang akan menarik minat semua orang terutama para dosen. Mereka harus bisa menceritakan semua tentang satu karya itu dengan baik, tentu sebuah cerita yang harus dibumbui dengan bumbu dramatis dan estetika.
Namun meski sudah dua tahun berlalu menyecap kesengsaraan itu, tak pelak membuat Jisoo mengeluh. Gadis 22 tahun itu sangat menikmati masa belajarnya, berdiri di depan kanvas dan menorehkan warna-warna cantik ke atasnya adalah hakikat kebahagiaan sesungguhnya, benar-benar seperti dirinya sedang dibawa menari.
Semua perilaku itu mengundang iri dengki dari teman-teman seperjuangannya, yang sudah seperti mayat hidup karena selama dua hari ini menginap di kelas. Lee Youngji, teman wanitanya, masih menatap takjub Jisoo yang sedang mewarnai kanvas ketika jam sudah menunjukan jam 9 malam. Sudah ada sekitar 6 jam mereka tertahan di ruangan ini tanpa bisa membeli makanan yang benar, hanya makan makanan siap saji dari minimarket yang sudah muak dia sentuh.
Youngji menatap lagi ke sekitarnya, Seungkwan sudah tepar di depan kanvasnya, sedangkan Dokyeom sedang melamun. Pria itu sudah berpose seperti itu selama 30 menit terakhir, sekarang Youngji khawatir lututnya akan patah karena terlalu lama berjongkok.
"Hei, kalian. Tidakkah kalian berpikir untuk mengambil tidur sebentar? Tidak peduli sebanyak apapun kerja keras itu, kita tetap harus melakukan aktivitas normal seperti manusia lainnya." Youngji memprotes datar. Ia masih terbaring sambil menatap langit-langit studio kelas dengan pandangan kosong. Ia lapar tapi matanya sangat berat, entah yang mana dulu yang harus dilakukan.
Seungkwan yang juga sedang berpose sama dengannya membuang nafas. "Aku sudah 10 menit menahan kotoranku, kakiku terlalu lelah untuk berjalan. Youngji, bisakah kau membawakan WC ke depanku?"
Mendengar itu, Dokyeom akhirnya mendaratkan bokongnya. "Otakku buntu," gumamnya tengah sekarat, bahkan matanya saja sudah tidak fokus.
Jisoo yang mendengarkan keluhan mereka terkekeh. Lukisannya sudah hampir selesai, jadi ia menaruh peralatannya dan membersihkan tangannya dengan tisu basah. Menatap teman-temannya yang sudah tidak berdaya satu persatu sambil bersandar ke jendela yang tertutup, meski beberapa hari lagi langit akan memasuki musim semi, namun cuaca malam masih terasa dingin menusuk.
"Sebentar lagi datang." ujar Jisoo tanpa konteks.
"Apa?" sahut ketiga temannya serempak, terlihat tanpa minat.
"Daging."
"DAGING?????!!!!!" ketiganya buru-buru bangkit dengan mata berbinar seperti anak anjing yang akan diberi makan.
"Aku memesannya 30 menit yang lalu." Ponselnya bergetar. "Oh, sudah dekat. Tunggu sebentar akan aku ambil."
"Tidak! Tidak! Tidak! Aku yang akan mengambilnya." Dokyeom buru-buru melambai dengan cengiran, lantas segera menarik kupluk hoodie Seungkwan untuk menyeretnya keluar bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Knowing Brother
RomanceSepanjang hidupnya, Jeon Jisoo hanya bisa mencicipi kegagalan yang seolah tak berujung. Namun, meski begitu banyak orang yang iri akan kehidupannya sebagai putri bungsu keluarga kaya raya. Ia tidak perlu memikirkan soal uang karena semua kebutuhanny...