Jika kalian bertanya apa aku adalah orang yang gampang menyukai cogan? jawabannya adalah benar. Aku menyukai lelaki tampan. Hey! Bukankah remaja perempuan sekarang memang begitu? Dan jangan lupa jika aku juga adalah remaja biasa. Walaupun aku tergolong cewek yang cuek, jika ditembak cogan, apa aku harus menolak? Yah, tentu saja tidak.
Dan orang yang kini tersenyum menawan sambil berjalan kearahku itu adalah cowok ganteng satu-satunya yang berani menembakku dan membuatku menjadi pacarnya. Apa aku sudah move on padanya? Hey, aku bukan tipe orang yang akan jatuh cinta begitu saja. Saat menjalani kisah cinta bersamanya pun, aku belum ada rasa padanya.
“Abis darimana?” tanya Arkan Romero. Lelaki yang biasa dipanggil Arkan itu masih saja tersenyum menawan dihadapanku dan didepan motorku.
Dan, oh, apa dia buta? “Lo gak liat gue markirin nih motor ditempat mana?”
Dia terkekeh, membuat wajahnya semakin ganteng saja. “Seperti biasa, Reana Siera adalah orang yang berpikiran logis.”
Yeah, itu aku. Aku memutar bola mata dan berdecak. “Mau lo apa, sih? Ngalangin jalan, tau gak?”
Dia terkekeh lagi. “Nyapa mantan gak boleh?”
Aku melepaskan peganganku dari stir motorku, dan membawa tanganku untuk terlipat didepan dada. Aku memandangnya dengan tatapan prihatin. “Apa segitunya lo jatuh cinta sama gue sampe gak mau ngelepasin gue?”
Kali ini dia melotot dan tertawa. “Na ..., Na,” Katanya sambil menggeleng dan berdecak disela gelengannya. “Kalo gue cinta banget sama lo, kita mungkin masih pacaran.”
Aku mengangkat sebelah alisku. Wah, kepercayaan dirinya membuatku terhina. “Jadi menurut lo, kita putus itu tergantung dari keputusan lo? Gitu?” sialannya, dia mengangguk atas perkataanku. Kurang ajar! “Heh! Lo pikir lo siapa sampe berani-beraninya ngerendahin gue?!”
“Gue gak ngerendahin lo.”
“Ya trus? Apa maksud lo tadi?”
Dia mengerutkan alisnya, terlihat berpikir. Dan seperti mendapat pencerahan, Arkan mengacungkan jari telunjuknya. Ia menyeringai kurang ajar. “Ngeramal masa depan?”
Oh sialan! Dengan emosi, aku menstarter motorku. “Minggir!”
Dia mengerjap dan terkekeh. “Reana kalah debat?” tanyanya sok imut.
Aku berdecak dan menatapnya malas. “Gue gak kalah debat! Gue cuma gak mau debat gak penting sama lo! Minggir! Gue mau ke toko buku!”
Dan aku tahu betapa sialannya karna sampai sekarang, dia masih saja bergeming dengan seringai lebarnya. Ia malah bersidekap dada. “Arkan ikut!” serunya manja.
Aku mengernyit jijik, lalu memutar bola mata, dan menggas motorku, membuatnya sempat berjengit. Memiliki ide cemerlang, aku kemudian menyeringai dan menekan rem dengan jariku. Setelah itu, aku menggas motorku, membuatnya menyingkir didepanku dengan panik karena suara knalpot yang menggema.
Tidak mau menyiakan kesempatan berharga, aku pun mulai melajukan motorku dengan cepat. Ha! Rasakan!
***
Sampai dirumah aku mendapati Bundaku yang sedang tersenyum jahil kepadaku ditangga.
Oh, apalagi sekarang? Aku memutar kedua bola mataku. “Ada apa, sih, Bun? Reana mau lewat, nih!”
Bunda malah menyeringai lebar. “Habis darimana? Nyari cowok, ya? Dapet gak?”
Aku memutar bola mataku, jengah. “Apaan, sih, Bun? Na kan cuma nganter Selen doang. Udah, gak sampe nyari cowok. Na kan bukan cabe.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Kronos [COLD DEVIL #3]
Random[Cold Devil Series] "Jadi, nama lo Reana? Hai, salam kenal. Gue Michael, pacar lo mulai hari ini." A-apa?! Dia bilang apa?! PACAR?! Suara "gubrak!" seolah menggema dikepalaku. Tadinya, kupikir aku salah dengar saat anak baru itu tiba-tiba mengucapka...