1 Φ Namaku, Reana

5.8K 283 1
                                    

Aku membanting tubuh lelahku dikasur empuk kesayanganku ini. Sambil menggeliat tidak nyaman, aku membawa diriku untuk merasakan sentuhan dingin seprai kasurku yang sebentar lagi akan hangat karna ada tubuhku yang menggeliat disana. Baru saja aku memejamkan mata beratku, suara pintu terbuka dan sapaan seseorang membuatku kembali terjaga, namun aku keras kepala dan tidak mau membuka mataku.

Enak saja dia menganggu kegiatan 'akan tidur'ku. Tidak tahu aku lelah, apa?

"... Reana Siera!"

Aw! Baiklah! Baiklah! Aku menyerah karena teriakan tidak sabar dan juga suara cempreng sialan itu. Dengan mendengus terlebih dahulu, aku membuka mataku dan menatap datar pada cewek yang kini malah duduk dikursi belajar miliku dengan tangannya yang bersidekap. "Apaan?"

"Anterin gue!"

Aku mengerutkan alis, heran dengan omongan sialannya. "Perlu, gue anter?" sebenarnya, aku tahu kemana tujuannya. Tapi, biarlah.

Dia memutar kedua bola matanya, nampak jengah dengan ucapanku. "Kayak yang tau gue bakal kemana aja."

Aku terduduk dikasur, dan mengedikan bahu atas pertanyaannya. "Paling lo gak boleh make mobil sama nyokap lo, dan lo minta gue anter buat ketemu temen-temen lo yang suka ngebuli gue." Kataku, membuatnya mencebik. "Jangan salahin gue kalo gue ngungkit hal itu. Dan maaf-maaf aja kalo lo kesinggung."

Dia berdecih. "Siapa yang kesinggung? Gue gak nyesel kok sering ngebuli lo."

Aku mengedikan bahu lagi, dan terkekeh. "Ya, ya, seperti biasa, Selena Julian memang suka berbohong."

"Gue gak bohong!"

Aw, berisik sekali. Aku bahkan sampai meringis karenanya. "Iya, iya. Jadi gak gue anter?"

"Jadi." katanya malas.

Aku berdiri dari dudukku, dan mengambil kunci motor matic kesayanganku yang kusimpan dinakas. "Gue anter doang, ya. Abis lo nyampe, gue caw tanpa nunggu lo."

Dia memutar kedua bola matanya. "Ya, ya, terserah. Gak peduli."

Aku terkekeh kecil entah untuk hal apa. Oh, kenalkan! Namaku adalah Reana Siera. Jangan salah menyebut namaku! Bukan Rayna, Reyna, atau Rena. Coba eja namaku dengan Re-a-na. Reana. Bisa?

Dan tadi, dia adalah sepupuku yang sering membuliku disekolah. Entah untuk apa dia membuliku, namun, aku tidak peduli. Selagi dia masih mengunjungiku -yah, walau hanya ada butuhnya saja -, aku tetap menganggapnya sepupu.

Selen berdiri dari duduknya, dan aku pun mendahuluinya untuk keluar dari kamar. Kami turun ke bawah, dan aku bertemu dengan Bundaku yang sedang menonton televisi. Mungkin, karna dia mendengar suara langkah kaki kami, dia menoleh ke belakang. "Na? Lo mau kemana?" ya, kalian tidak salah baca. Memang bundaku yang bertanya begitu.

"Mau nganter Selen, Bun."

Bunda mengangkat kedua alisnya, dan berdiri dari duduknya. "Selen? Kapan lo dateng?"

Aku memutar kedua bola mata, dan berjalan meninggalkan mereka berdua. Jika kalian penasaran akan perilakuku ini, aku akan berkata bahwa aku malas mendengarkan celotehan bundaku yang selalu ingin kekinian itu. Masalahnya? Sepele, sih. Aku tidak mau dibandingkan dengan Selen, dan bundaku pasti akan menyuruhku untuk mengikuti dandanan Selen.

Oh, baiklah, akan aku deskripsikan apa yang membuat kami berbeda. Pertama, aku mempunyai rambut ikal yang selalu kuikat pony tail, sedangkan Selen memiliki rambut lurus panjang yang selalu digerai. Maka dari itu, bundaku selalu menyarankan-lebih tepatnya menyuruhku untuk mencatok rambutku. Kedua, karna aku benci didandani, sedangkan Selen bisa berdandan. Maka dari itu, bundaku selalu menyuruhku untuk setidaknya memakai bedak atau pelembab bibir. Ketiga, karna pakaianku yang terlalu santai, sedangkan pakaian Selen kekinian dan feminim. Maka dari itu, bundaku selalu menyuruhku berbelanja baju bersama Selen agar tau mana yang kekinian dan feminim.

Kronos [COLD DEVIL #3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang