6 Φ Okay, Pass

2.5K 219 0
                                    

Pulang sekolah, seperti biasa, sebuah cappuccino bubble berada ditanganku. Dengan sedotan yang sudah menembus tutup kemasan cappuccinoku, aku meminumnya sambil berjalan masuk ke dalam rumah. Langkahku ringan dan santai dengan tangan kiriku yang memainkan kunci motor di jari. "Reana pulang!" teriakku saat melewati pintu dan mulai menaiki tangga untuk menuju ke kamar.

"Jangan lupa buka sepatu lo!" teriakkan Bundaku yang entah berada di mana terdengar menggelegar seantero rumah.

Aku mengatupkan mulutku rapat, lalu mempercepat langkahku meniti anak tangga. Tanganku menggapai pintu kamar, kemudian masuk dan menutupnya. "Ah! Ya ampun!" seruku kaget saat berbalik dan melihat Selen duduk di tepi kasurku sambil melipat tangannya di depan dada. Wajah Selen terlihat menyeramkan, dan wajarkan saja jika aku kaget. Namun, aku menghela napas lega juga saat tahu jika yang kulihat sekarang adalah manusia. "Gila lo! Ngagetin aja."

Ekspresiku mungkin terlihat sebal saat ini. Tanganku bergerak menyimpan minumanku di nakas, kemudian bergerak membuka kedua sepatuku. Sedangkan mataku, masih bertatapan dengan Selen yang sepertinya benar-benar marah padaku.

Sebelah alisku refleks terangkat setelah melihat wajah masamnya. "Kenapa lo? Diselingkuhin pacar?"

Selen melotot, kemudian memutar kedua bola matanya dengan gerakan malas. "Gue nggak pernah diselingkuhin, ya! Jaga mulut kurang ajar lo!"

"Lebay banget," ucapku sambil berdecak. Kalian juga pasti merasakannya, kan? Dibilang kurang ajar hanya karena sepenggal kalimat itu terasa berlebihan. Aku mendengus. "Lagian, lo kenapa, sih? Tumben-tumbenan mukanya ditekuk gitu."

"Lo beneran pacaran sama El?"

Pertanyaan itu lagi. Sudah berapa orang yang bertanya tentang hubungaku dan El, sih? 4 orang dalam sehari. Benar-benar menakjubkan untuk sesuatu yang bahkan baru sehari disiarkan. Sambil membuang napas pelan dan membanting tubuh ke kasur, aku menjawab, "Ya." lagi.

Selen cepat-cepat menatapku dengan tatapan seriusnya. "Beneran? Lo nggak inget apa yang udah lo lakuin ke dia waktu di kafe?"

Aku mengernyitkan alis dengan heran. Yang kulakukan pada El di kafe? Apa, ya? Aku merasa baru mengenal El hari ini saja? Oh! Apa El adalah salah satu cowok yang Selen jodohkan padaku? Mungkin saja, karena Selen tahu. Dan El juga tadi membicarakan tentang kafe saat bernegosiasi denganku.

"Jangan bilang lo lupa?" tanya Selen cepat, dan membuat aksi berpikirku terhenti.

Aku menatap Selen dengan perasaan bimbang. Apa aku bohong saja? Selen adalah tipe orang yang bemulut cabe. Aku malas mendengarkan celotehannya tentang kemampuanku mengingat seseorang. Jadi, aku hanya mendengus geli dan menjawab, "Inget, lah!"

Selen malah melotot. "Serius lo inget?"

Wajahku berubah datar melihat keseriusannya. "Engga. Gue bohong. Emang ada apa sama gue dan El di kafe?"

Selen menautkan kedua alisnya dengan sedih, lalu menutup matanya dengan kedua tangan. Ia menendang-nendang udara dengan suara tangis yang dibuat-buat. O-ow. Jika Selen sudah drama seperti ini, kemungkinan masalah serius yang dibicarakannya adalah 75% sampai dengan 100%. Dan kali ini, masalah El dan aku ada di presentase serius mana baginya?

Selen akhirnya melepaskan tangannya dari wajah, lalu mengembuskan napas panjang. Matanya menatapku kasihan dengan bibir yang dikulum.

Aku meringis sebal. "Emang kenapa, sih? Tunda dulu dramanya, deh!"

Selen kali ini menatapku dengan amat sangat serius. Ia mencengkram kedua bahuku, dan mulai membuka mulutnya. Tapi kemudian Selen menutup mulutnya lagi, lalu kembali berpose se-drama sebelumnya.

Aku mendesah sebal. "Ya ampun Selen! Gue lempar keluar jendela, ya! Dramanya ditunda dulu, bisa nggak?"

Selen mengembuskan napas panjang, lalu menepuk bahu kiriku. "Lo harus tabah, Na."

"Anjir ya lo! Mau ngasih cerita di kafe aja harus drama dulu!"

"Ini bukan drama! Gue emang se-frustasi ini, Na!"

"Kebanyakan narasi, ah! Ga guna!"

"Siapa suruh lo pikunan?!"

Pertanyaan telak, dan membuatku terdiam. Aku melempar bantal padanya, lalu membanting tubuh ke kasur dan menenggelamkan wajah di bantalku yang lain. Sebenarnya, aku lebih ingin menenggelamkan diriku di dalam lautan bebas dan tidak lagi bertemu dengan orang se-alay Selen. Namun apalah daya. Aku masih ingin hidup.

"Dia mantan gue, Na. Lo pernah berantem sama dia gara-gara dia kasar ke gue waktu di kafe."

Dan aku membeku dengan wajah yang masih berada di atas bantal.

Ah ya, aku ingat momen itu. Entah itu adalah minggu kemarin atau minggu kapan, tapi aku merasa pernah mengalami hal tersebut. Dan mungkin juga benar, orang yang aku tantang di kafe adalah El.

Oh, jadi, inilah alasannya. Si kutu kupret El itu mau membalas dendam karena tidak terima aku marahi?

Kronos [COLD DEVIL #3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang