Tonton yaa guys
Saat ini, muncul lagi kemungkinan mengapa El mau berpacaran denganku.
Yang pertama, adalah tebakanku kemarin jika El ingin balikan sama Selen. Dan sekarang, yaitu yang kedua, untuk membalas dendam kepadaku karena aku pernah memarahinya di depan pengunjung kafe. Aku bahkan menantangnya untuk memukulku. Dan El, karna ia tidak berdaya untuk memukul seorang wanita di depan pengunjung kafe, dia memutuskan merancang rencana agar aku terjebak dengannya menggunakan status pacar. Lalu, karna statusku yang adalah pacarnya, dia dapat memperlakukanku dengan seenaknya karna aku adalah pacarnya.
Hell, no.
Jangan biarkan aku jadi slave-nya. Jijik. Aku bukan wanita dalam film yang akan tetap setia pada suaminya setelah disakiti sedemikian rupa. Bodoh, jika orang-orang menganggap itu adalah pengorbanan. Nyatanya, si pemeran perempuan hanya menyiksa diri. Seharusnya, daripada pasrah, si pemeran wanita memberanikan diri untuk membela keadilan. Dia adalah istri, bukan budak.
Okay, pass.
Aku pastinya tidak akan pernah mau menjadi slave si El. Beuh, mending nge-rengek sama mantan trus minta dibelain buat lepas dari si El. Trus, waktu udah lepas dari si El, aku cari yang baru daripada sama mantan. Sorry lah yaw, aku tidak suka mengulang cerita yang endingnya mudah di tebak.
Aku mengangguk, menyetujui pikiranku.
"Ekhem," dehaman itu datang disusul dengan sebuah sikutan di lenganku. Aku menoleh ke sampingku, dan menemukan Siska yang entah sejak kapan berada di sana.
Ya, saat ini, aku sedang di kelas dan melamun selama ..., ntah berapa menit.
"Na," panggil Siska sambil mengedikan dagunya ke depanku.
Aku mengernyit bingung lalu menoleh ke dapan. Hampir saja aku terjungkal ke belakang saat menyadari wajahku dan wajah orang yang berada didepanku sangat dekat. Aku mengurut dada kiriku dengan lembut, seolah menenangkan yang berada di dalam sana, yang tadi sempat meloncat dari tempatnya.
Aku menggeram kesal. "Hampir aja gue jantungan!" seruku kesal, dan obyek yang kumarahi tetap saja menatapku dengan gaya tangan ala cherry belle dan kepala yang bertopang di atasnya. "Sejak kapan lo ada di sini?"
Kini dia bergerak, menaikan pergelangan tangannya ke depan wajah hanya untuk menatap jam di sana. "Hampir setengah jam," jawabnya sambil nyengir lebar.
Aku mengernyit bingung. "Dan lo nggak mungkin ngeliatin gue selama itu, kan?"
"Mungkin, beberapa detik gue ngga cuma ngeliatin lo doang," ucapnya. "Gue tadi manggil-manggil lo sebentar. Trus saat lo nggak ngejawab selama gue manggil, gue tau lo lagi ngelamun. Trus, yaudah deh gue liatin ekspresi lo waktu lagi ngelamun."
Aku mengerjapkan mataku dengan cepat. Mataku menatap tak percaya pada wajah lelaki di hadapanku ini. Ah, untuk informasi, dia adalah El. Dan aku tidak menyangka jika dia sangat aneh. Menyangka, sih. Hanya saja, aku tidak menyangka jika se-aneh ini. Namun entah mengapa, kelakuannya yang aneh ini malah menimbulkan kegugupan sendiri bagiku. Sehingga, aku hanya dapat berkata, "Oh."
El kembali bergerak. Dia mengambil sesuatu dari dalam tasnya, kemudian memberikannya kepadaku.
Aku mengernyit bingung melihat plastik dengan isi liontin di depanku. "Ini apa?" tanyaku sambil menatap El.
"Gue tadi nemuin itu di jalan."
El itu gila apa bego? Kenapa barang temuannya malah diberikan padaku? Aku makin mengernyit bingung. "Ya terus? Kenapa lo ngasih ini ke gue? Gue kan bukan polisi yang bisa nemuin pemilik kalung ini."
El malah menatapku dengan pandangan tidak percaya. Sejenak, ia terdiam dengan mata yang sedikit melotot. "Gue nemuin ini!"
"Iya. Lo kan udah bilang sebelumnya," ucapku kesal. "Trus, maksud dan tujuan lo ngasih barang ini ke gue, buat apa? Lo harusnya lapor ke polisi atau ke piket biar pemiliknya ketemu!"
El tetap menatapku dengan pandangan tidak percaya. "Gue nggak bisa ngandelin gengsi gue, ya, sama lo?"
"Maksudnya?" tanyaku sambil mengeryit bingung.
"Gue nggak bisa, ya, jual mahal sama lo?" tanya El tidak jelas, sambil menghela napas panjang.
Nah kan, dia marah. Aku bahkan tidak mengerti apa maksud dan tujuannya memberikan kalung ini padaku. Apa dia ingin aku yang melaporkannya pada polisi atau piket? Dasar cowok! Mau minta bantuan saja ribet sekali. Sambil berdecak sebal, aku mengambil liontin tersebut, kemudian berdiri. "Yaudah, gue aja yang ngelaporin temuan lo ini." kataku dengan menekankan kata temuan.
Aku baru saja keluar dari mejaku dan akan pergi dari sana saat El malah menghalangi jalanku dengan tubuhnya yang menjulang tinggi. Aku dapat melihatnya yang berdecak pelan, kemudian merebut plastik berisi liontin itu dengan gerakan pelan.
"Gue nggak minta bantuan lo buat ngelaporin ini, kalo itu yang lo pikirin," katanya sambil membuka bungkusan plastik liontin tersebut. "Gue nggak nemuin ini," lanjutnya sambil mengeluarkan liontin dari bungkusnya. El mendekat. Aku terpaku di tempat saat menyadari tubuh kami sudah sangat dekat. Aku hanya bisa melihat tulang selangkanya karena El sedang memasangkan liontin tersebut di leherku. Setelah selesai, El memundurkan tubuhnya. Ia sedikit membungkuk, dan tangannya kini berada di kepalaku. Bibirnya mengulas sebuah senyum tipis. "Dan gue, sebenernya beli ini buat lo."
Nah loh. Kenapa aku tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya diam di tempat?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Kronos [COLD DEVIL #3]
De Todo[Cold Devil Series] "Jadi, nama lo Reana? Hai, salam kenal. Gue Michael, pacar lo mulai hari ini." A-apa?! Dia bilang apa?! PACAR?! Suara "gubrak!" seolah menggema dikepalaku. Tadinya, kupikir aku salah dengar saat anak baru itu tiba-tiba mengucapka...