Aku mencoba tidak peduli.
Aku mencoba tidak peduli.
Aku mencoba tidak peduli.
Ini tidak nyaman. Benar-benar tidak nyaman. Sangat tidak elit saat seseorang tengah memandangimu, dan kamu serta orang yang memperhatikamu tahu, kalo kamu sedang diperhatikan.
Sialan sekali. Apa maunya cowok itu, sih? Tiba-tiba berkata dengan lantang, bahwa aku itu pacarnya mulai hari ini. Dan sialnya, aku tidak bisa berkata apa-apa saat dia menunjukan senyum miringnya. Haduh, bikin malu! Apalagi, sekarang lelaki itu berada tepat di belakangku, dan memperhatikanku.
Dan aku merasa, apapun yang aku lakukan, aku harus menjaga keanggunanku. Entah mengapa, aku harus bersikap layaknya perempuan, jika aku tidak ingin membuat diriku sendiri malu.
Sebuah sentakan dari belakang membuat kursiku terdorong, dan membuat tubuhku ikut tersentak. Aku menggigit bibir bawahku, merasa jika itu adalah sebuah panggilan bagiku untuk menoleh padanya. Namun, aku mengabaikan. Malah menunduk dan tidak mengacuhkan desisannya.
Sekali lagi, kursiku kembali di tendang olehnya. Kali ini, ia menambahkan kalimat, "Pstt, Reana!" sambil terus-terusan menendang bangkuku.
Terpaksa. Setelah menelan ludah susah payah, aku menoleh kearahnya sambil mengernyitkan alis. Jantungku berdegup cepat, merasa gugup juga jika dihadapkan dengan orang asing, yang bahkan tiba-tiba mengaku pacar. "Apaan?" tanyaku padanya sambil berbisik, karena ada guru yang mengajar di dalam kelas ini.
Michael, malah tersenyum miring. Tubuhnya menyandar di bangku, sedangkan tangannya terlihat berada di bawah meja, yang kutebak berada di saku celana seragamnya. "Hai, pacar ..." ucapnya tidak penting.
Aku mendelik, dan akan berniat menghiraukannya saat dia malah kembali menendang bangkuku. Kali ini, dengan kencang dan membuatku hampir terjatuh dari kursi. Emosiku memuncak seketika. Aku menoleh padanya, menatap tajam. "Lo apaan, sih?! Ngajak ribut, ya?!" bentakku sambil berbisik.
Michael malah tersenyum miring lagi. Kali ini, ia mengeluarkan tangannya. Jari-jari tangannya kini bertaut di atas meja, punggungnya tak lagi menyandar dan kepalanya maju hingga mendekat dengan tubuhku yang menghadap padanya. "Lo jangan lupain kalo gue itu pacar lo."
Aku melotot padanya. "Sejak kapan gue punya pacar? Dan sejak kapan gue kenal lo? Kenapa lo tiba-tiba mengenalkan diri sebagai pacar gue?"
Kukira, hanya Siska saja si setan yang kesetanan. Ternyata, disini ada yang lebih setan dari Siska. Apa mungkin, dia itu setan yang keiblisan? Jadi, tingkat kesetanannya lebih tinggi.
Dan, oh! Aku sangat tidak suka dengan senyum miringnya yang masih saja melekat di wajahnya. "Gue nggak nerima penolakan."
Bibirku tertutup rapat. Gigiku beradu kencang, dan rahangku mengeras. Sungguh ucapannya amat sangat membuatku ilfeel dan risi. "Lo nggak berhak maksa gue."
Kali ini, dia tersenyum. Bukan senyum miring, melainkan senyum mengejek. Badannya kembali mundur dan menyender di bangku, lalu tanganya pun kembali berada di bawah meja, dan mungkin di masukan kedalam saku celananya. "Tentu, gue berhak."
Aku menatapnya tidak suka. "Gitu, ya? Apa yang buat lo berpikir kalo lo berhak?"
"Karna gue kaya," ucapnya kalem sambil mengedikan kedua bahunya.
Aku melotot, menatapnya garang. "Apa hubungannya?!"
Dan dia malah tersenyum miring.
"Ya Reana?"
Suara itu sukses membuatku menegang. Kata, "Sial," aku gumamkan. Aku benar-benar tidak menyadari, bahwa aku mengobrol dengan si setan yang keiblisan ini dengan suara yang kencang. Tepatnya, di kalimat terakhirku sebelum si guru sadar jika aku mengobrol.
![](https://img.wattpad.com/cover/110468738-288-k890324.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kronos [COLD DEVIL #3]
Random[Cold Devil Series] "Jadi, nama lo Reana? Hai, salam kenal. Gue Michael, pacar lo mulai hari ini." A-apa?! Dia bilang apa?! PACAR?! Suara "gubrak!" seolah menggema dikepalaku. Tadinya, kupikir aku salah dengar saat anak baru itu tiba-tiba mengucapka...