1

10.3K 453 8
                                    

Seno
Van, kita putus.

Mata Vania terbuka lebar begitu membaca pesan yang dikirim oleh kekasihnya. Ah, atau mungkin lebih tepat dipanggil mantan kekasihnya.

"Pu-putus?" Vania menatap nanar layar ponselnya. Tangannya bergetar ketika menggenggam ponsel touchscreen itu. Cewek itu tidak percaya dengan apa yang ia baca.

Vania
Putus?

Hanya satu kata itu yang mampu dikirimkan Vania pada Seno. Sungguh perasaan kaget masih mendominasi dirinya. Tiba-tiba diputuskan oleh sang kekasih bukanlah hal yang mampu Vania perkirakan selama ini.

"Seno kenapa sih? Gue salah apa coba," gumam Vania. Gumamannya sudah bergetar pertanda cewek itu menahan sesak dan tangis yang bercokol di dadanya. Vania meremas kuat selimut yang menyelimuti kakinya. Berusaha meredam emosi yang terasa begitu meletup.

Seno
Iya.

Vania
Kenapa?

Lima menit. Seno tidak membalas sama sekali pesannya. Padahal notifikasi whatsapp cowok itu adalah online. Vania beralih membuka grup angkatannya di sekolah yang tiba-tiba ramai. Mata Vania terbelalak kaget mendapati Seno malah muncul di grup dan tidak membalas pesannya sama sekali.

"Dia bener-bener mau mutusin gue?" lirih Vania. Suaranya begitu mengiba. Ia berharap Seno masih mau membalas pesannya dan memberikannya alasan kenapa cowok itu ingin mengakhiri hubungan mereka. Namun nyatanya, hingga lima menit kemudian Seno masih tidak membalas pesannya. Seno sengaja menganggurkan pesan dari Vania.

Vania
Oke, kita putus🙂

Percakapan mereka ditutup oleh Vania sesuai dengan kemauan Seno. Sayangnya pesan tersebut tetap tidak mendapat respon dari Seno. Vania kembali beralih memeriksa grup angkatannya. Air matanya menetes tiba-tiba ketika membaca pesan dari Seno di grup itu.

Seno
Mika Cantik, mau nggak jadi pacar gue? @Mika

***

"Sakit si Seno!" Nora mendengkus kesal begitu selesai mendengar cerita putusnya Vania dan Seno. Cewek itu meremas kuat botol air mineral yang sudah habis isinya.

"Gue salah apa coba? Gue bingung," lirih Vania. Vania menunduk, menjalin jari jemarinya yang terkulai lemas di atas rok kotak-kotak merah—seragam sekolahnya.

"Lo nggak salah apa-apa, Van. Emang tuh cowok yang gila. Bajingan, brengsek!" Nora menggeram tertahan, ingin mengeluarkan umpatan yang lebih untuk Seno. Sungguh ia ingin berteriak jika sekarang mereka bukan berada di kantin sekolah, meski kantin terhitung cukup sepi karena saat ini masih jam PBM. Hanya mereka berdua yang ada di kantin, beserta para penjual tentunya.

Nora menatap sahabatnya yang terlihat begitu kalut. Nora tahu, betapa Vania menyayangi Seno. Sangat malah. Di mata Nora, baru kali ini ia melihat cewek sesabar dan sesayang Vania dalam menghadapi pacarnya. "Lo mau gimana, Van? Perlu gue labrak tuh bajingan?"

"Eeh, jangan!" Vania memegang tangan Nora. Kepalanya menggeleng. "Biarin aja. Udah jalannya mungkin gue harus pisah sama Seno."

"Tapi ini nggak masuk akal! Seno nggak bisa ninggalin lo begitu aja! Dia pikir dia siapa?! Gue nggak terima lo diperlakuin kayak sampah sama Seno. Lo terlalu berharga untuk itu, Van." Mata Vania sudah berkaca-kaca mendengar penuturan Nora. Vania tahu, Nora sangat menyayanginya sebagai sahabat. Sahabat mana yang akan tega melihat sahabatnya diperlakukan seperti sampah seperti itu? Dicampakkan begitu saja tanpa penjelasan.

"Gue nggak mau lo ribut sama Seno. Lo tau dia orangnya gimana. Lagipula Mika–"

"Yang." Vania tidak lagi melanjutkan perkatannya. Bima, pacar Nora memanggil Nora. Dan disamping Bima ada ... Seno.

VaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang