Well you only need the light when it's burning low
Only miss the sun when it starts to snow
Only know you love her when you let her go
Only know you've been high when you're feeling low
Only hate the road when you're missing home
Only know you love her when you let her go
And you let her go
(Passenger - Let Her Go)***
Pagi ini Seno datang ke sekolah lebih cepat dari biasanya. Sangat cepat malah. Ia menjadi siswa pertama yang datang. Satpam sekolah saja heran ketika melihat motor Seno melintas melewati gerbang sepagi itu. Pasalnya, Seno merupakan salah satu siswa langganan datang paling akhir nyaris terlambat.
"Weh Seno, kenapa nih pagi-pagi udah di sekolah?" Tanya pak Satpam.
"Mau ngeliat wajah Bapak pagi-pagi. Siapa tau beleknya masih ketinggalan." Refleks pak Satpam mengucek matanya, membersihkan matanya yang membuat Seno tergelak.
"Becanda Pak!" Pekik Seno begitu sudah lumayan jauh. Pak Satpam menggerutu kesal begitu sadar jika ia baru saja dikerjai oleh Seno.
"Dasar bocah gendeng!"
Seno berjalan santai ke arah kelasnya. Sekolah masih begitu sepi. Seno merapatkan jaket boomber hitam miliknya begitu semilir angin terasa menusuk hingga ke tulang.
Jika kalian ingin bertanya ada gerangan apa Seno bisa sampai di sekolah sepagi ini, Seno pun juga tidak tahu alasannya. Yang jelas cowok itu tidak bisa tidur semalaman. Semua yang Bima katakan terngiang di kepalanya hingga ia terus memikirkan Vania. Ketika pagi mulai datang, Seno memilih untuk bersiap ke sekolah daripada pikirannya makin kalut memikirkan Vania dan hatinya yang sudah begitu Seno sakiti.
"Sialan! Kenapa gue nggak bisa berhenti mikirin cewek itu." Seno mengusap kasar wajahnya. Ia melempar tasnya sembarangan, lalu beralih duduk di kursi guru yang bisa berputar itu. Seno mengangkat kakinya hingga bersandar ke meja, lalu menggerakkan badannya hingga kursi sedikit berputar ke kanan dan ke kiri.
"Apa emang Vania yang gue butuhin?" Gumam Seno. Cowok itu asik dengan pemikirannya sendiri hingga tanpa sadar dirinya terpaku ketika melihat Vania lewat di depan kelasnya. Bersama seorang cowok, Bintang.
Refleks Seno bangkit dari duduknya lalu melangkah cepat untuk memperhatikan punggung Vania dan Bintang yang mulai menjauh. Kedua orang itu tampak sesekali bercanda dan Vania memukul bahu Bintang pelan.
"Shit!" Tanpa sadar Seno menggeram. Ia mengepalkan tangannya kuat hingga kuku-kukunya memutih. Cowok itu terlihat... geram?
***
"Makasih ya Bi, udah mau nebengin gue." Vania tersenyum lebar begitu sampai di kelasnya. Tadi saat ingin berangkat sekolah, Bintang tiba-tiba muncul didepannya, menawarkan berangkat sekolah bersama. Awalnya Vania menolak karena tidak ingin merepotkan. Lagipula Vania dan Bintang tidak terlalu dekat meski mereka satu sekolah dan satu angkatan. Tapi Bintang terus memaksa hingga mau tidak mau Vania mengiyakan tawaran Bintang.
"It's okay. Lagian kayaknya gue yang terlalu maksain lo buat berangkat bareng gue."
"Eh bukan gitu." Vania tampak gelagapan menanggapi ucapan Bintang. Bintang sudah sangat baik padanya hingga menawarkannya pergi ke sekolah bersama. Mana mungkin Vania membiarkan Bintang mengatakan hal seperti itu. "Gue cuma nggak enak aja ngerepotin lo."
"Gue nggak merasa direpotin. Sama sekali. Gue malah seneng," kata Bintang lembut. Cowok itu tersenyum seraya mengacak rambut Vania.
"Ih Bi! Rambut gue kusut," kesal Vania. Cewek itu dengan cepat memindahkan tangan Bintang dari atas kepalanya hingga membuat Bintang tergelak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vania
Teen FictionVania tidak mengerti kenapa Seno memutuskannya secara tiba-tiba. Disaat hubungan mereka baik-baik saja dan tidak ada masalah. Saat ditanya alasannya, Seno tidak memberi jawaban apapun sama sekali. Belum selesai dengan patah hatinya karena diputuskan...