"Yang, kamu kenapa sih?" Mika menggoyangkan lengan Seno. Seno menatap jengah pada pacarnya, lalu menghempaskan tangan cewek itu darinya.
"Jangan manja deh," seru Seno kesal. Mika mengernyitkan keningnya bingung. Sikap Seno padanya mulai berubah satu minggu terakhir ini. Seno sering tidak memedulikannya, berlaku cuek hingga tidak lagi memberi kabar ketika mereka tidak saling bertatap muka.
"Ada masalah? Kamu marah sama aku?"
"Bisa nggak sih kamu itu nggak usah nanya-nanya dulu. Aku males ladeninnya. Aku lagi capek, Mi," kata Seno. Nada malas kentara dari suaranya.
"Nggak bisa. Kamu aneh akhir-akhir ini, Sen. Kamu nggak perhatian lagi sama kamu. Kamu cuek. Kamu nggak pernah lagi ajak aku kencan. Kamu terlalu sibuk sama dunia kamu sampai cuma untuk ngasih kabar aja kamu nggak bisa. Kamu kenapa sih?" tuntut Mika tidak mau mengalah.
"Kamu tuh yang aneh. Lagian aku udah bilang ke kamu kalau aku sibuk bantu-bantu di bengkel bokap. Aku nggak suka diganggu saat aku lagi sibuk. Cuma itu. Selebihnya aku tetap biasa aja," elak Seno. Cowok itu merasa ia masih sama. Tidak ada yang berbeda. Ia hanya sibuk membantu di bengkel Ayahnya dan tidak mau diganggu oleh Mika dulu.
"Kamu jangan ngelak terus! Kamu pikir aku cewek yang tetap diam liatin kamu berubah kayak gini ke aku. Kesibukan kamu bukan alasan. Sesibuknya kamu, harusnya kamu bisa ngabarin aku. Kamu anggap aku apa?"
"Kamu bisa nggak sih diam nggak banyak nuntut? Bisa nggak kayak Vania yang sabar hadapin aku?" Tiba-tiba nama Vania terlontar begitu aja dari mulut Seno. Mika terkejut, Seno apalagi. Cowok itu tidak menyangka ia bisa menyebut nama Vania ditengah pertengkarannya dengan Mika.
"Oh jadi ini karena Vania? Karena mantan kamu itu? Sorry Sen, aku nggak bakal bisa bersikap seperti Vania yang diam aja liat perubahan kamu yang kayak gini ke aku. Kalau kamu udah nggak sayang lagi, bilang. Aku nggak mau ngemis-ngemis cinta kamu. Cowok di dunia ini bukan cuma kamu, ngerti?" tekan Mika. Ya begitulah karakter cewek bernama Mika ini. Begitu berani dan frontal. Ia tidak segan-segan mengeluarkan apa yang ada di kepalanya, tanpa harus takut ataupun memendam lama.
"Ngawur ah. Udahlah, aku capek." Seno hendak beranjak pergi, namun Mika menahan tangannya.
"Aku nggak mau kamu kabur-kaburan kayak gini. Aku mau masalah kita selesai. Aku mau waktu kamu ada untuk aku. Aku mau Seno yang jadi pacar aku diawal kita pacaran."
"Mika! Aku nggak suka dikekang! Aku nggak suka kamu ngatur-ngatur aku! Kamu ngerti nggak sih?" Emosi Seno mulai terpancing. Ia mengepalkan tangannya kuat. Berusaha membuat dirinya tetap tenang.
"Oh oke! Kalau kamu nggak mau ngertiin aku, aku juga. Mulai sekarang kita putus!" putus Mika. Cewek itu menatap Seno tajam. Tidak ada sorot takut maupun ragu-ragu dari matanya.
"Oke, terserah. Putus memang jalan terbaik." Setelah itu Seno pergi menjauh. Meninggalkan Mika yang menggeram kesal lalu ikut pergi dari sana. Hari ini, hubungan Seno dan Mika telah berakhir.
***
Seno
Bim, lo dimana?Bima
Di rumah. Kenapa?Seno
Gue ke rumah lo.Setelah kejadian Mika memutuskannya, Seno menuju rumah Bima. Ia merasa sangat suntuk dan sepertinya ke rumah Bima bisa menghilangkan kesuntukannya.
"Kenapa lo? Suntuk gitu?" tanya Bima begitu Seno nyelonong masuk ke kamarnya. Seno diam tidak menjawab. Ia malah menghempaskan badannya ke atas kasur Bima.
"Heh Dugong! Kalau cogan nanya itu ya di jawab. Malah bengong," tegur Bima kesal.
Seno menatap Bima malas. Ia lalu berguling-guling di kasur lalu menghembuskan napas kasar.
"Gue putus sama Mika," kata Seno lima menit kemudian. Bima yang awalnya sudah mulai tidak peduli pada Seno, spontan melebarkan matanya.
"Lo putus sama Mika? Gila lo ya! Baru sebulan pacaran udah lo putusin aja."
"Bukan gue yang mutusin. Dia," koreksi Seno.
"Tapi pasti yang salah itu lo. Lo kan nggak pernah normal kalau pacaran," cibir Bima. Seno mendengus kesal. Sahabatnya itu kalau berbicara selalu benar. "Terus lo galau?"
"Nggak. Gue biasa aja."
"Terus tuh muka kenapa kusut bener?"
"Gue cuma heran," kata Seno menggantung. "Pas tadi gue berantem sama Mika sebelum putus, gue keceplosan bawa nama Vania."
"Hah?! Gila lo ya! Lo nggak usah bawa-bawa Vania lagi ke masalah lo, ke hidup lo. Nggak puas apa lo nyakitin dia?" Bima protes tidak setuju. Seno sahabatnya. Tapi ia tetap tidak suka melihat kelakuan brengsek Seno pada Vania.
"Gue nggak tau, Bim. Tadi, pas Mika terlalu banyak nuntut dan nggak bisa ngertiin gue, gue tiba-tiba ingat Vania. Gue ingat tuh cewek yang sabar banget hadapin gue. Nggak pernah nuntut. Selalu ngerti. Dia biarin gue lakuin apa yang gue suka. Mereka terlalu kontras," lirih Seno. Bima mulai tertarik dengan curhatan Seno kali. Bima sebenarnya bukan tipe yang suka mengurusi hidup orang. Tapi sepertinya kali ini, ia harus melakukan sesuatu.
"Emangnya alasan Mika minta putus apa?"
"Mika bilang gue berubah. Cuek, nggak perhatian lagi sama dia, dan terlalu sibuk sama bengkel. Dia ngeluh sama gue yang jarang banget ngasih kabar. Harusnya dia ngerti dong. Hidup gue nggak berpusat ke dia aja."
Bima menghela napas berat. Sahabatnya ini memang bodoh dan terlalu egois dalam menjalin sebuah hubungan. Pantas saja Mika memilih putus dengan Seno. "Ogeb lo nggak hilang-hilang ya, Sen. Ya iyalah dia minta putus. Mana ada cewek yang tahan. Alasan lo terlalu klasik dengan mengambing hitamkan kesibukan lo di bengkel. Sesibuknya lo, lo pasti bisa sebentar aja ngasih kabar."
"Klasik gimana? Mika aja yang terlalu menye. Selalu mau diperhatiin dan nuntut gue. Pas gue pacaran sama Vania, Vania nggak pernah nuntut gue. Dia ngerti kalau gue lagi sibuk di bengkel. Nggak bisa ke dia mulu. Dia sabar ngehadapin gue. Kenapa Mika nggak?" Tanpa sadar Seno kembali membandingkan Vania dan Mika. Bima menatap prihatin pada sahabatnya. Bima ingin meralat ucapannya yang tadi. Seno itu super bodoh dan super egois. Peringkat teratas Bima sematkan kedua gelar itu padanya.
"Lo masih nggak nyadar juga ya, Sen? Sorry kalau topik gue melenceng. Lo tau Vania paling sabar dan paling bisa ngertiin lo? Tapi kenapa lo malah ninggalin dia? Kenapa lo malah bikin cewek yang paling tepat untuk lo nangis? Lo itu bodoh atau apasih?"
"Maksud lo apaan?" Seno mendudukan tubuhnya. Ia mengernyit bingung.
"Lo cerita tentang perbandingan Vania sama Mika ke gue. Secara nggak langsung, lo mau Mika bersikap sama kayak Vania. Yang selalu ngertiin lo, sabar sama lo, dan nggak banyak mau dan nuntut lo.
Sen, sifat orang nggak semua sama. Karena itu kita nggak bisa nyaman sama semua orang. Lo nggak bisa maksa Mika sama kayak Vania. Lo jangan jadi egois.
Lagipula, kenapa sih lo nggak pertahanin Vania aja kalau sebenarnya lo tau, cuma Vania yang paling bisa ngehadapin lo, cuma Vania yang paling tahan sama lo? Kenapa lo harus ikutin ego dan rasa bosan lo yang nggak masuk akal itu?
Lo tau nggak sebenarnya seberapa besar perasaan Vania ke lo? Vania memang nggak pernah cerita ke gue. Cuma dari Nora gue tau kalau dia sangat-sangat sayang sama lo. Cewek mana sih yang tahan punya cowok egois super akut kayak lo gini? Nggak ada. Cuma Vania. Mika aja, cewek yang lo banggain itu, menyerah. Cuma Vania, cewek yang lo buang dengan nggak pakai otak, bertahan sama lo. Bertahan cuma karena dia sangat sayang sama lo yang begitu egois, perlakuin dia semena-mena. Kalau gue liatin, Vania itu cewek bodoh yang mau aja ngertiin manusia paling egois kayak lo.
Gue sahabat lo, Sen. Gue cuma nggak mau lo menyesal karena udah terlalu bodoh nyia-nyiain cewek yang sebenarnya, jauh di dalam lubuk hati lo, lo tau kalau dia yang paling pantas sama lo."
Setelah itu Bima beranjak keluar dari kamarnya. Memberi waktu berpikir pada Seno. Membiarkan sahabatnya itu menyerna setiap kalimat yang ia lontarkan. Bima tidak ingin Seno menyesal begitu ia memang telah kehilangan Vania sepenuhnya. Menurut Bima, hanya Vania yang mampu mengimbangi segala keegoisan sahabatnya itu. Jangan sampai Seno kehilangan cewek yang paling bisa mengerti dirinya. Karena jika sudah terjadi, Bima tidak yakin apakah Seno akan kembali mendapatkan cewek dengan kekerasan dan keteguhan hati yang sama dengan Vania.
*tbc
Love, Vand🦋

KAMU SEDANG MEMBACA
Vania
أدب المراهقينVania tidak mengerti kenapa Seno memutuskannya secara tiba-tiba. Disaat hubungan mereka baik-baik saja dan tidak ada masalah. Saat ditanya alasannya, Seno tidak memberi jawaban apapun sama sekali. Belum selesai dengan patah hatinya karena diputuskan...