Seno merapikan pakaiannya seraya menatap cermin yang memantulkan tampilan dirinya. Malam ini dia akan pergi bersama Vania. Agendanya hanya makan malam dan berkeliling alun-alun kota. Tapi Seno tetap mempersiapkan diri semaksimalkan mungkin. Perkataannya yang ingin kembali pada Vania bukan isapan jempol belaka.
"Yang mau kencan sama mantan rapi banget nih," sindir Bima. Bima, Reno, Gino, dan Satria memang berada di rumah Seno yang kebetulan kosong karena mereka janjian menginap dan begadang bersama untuk nonton bola. Seno kira para sahabatnya itu akan datang pukul sepuluh malam, seperti kebiasaan mereka selama ini. Dia merasa tidak perlu memberi tahu kalau dia ada acara sebelum jam sepuluh malam. Ternyata keempat sahabatnya itu datang lebih cepat dari biasanya, jam enam sore. Jadilah keempat orang itu Seno tinggalkan sebentar di rumahnya. Seno tidak mau kencannya batal karena para sahabatnya yang datang tidak sesuai jadwal itu.
"Gimana sih rasanya jatuh cinta lagi ke orang yang sama, Sen? Gue kok nggak pernah ngerasain ya?" Tanya Reno polos seraya memakan keripik kentang yang tadi mereka beli untuk persiapan begadang malam ini.
"Playboy cap kadal kayak lo mana mungkin pernah rasainnya. Gue aja ragu kalau lo selama ini benar-benar jatuh cinta sama mantan-mantan lo itu." Satria menoyor pelan kepala sahabatnya itu yang membuat Reno misuh-misuh kesal.
"Seno juga playboy tuh. Lo lupa kalau mereka itu kembar? Reno dan Seno, si duo playboy," celutuk Gino yang sedari tadi fokus dengan ponsel di tangannya. Cowok itu sedang memainkan game online.
"Ralat dong. Seno mah udah insaf. Sejak kena karma karena jahatin Vania."
Tawa keempat sahabat itu meledak, menyisakan Seno yang kesal karena sering jadi korban bully-an keempat sahabatnya. Sejak Seno terang-terangan mengakui bahwa dia ingin kembali pada Vania, keempat sahabatnya itu tidak henti menggodanya. Tapi dibalik itu semua mereka lega, akhirnya Seno menyadari bahwa menyia-nyiakan Vania adalah sebuah kesalahan.
"Bacot lo semua ah," kesal Seno. Cowok itu mengambil jam tangan hitamnya lalu mengenakannya di pergelangan tangan kirinya. Setelah itu dia memasukan dompet dan ponsel ke saku celana jeansnya. "Kunci motor gue mana, Sat?"
Tadi Satria meminjam motor Seno untuk membeli kacang yang lupa dibeli sebelum ke rumah Seno.
"Nih." Satria melemparkan kunci motor Seno yang ditangkap cowok itu dengan tangkas.
"Lo sama Vania mau kemana?" Tanya Reno.
"Kepo lo kayak dora." Reno merenggut mendengar jawaban ketus Seno.
"Sen, lo beneran serius sama Vania kali inikan? Lo berniat balikan sama dia bukan buat untuk ditinggalin lagikan?" Semua orang tahu jika diantara keempat sahabat Seno, Bima yang paling peduli mengenai hubungan Seno dan Vania. Bukan karena apa-apa. Bima cukup dekat dengan Vania karena Vania itu sahabat kekasihnya.
"Seriuslah. Ngapain gue ngejar-ngejar dia lagi kalau cuma buat gue mainin? Bim, gue tahu gue itu cowok brengsek. Tapi lo harus percaya, gue sama Vania nggak main-main. Gue nggak mau kehilangan Vania lagi," jawab Seno mantap.
"Lo harus gercep sebelum disalip sama Bintang."
"Bintang?" Celutukan Gino mendapat tanda tanya dari sahabatnya yang lain.
"Gue nggak sengaja dengar pembicaraan Lala sama temannya di kelas. Lala bilang kalau Bintang kayaknya suka sama Vania. Lo semua tahulah gimana persahabatan Lala dan Bintang yang kadang kayak orang pacaran itu. Lala ceritanya sambil kesal ke temannya."
"Wow! Lawan Seno kali ini nggak main-main. Bintang si ketua OSIS yang terkenal banget seantero sekolah."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Vania
Teen FictionVania tidak mengerti kenapa Seno memutuskannya secara tiba-tiba. Disaat hubungan mereka baik-baik saja dan tidak ada masalah. Saat ditanya alasannya, Seno tidak memberi jawaban apapun sama sekali. Belum selesai dengan patah hatinya karena diputuskan...