Tujuh

1.3K 77 0
                                    

"Lo yakin nggak mau gue antar pulang?" tanya Bintang khawatir. Setelah kejadian Vania tiba-tiba memeluknya dan menangis keras, Bintang setia menemani Vania hingga cewek itu berhenti menangis dan minta untuk diantarkan ke rumah Nora.

"Gue nggak mungkin pulang dengan keadaan beginikan?" Vania menertawakan sendiri penampilannya yang benar-benar berantakan. Matanya bengkak karena terlalu lama menangis, serta pipi dan hidungnya yang masih merah.

"Iya juga sih. Atau lo mau gue temani dulu sampai sisa tangis lo hilang? Gue cariin es batu buat kompres mata lo biar nggak terlalu bengkak," tawar Bintang.

"Nggak usah, Bi. Antar ke tempat Nora aja. Gue nggak enak ngerepotin lo lebih dari ini." Meskipun kehadiran Bintang benar-benar disyukurinya saat ini, Vania tidak mungkin merepotkan Bintang lagi. Sudah cukup dia merepotkan Bintang dengan air mata dan mengantarnya ke rumah Nora.

"Gue nggak ngerasa direpotin kok. Oke, gue antar lo ke rumah Nora. Tapi gue bakal tetap nyariin es batu sama kain buat kompres mata lo. Setidaknya pas nyampe rumah Nora, mata lo nggak akan sebengkak sekerang. Lo bisa kompres selama diperjalanan," kata Bintang final tidak mau dibantah. Vania terpaksa setuju dan menggumamkan terima kasih. Padahal dia bisa mengkompres matanya nanti di rumah Nora. "Tunggu bentar, ya."

Bintang keluar dari mobilnya, mencari es batu serta kain di warung-warung kecil yang ada disekitar alun-alun. Sementara Vania, cewek itu mengistirahatkan tubuhnya yang lelah pada sandaran jok mobil Bintang. Menangis selama setengah jam cukup menguras tenaganya.

Vania menutup matanya. Berharap bisa melupakan sejenak kejadian yang baru dialaminya tadi. Berharap bisa melupakan fakta yang diucapkan oleh Mika tadi. Vania benar-benar tidak menyangka Seno pernah melakukan hal sejahat itu pada dirinya. Vania jadi menyesal setuju untuk keluar malam ini dengan Seno. Jika dia menolak, Vania pasti akan terhindar dari luka ini. Tidak perlu mengetahui fakta yang melukai hatinya.

Tapi, jika Mika tidak bertemu mereka dan mengatakan hal yang sebenarnya padanya malam ini, Vania tidak tahu sampai kapan dia akan dibohongi terus-terusan. Jika Mika tidak mengatakannya, Vania yakin dia tidak akan pernah tahu apa yang terjadi sebenarnya. Haruskah Vania bersyukur bisa mengetahui kejahatan Seno padanya malam ini? Yang Vania tahu, kehadiran Bintang malam ini adalah hal yang paling dia syukuri.

Vania cukup lama termenung hingga mendengar seseorang membuka pintu bagian kemudi. Bintang sudah kembali dengan kantong kresek di tangannya. Cowok itu mengeluarkan es yang dibungkus plastik serta sebuah kain kecil. Bintang membalut es yang dibungkus plastik itu dengan kain, lalu memberikannya ke Vania.

"Mau gue bantu kompresin?"

"Ng ... nggak usah, Bi. Gue aja. Makasih ya."

Vania segera mengambil kompresan itu lalu mengompres matanya perlahan. Hawa dingin langsung terasa di kulit sekitar matanya ketika kompresan itu bersentuhan dengan kulitnya.

"Jangan terlalu ditekan. Terus harus sering lo angkat dan tarok lagi, biar nggak terlalu dingin," pesan Bintang perhatian. Vania mengangguk kaku, salah tingkah dengan perhatian Bintang padanya.

"I ... iya."

"Mau langsung ke rumah Nora?"

"Iya. Takutnya kemaleman gue nyampe rumahnya."

"Oke. Arahin aja jalannya."

***

"Thanks ya, Bi udah mau anterin Vania," kata Nora ketika menyambut kedatangan Vania dan Bintang di teras rumahnya. Tadi ketika dia sedang nonton drakor bersama adiknya, Vania tiba-tiba menelpon dan mengatakan ingin menginap malam ini di rumahnya.

"Sama-sama, Ra. Nggak masalah kok."

"Lo mau mampir dulu?"

"Nggak usah, gue langsung pulang aja. Udah terlalu malem. Nggak sopan bertamu jam segini," tolak Bintang sopan.

"Makasih ya, Bi. Gue berhutang banget sama lo," lirih Vania yang bahunya dirangkul Nora saat ini. Cewek itu menyunggingkan senyum manisnya, yang dibalas serupa oleh Bintang.

"Lo tahu kalau gue ikhlas bantuin lo, Van. Habis ini langsung istirahat ya. Gue tahu lo pasti capek abis nangis," kata Bintang perhatian. Vania mengangguk canggung. Sedangkan Nora seperti menangkap sesuatu dari interaksi dua orang ini.

"Uh Bintang perhatian banget sih sama lo, Van," goda Nora jahil. Vania mendadak memerah malu.

"Apa sih, Ra. Yuk masuk," ajak Vania agar tidak digoda lagi oleh Nora. "Lo hati-hati pulangnya ya, Bi."

Ketika Nora dan Vania hendak membuka pintu, Bintang tiba-tiba memanggil Nora.

"Ra." Bintang menatap cewek itu dengan tatapan berarti. Seperti ingin mengatakan sesuatu tapi tertahan karena ada Vania. Nora yang mengerti segera menyuruh Vania untuk masuk duluan. Vania hanya menuruti karena mengira mereka ada pembicaraan penting.

"Kenapa, Bi? Kayaknya penting banget sampai Vania nggak boleh dengar," tanya Nora penasaran. Cewek itu berdiri dihadapan Bintang dengan tangan dilipat di dada.

"Tadi gue ketemu Vania di alun-alun. Dia nangis sendirian dan gue nggak tahu kenapa. Gue mau nanya tapi nggak mau maksa dia. Lo malam ini temani dia ya, Ra. Kalau bisa coba tanya pelan-pelan penyebab dia nangis. Gue khawatir dia kenapa-napa."

"Nangis sendirian di alun-alun?" Tanya Nora memastikan. Setahu Nora, malam ini Vania pergi bersama Seno. Lalu kenapa sahabatnya itu malah ditemukan Bintang dalam keadaan sendirian dan menangis?

"Iya. Gue tadi ke alun-alun beli pesanan adik gue. Pas mau pulang, gue liat cewek duduk di trotoar sendirian. Perawakannya mirip banget sama Vania. Pas gue samperin, ternyata emang Vania. Dia udah nangis dan kondisinya kacau banget. Pas liat gue, dia langsung meluk gue dan nangis makin keras. Gue nggak bisa lakuin apa-apa selain nenangin dia. Gue benar-benar khawatir, soalnya Vania sendirian disana. Tapi kalau dia nggak mau cerita, nggak usah dipaksa. Tunggu sampai dia mau aja. Gue nggak mau Vania ngerasa ditekan," kata Bintang panjang lebar. Kekhawatiran tersirat jelas dari setiap perkataan yang meluncur dari mulutnya dan Nora dapat menangkap itu dengan jelas.

"Kenapa lo sekhawatir dan sepeduli ini sama Vania? Lo suka sama Vania?" tanya Nora to the point, tanpa basa-basi. Dia hanya ingin memastikan bagaimana perasaan cowok didepannya ini pada sahabatnya.

"Keliatan banget ya?" Nora terkejut mendengar jawaban Bintang yang terlampau jujur. Nora kira Bintang akan mengelak terlebih dahulu sebelum mengaku. Ternyata cowok itu memilih untuk mengakui perasaannya.

"Lo beneran suka? Nggak main-main? Sejak kapan?"

"Iya. Gue serius suka sama Vania. Gue udah pernah bilang juga ke Vania, walaupun nggak secara gamblang. Kalau sejak kapan, gue nggak tahu pasti. Tapi sejak gue liat Vania nangisin Seno di taman belakang sekolah beberapa bulan yang lalu, gue nggak bisa untuk nggak acuh dengan kehadiran dia disekitar gue. Nggak tahu kenapa, Vania seperti punya daya tarik tersendiri untuk menarik gue lebih dekat ke dia."

"Wow. Sumpah, gue nggak nyangka sama sekali kalau lo suka sama Vania," takjub Nora. Bintang dan Vania tidak terlihat dekat selama ini, meskipun Bintang pernah mengantar Vania ke sekolah. Dua orang itu seperti teman biasa, apalagi respon Bintang ke Vania terlihat biasa saja. Tidak terlihat sedikitpun jika cowok itu menyukai Vania.

"Gue juga nggak nyangka bisa suka sama cewek yang lagi patah hati seperti Vania. Gue nggak tahu kenapa, tiap liat Vania, gue selalu merasa mau untuk mengobati hatinya."

"Gue juga berharap Vania segera bisa sembuh total dari patah hatinya. Gue tahu selama ini dia lagi berusaha, tapi hasilnya belum sesuai harapan. Gue berharap dia bisa sembuh dengan atau tanpa bantuan orang lain. Tapi gue akan senang kalau lo yang jadi alasan Vania bisa sembuh dan membuka lembaran baru di hidupnya."

"Lo nggak papa kalau gue suka dan mau memperjuangkan Vania? Bukannya lo tahu kalau Seno–"

"Iya sih. Gue tahu Seno juga lagi nyari peruntungannya. Tapi ntah kenapa, gue nggak mau Vania balikan sama Seno. Gue nggak mau dia jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya. Pengkhianatan dia bikin gue nggak bisa percaya 100% sama dia. Vania sendiri yang mau ngasih kesempatan sama Seno, gue nggak bisa larang. Itu hak Vania. Tapi lo tenang aja, gue ada dipihak lo kok." Nora menepuk bahu Bintang. Memberi semangat pada cowok itu untuk mendapatkan Vania.

"Thank you untuk dukungannya. Gue lega udah direstui sama sahabat Vania. Doain Vania yakin ngasih hatinya ke gue ya."

*tbc

Love,
Vand🦋

VaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang