hurt.

957 67 1
                                    

Yona dan Kinal tengah berada dalam sebuah cafe, pertemuan yang sebenarnya tidak pernah Yona inginkan.

Yona menatap sekitar, memperhatikan sekeliling cafe. Sementara Kinal termenung, larut dalam fikirannya sendiri.

"Pesanannya, kak." Ujar seorang pelayan sambil membawa dua gelas minuman yang di letakan diatas piringan kaca.

"Terimakasih ya, mbak," ucap Yona saat pelayan itu meletakkan gelas tersebut di meja.

Kinal menatap Yona, dalam sorot mata iti terdapat rindu yang membuncah.

"Terimakasih ya, kamu udah mau sempatin waktu buat bisa ketemu sama aku. Padahal aku tadinya yakin banget kamu bakal nolak ajakanku." ujar Kinal sembari tersenyum. Senyuman yang dari dulu tak pernah berubah, tetap menawan dan menyita tempat di dalam lubuk hati Yona.

Yona tidak menjawab apapun, jemari miliknya mengambil gelas minuman lalu memeluk badan gelas minuman yang hangat itu. Berharap hangatnya dapat meredakan dinginnya angin malam.

Sudah hampir lebih dari satu tahun semenjak Yona dan Kinal duduk berdua di cafe favorit mereka yang berada di kawasan pinggiran kota ini. Padahal dulu, terhitung hampir setiap hari mereka menghabiskan waktu di tempat ini.

"Jadi, apa kesibukan kamu sekarang? Apa kamu masih suka menulis seperti dulu?" Tanya Kinal.

Ingin sekali rasanya Yona menjawab, bahwa Kinal adalah pemeran di balik setiap kisah manis yang ia tulis. Juga segala rasa sakit dan kecewa yang Yona tuangkan dalam setiap ceritanya.

"Masih, kok. Aku masih sering nulis." Jawab Yona.

"Apa kamu masih bakalan terus merahasiakan itu dari aku?" Kinal menatap Yona.

Bahkan tanpa perlu Kinal membacanya, seharusnya Kinal bisa menebak bahwa dia adalah pemeran utama di setiap cerita yang Yona tulis. Dan sampai saat ini, kisah yang Yona tuliskan hanya tentang mereka berdua. Tentang bagaimana mereka harus berakhir bahkan sebelum semuanya dimulai oleh mereka.

"Ya mau gimana lagi, kamu ngga pernah benar-benar tinggal untuk sekedar membaca kisah yang udah aku tulis." Yona tersenyum kecut.

Raut wajah Kinal berubah mendengar jawaban Yona barusan.

Kinal bernapas panjang, lalu kembali membuka suara, "aku tahu, pasti ngga mudah untuk kamu melihatku lagi. Aku---,"

"Sebenarnya kenapa kamu kembali, Kinal? Maksudku, kenapa baru sekarang?" Tanya Yona.

"Yona, aku minta maaf. Aku tahu, seharusnya aku ngejelasin semuanya dari awal. Mungkin, kalo aku menjelaskan hubunganku dan Veranda yang rumit pada saat itu, mungkin ngga akan ada yang tersakiti," kata Kinal.

"Kinal, udah, cukup," balas Yona, "kamu ngga perlu lagi menjelaskan tentang konsep penyesalan sama aku, semuanya udah terjadi, kan?"

Kinal membawa tangannya untuk menggenggam tangan milik Yona, untuk sepersekian detik Yona merasakan rindu akan hangatnya genggam tangan Kinal. Hanya beberapa detik, Yona kembali menarik tangan, menyadari bahwa tempatnya bukan disisi Kinal.

"Aku ngga bisa lama-lama disini," ujar Yona, "apa yang mau kamu bicarakan," tanyanya. Yona tak ingin berlama-lama berada didekat Kinal, semakin lama ia disini, maka akan runtuh pertahanan yang sudah lama dia bangun.

"Kita. Aku mau membahas tentang kita." jawab Kinal dengan lugas.

"Kita---? Kinal, apa kamu sadar bahwa kata 'kita' belum sempat terbentuk dan kamu udah kembali lagi kepelukan Veranda. Ngga ada 'kita' yang perlu di bicarakan sekarang, karena dari awal 'kita' itu ngga pernah terjadi," jantung Yona berdegup kencang, namun ada sedikit rasa lega yang tengah dia rasakan.

Kesunyian menghampiri, tidak ada satu katapun yang keluar dari mulut Kinal untuk kembali menjawab perkataan Yona. Hanya suara orang-orang di sekitar yang menemani pertemuan mereka malam ini.

"Loh, Yona? Kinal?" Kesunyian itu terpecah ketika Yona menemukan sosok Lidya yang tengah menghampiri meja yang ia duduki.

Yona bahkan terkejut ketika Lidya mengenal Kinal, mengingat Kinal hanya menjalankan kuliahnya satu tahun di kampus mereka lalu memutuskan untuk mengundurkan diri.

"Ngapain kalian di sini?" tanya Lidya.

"Ngga ngapa-ngapain. Cuma ngobrol aja, kok." Kinal melirik sebentar kearah Yona. "Lo kenal Yona juga, Lid?" tanya Kinal.

"Ngga juga sih, cu-----" ucapan Lidya terputus.

"Ya pasti kenal, lah. Aku sama Lidya teman dekat." Sela Yona cepat.

Lidya memberi tatapan yang menandakan bahwa ia tidak mengerti apa yang Yona bicarakan, lalu Yona membalasnya dengan tatapan memohon.

Yona bergegas menggamit tangan Lidya, "kamu bisa anter aku pulang, kan, Lid?"

Lidya hanya mengangguk--- masih dengan ekspresi kebingungan yang sama, "ya udah kalo gitu, yuk." Ajak Yona

Tangan dingin milik Kinal menahan lengan Yona saat dia hendak beranjak dari tempat duduknya, "pembicaraan kita belum selesai, Yon," ujar Kinal. "Masih banyak yang harus kita bicarin." Lanjutnya.

Yona tertawa miris.

"Aku rasa apa yang udah aku katakan tadi cukup jelas, Nal. Kita ngga pernah benar-benar terjadi sampai harus ada yang diakhiri," ucap Yona, "kita--- kamu dan aku, ngga lagi sama."

Genggaman tangan Kinal merenggang, seraya perginya Yona bersama Lidya.

Fin.

Kumpulan OneShot JKT48Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang