It's Love? : Jogja, I'll Be Back!

2.9K 137 22
                                    

"Selalu ada hikmah dibalik sebuah musibah kok."
- Anonymous.

***

Jarum pendek pada jam yang menggantung di pos jaga mulai menyentuh angka 4, langit di luar juga masih didominasi kegelapan--begitu sunyi karena sebagian manusia mungkin masih sibuk bergelung dalam selimutnya. Bertolak belakang dengan yang ada di dalam rumah bercat cokelat muda bernomor 19A itu. Tepatnya di kamar paling depan, yang lampunya tampak masih dinyalakan.

Alunan lagu Paramore--band kesukaannya--serta secangkir kopi yang tinggal se-per-empatnya itu menjadi teman yang paling pas ketika dikejar deadline. Lidya sesekali menganggukkan kepala mengikuti musik yang menghentak, sementara tangannya tetap asyik mencoret-coret kertas membentuk sebuah sketsa. Penampilannya berantakan, dengan kantung mata yang menghitam, rambut sebahunya yang mulai memanjang hanya ia ikat sembarang. Plus, raut wajah cute-tapi-tengil-nya yang terlihat serius dengan dahi yang mengkerut. Pokoknya, mengkhawatirkan deh!

Akhir-akhir ini jam tidurnya seolah dijungkir-balikan. Tiga minggu dari sebulan waktu liburannya ia gunakan untuk menggarap project komik yang mesti ia selesaikan. Yaaa, memang bukan seorang illustrator profesional sih. Dulu, sekitar satu setengah tahun yang lalu, ia sempat iseng-iseng memposting komik strip-nya pada salah satu forum di media sosial, dan tanpa diduga ternyata banyak sekali yang menanggapinya. Sampai suatu hari salah satu akun yang menyebutkan bahwa ia seorang redaktur sebuah majalah remaja di Jakarta meminta contact personnya. Awalnya Lidya sempat ragu, tapi atas saran para sohibnya ia memutuskan menemuinya juga. Iseng, ia bertanya saat itu,

"Ada duitnya ngga nih, Pak?"

Si Pak redaktur hanya terkekeh lalu menyesap kopi hitamnya.

"Ini bukan kerja bakti, Nak. Segala sesuatu pasti ada imbalannya," ringan, ia menyahut.

Akhirnya setelah deal, Lidya mulai intens membuat komik untuk dipajang di majalah tersebut. Lumayan, imbalannya bisa ia pakai untuk biaya nongkrong dan pacaran. Ets, tapi, berhubung ia masih jomblo ya duitnya dipake buat isi bensin, beli alat gambar atau jajan pepsi dengan teman-temannya sajalah. Entah, padahal di sekolah siapa sih yang nggak kenal Lidya, yang naksir juga banyak. Biarpun terbilang bandel, tapi wajahnya lumayan lah buat dibawa ngemall. Tapi ya begitu, bagi Lidya pacaran urusan belakangan. Ia bahkan lupa bagaimana rasanya pacaran. Terakhir berhubungan sekitar tiga tahun yang lalu, saat ia masih SMP. Lagipula, kalau buat sekedar seru-seruan sih Lidya bisa tuh nunjuk salah satu dari deretan orang yang naksir dia. Tapi--lagi, biarpun bandel, ia masih tau batasan. Makanya, tiap malam minggu hanya ia habiskan dengan nongkrong-nongkrong bareng sohib-sohibnya.

Ah, finish! Desisnya lega. Lalu melempar pensil ke atas meja.

Direnggangkannya otot yang mulai terasa kaku. Sekarang tugasnya hanya tinggal masuk ke tahap inking hingga akhirnya memindai kertas-kertas coretan manualnya ini kedalam bentuk TIFF. Serta editing sederhana di beberapa bagian, biar pengeditan yang lebih detilnya di kerjakan oleh si editor majalah di Jakarta sana. Setelah merapikan sedikit tumpukan kertasnya, Lidya menyeruput kopinya hingga tandas lalu matanya tanpa sengaja melirik kearah kalender yang ada di atas meja. Tersisa seminggu waktu liburan. Dengan gerakan cepat ia merogoh saku celana pendeknya, mengeluarkan sebuah koin seribu rupiah dari sana dan menuliskan Bali di bagian garuda serta Jogja di bagian sebaliknya. Setelah selesai, koin itu pun dilambungkan dan ia biarkan mendarat diatas meja. Sekali, koin tampak berputar, hingga akhirnya,

"Sip, Jogja," gumamnya.

Sesimple itu caranya memilih. Ia hanya butuh beberapa potong baju ganti, bathkit, serta SLR-nya yang ia masukan kedalam backpack warna hitam bermerek itu. Prinsipnya, 'gimana nanti ajalah' bukan 'nanti gimana'.

Kumpulan OneShot JKT48Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang