"Biarlah semua berjalan apa adanya, berlalu dengan semestinya, dan berakhir dengan seharusnya," - Anonymous.
***
Rasanya ia baru saja terlelap beberapa menit ketika alarm pada handphone itu berdering kencang. Lidya berusaha membuka matanya, meski dengan susah payah. Digapainya handphone berlogo apel-tergigit itu lalu di tekannya pelan, seketika bunyi bising alarm-nya pun mati. Hari ini Senin, dan jam menunjukkan pukul 06:30, artinya ia masih memiliki cukup waktu sebelum upacara di mulai.
Pegal karena harus duduk berjam-jam di dalam kereta tak lagi terasa setelah badannya terbilas sempurna dengan dinginnya air. Baginya, tahun ajaran baru, ya semangat baru--sekalian liat-liat adik kelas baru juga, uhuk. Selepas mandi dan berpakaian, Lidya memasukkan asal buku-nya. Meraih jaket hitam yang semalam hanya ia geletakan di tepi kasur serta kunci motor matic andalannya. Sepi langsung menyambut ketika Lidya menutup pintu kamar. Si Paps sudah jelas telah berangkat untuk bekerja, sementara adiknya pasti juga ikut sampai ke sekolah--padahal ia ingin sekali melihat Celine di hari pertamanya memakai seragam putih-biru, adik kecilnya itu pasti sangat menggemaskan!
Sambil menjepit roti di bibir, ia memutuskan untuk langsung berangkat, tapi terlebih dulu ia harus menjemput Yona, si sahabat sehidup-sekaratnya.
Santai, Lidya memacu motornya. Sesekali bertukar sapa dengan para tetangga yang kebetulan berpapasan, atau melempar siulan menggoda ketika melewati rombongan anak SMP yang berjalan hendak menuju halte di depan komplek, lalu cengengesan ketika melihat beberapa reaksi mereka yang menurutnya sangat lucu. Malu-malu tapi mau-nya anak-baru-gede. Seketika saja, ia jadi ingat dengan seseorang yang nun jauh di sana; Melody, si gadis Jogja-nya. Lidya belum memberinya kabar bahwa ia telah sampai di Bandung dengan selamat. Pikirnya, nanti ajalah, gak boleh terlalu agresif.
Sampai di depan gerbang putih sebuah rumah, Lidya mematikan mesin lalu melepas helmnya. Alih-alih turun dan mengetuk pintu dengan sopan, Lidya malah memilih diam diatas jok motor dan berteriak,
"Handoko!" katanya. "Handoko buruan, telat nih!"
Lalu tak lama kemudian dari balik pintu rumah yang terbuka itu muncul seorang gadis berambut pendek, serta perawakan yang hampir sama seperti Melody--cuma, Yona lebih tinggi sedikit. Dengan masih berpiyama gadis itu menghampiri Lidya.
"Yah, Handoko masih piyama-an. Gak sekolah?" tanya Lidya.
Yona yang sedari tadi dipanggil 'Handoko'--yang ternyata adalah nama ayahnya itu pun mendelik kesal. "Handoko, Handoko... Gue bilang orangnya tahu rasa!" ancamnya. Si anak tengil hanya cengengesan.
"Halah, palingan Handoko udah berangkat kerja dari subuh," Lidya mengibaskan tangannya sambil mesem. "Lo beneran ga berangkat nih, Yon?"
"Ngga lah, capek gue, kemaren abis olimpiade kan,"
Lidya berdecak. "Olimpiade apaan. Catur doang kok sampe ga masuk sekolah," gerutunya.
"Jangan salah, catur kan olahraga paling menguras tenaga. Ngangkat benteng, kuda, raja, anak-anak... Bayangin!" sahut Yona, dengan mimik wajah serius. Lidya sontak memasang wajah malas.
"Dah lah, nih nitip surat ya. Salamin sama anak-anak yang lain,"
Lidya hanya mengangguk, lantas menyurukkan sepucuk surat itu kedalam tasnya lalu mulai menyalakan mesin motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan OneShot JKT48
FanfictionKumpulan Fanfict One Shot atau Cerita Pendek JKT48 dengan berbagai tema. Selamat menikmati!