Nice to Meet You, Shanju!

1K 78 21
                                    

Sepanjang rapat diadakan, yang Lidya lakukan hanya melamun saja. Pandangannya kosong menatap tumpukan kertas yang berisi pembahasan rapat hari itu. Ia bahkan tak menghiraukan berbagai argumen yang saling bersahutan dari anggota meeting lainnya. Seolah tenggelam dalam lamunannya.

Hingga tiba-tiba, seseorang yang duduk di sampingnya; Yona, menyikut sedikit rusuknya. Lidya tersentak, melirik penuh tanya sahabat karib sekaligus kakak sepupu yang satu Divisi dengannya itu.

"Ditanyain boss," lirihnya pelan. Memberi kode pada Lidya dengan matanya.

Dan akhirnya ia sadar bahwa semua anggota meeting tengah melihat kearahnya. Ia sedikit membenarkan posisi duduknya.

"Ah, iya, Pak?"

"Bagaimana, Lidya, menurut kamu?" Pak Djuhandar selaku Direktur Utama perusahaan-yang juga adalah ayahnya itu kembali membuka suara. Menatap putrinya itu seolah meminta pendapat. Tapi tentu saja Lidya sendiri bingung, pendapat tentang apa yang ayahnya tanyakan . Karena sejak rapat itu dimulai saja pikirannya tidak berada di sini.

"Itu....," Lidya melirik Yona lagi. Seolah meminta penjelasan.

"Project," bisik sohibnya lagi.

"Ah, soal project baru ya?" ia memutar keras otaknya. Ia tahu ini adalah hal yang menjadi topik utama dari rapat kali ini. Perusahaannya yang bergerak dalam bidang industri ini sedang butuh terobosan baru agar tetap bisa mempertahankan eksistensinya. Namun, dikarenakan Lidya selaku kepala Divisi I sedang mengalami masalah, hingga akhirnya lupa memikirkan tugas rutinnya.

"Kami minta waktu sampai bulan depan, Pak. Divisi kami sedang mematangkan konsepnya," kata Lidya pada akhirnya.

Djuhandar yang sebenarnya tahu permasalahan putrinya hanya menghela napas saja. Ia jelas tahu duka apa yang tengah dihadapi putrinya, bahkan tanpa Lidya bercerita padanya sekalipun. Tapi ia juga tak mau kalau sampai masalah pribadi yang tengah dialami putrinya itu mengganggu pekerjaannya. Bagaimana pun, Lidya adalah penerus perusahaannya kelak. Dan ia ingin putri semata wayangnya itu bisa berlalu profesional.

"Dua minggu lagi saya mau laporan tentang project itu sudah ada di meja saya," tandasnya penuh ketegasan.

Lidya sempat akan mengajukan protes, namun ia urungkan.

"Baik, Pak,"

Yona yang mendengarnya hanya melongo saja. Dua minggu apanya?! Pikir anak itu. Jelas-jelas mereka belum ada persiapan apa-apa. Rasanya hampir tak mungkin. Satu bulan sudah beres saja butuh kerja keras ekstra. Hari-hari yang dipenuhi lembur akan segera menghampirinya.

"Kalau begitu rapat hari ini cukup sampai disini. Salinan hasil rapatnya tolong simpan di meja saya,"

Kemudian satu per satu kepala dan wakil dari Divisi masing-masing mulai keluar dari pintu rapat, menyisakan Yona dan Lidya yang tengah menyandarkan punggungnya di kursi.

"Patah hati kayaknya buat otak lo koslet deh, Lid," desah anak itu. Kemudian bangkit lantas menepuk pelan bahu sohibnya. "Kalo kata gue, lo temuin dia sekarang. Kelarin semuanya. Yaa, mau gimana pun akhirnya. Gue harap itu yang terbaik buat lo, Lid!" katanya sambil berlalu.

***

Lidya masih berdiri di depan sebuah gedung yang ballroom-nya telah disulap menjadi tempat menggelar acara pernikahan. Di depan sana berdiri seorang gadis yang amat Lidya kenal, seseorang yang hampir tiga tahun menghiasi harinya. Menjadi alasan dari setiap kerja kerasnya. Dan di sebelahnya berdiri orang lain yang juga Lidya kenal. Mereka sempat beberapa kali bertemu. Orang yang gadis itu bilang adalah teman semasa SMA-nya yang juga adalah rekan kerjanya.

Kumpulan OneShot JKT48Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang