Fifth

2.9K 457 9
                                    

Rose menatap tajam Justin yang masih memasang senyumnya. Keduanya masih duduk di sofa tamu apartemen Jennie.

"Kau gila, ya? Kenapa senyum-senyum sendiri?" Tanya Rose dengan nada yang tidak suka.

Justin tertawa pelan.

"Aku senyum begini saja kau masih menolak untuk tinggal denganku, apalagi bila aku tidak memintanya dengan senyuman?"

"Apa maumu, sih?"

"Menjagamu."

"Hah?"

"Minyoung noona yang memintanya, ada di dalam suratnya. Dia meminta padaku untuk menjaga anaknya bila ia sudah tiada."

Rose memicingkan tatapannya. Bagaimana bisa ibunya tahu bahwa dirinya akan meninggal? Apa ada sesuatu yang Rose tidak tahu mengenai ibunya? Mungkin ia bisa menggali informasi itu melalui Justin yang notabene adalah kekasih ibunya.

Bicara soal kekasih, Rose sebenarnya masih heran, kenapa Justin bisa mau berpacaran dengan wanita yang anaknya seusia dengannya.

"Kau sudah mengenalku, ya sebelumnya?"

Pertanyaan itu Rose lontarkan karena Justin sepertinya sudah mengenal dirinya dan lelaki itu tak pernah bertanya apapun perihal Rose.

Benar saja, Rose menerima anggukan mantap dari Justin.

"Bagaimana mungkin aku tidak mengenalmu? Minyoung noona banyak cerita tentangmu padaku. Dan ternyata kau sangat mirip dengannya."

"Sungguh tidak adil, kau mengenalku tapi aku belum mengenalmu."

Justin tersenyum. Rose sebal melihatnya, kenapa lelaki di hadapannya ini sering sekali tersenyum? Bahkan, tanpa sebab yang jelas ia terus saja tersenyum.

"Jadi kau ingin mengenalku lebih dalam? Kalau begitu tinggallah denganku, agar aku bisa menjagamu."

Perkataan Justin membuat Rose berpikir mengenai kemungkinan ibunya menyembunyikan sesuatu, dan ia ingin mencari tahu tentang itu.

"Apa bila aku tinggal denganmu, kau akan menjawab semua pertanyaanku? Karena banyak sekali hal yang aku ingin tahu mengenai ibuku."

Justin tidak langsung menjawab pertanyaan Rose. Lelaki itu menunduk sejenak sambil menautkan kedua tangannya, terlihat berpikir. Ia sudah berjanji dengan ibu Rose untuk merahasiakan segalanya dan baru memberi tahu Rose bila saatnya sudah tepat. Justin sendiri bingung kapan saat yang dimaksud oleh Park Minyoung itu. Tapi karena Park Minyoung telah meninggal, mungkin Justin lah yang bisa menentukan kapan saat yang tepat tersebut.

Rose sudah dewasa, gadis itu seusia dengannya, mereka sama-sama dewasa. Mungkin mereka bisa membicarakan hal ini bersama tanpa membuat Rose kecewa. Begitu pikir Justin.

"Baiklah, semua rasa penasaranmu akan kujawab."

Rose mengangguk puas mendengar jawaban Justin. Ia pun kemudian beranjak berniat untuk membereskan pakaiannya, kemudian ponselnya yang berada di dalam kamarnya berdering, membuatnya mempercepat langkah menuju kamarnya.

Dari Jennie.

"Halo? Jennie kenapa dari tadi kau tidak mengangkat teleponku? Kenapa juga kau tidak berpamitan denganku kalau mau pergi? Kau sengaja, ya meninggalkanku dengan Justin berdua?"

"I'm sorry. Tadi aku terburu-buru dan lagipula kau lama sekali di kamar mandi, jadi aku meninggalkanmu karena takut terlambat."

Rose menghela napas dan kemudian memilih untuk mengganti topik. "Aku akan pindah, Jen."

"Serius? Kau setuju untuk tinggal dengan Tuan Jeon? Apa yang membentur kepalamu, Rose?"

"Aku tidak terbentur apapun, Jennie. Sebenarnya kami membuat kesepakatan bahwa dia akan menceritakan semua tentang ibuku yang tidak kuketahui bila aku mau tinggal dengannya."

Prejudice ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang