Seventeenth

2.5K 424 9
                                    

"Jadi, kapan kau akan kembali pulang?" Tanya Jennie sambil menyimpan sepanci besar ramen di atas meja makan lalu duduk di kursi.

Rose yang duduk di hadapannya itu hanya diam, tidak menjawab. Ia hanya langsung menyumpit ramennya ke dalam mulut.

"Aku tidak akan mengizinkanmu tinggal di sini sampai kau minta maaf pada Justin."

Rose menghentikan makannya lalu menghela napas. "Bagaimana caranya aku menghadap Justin? Mau ditaruh dimana mukaku?"

"Itu salahmu sendiri. Seharusnya kau tidak menamparnya, sekarang kau menyesal, kan?"

"Lalu aku harus bagaimana, Jen?"

"Bagaimana lagi? Tentu saja kau harus minta maaf padanya, Rose. Bertanggung jawablah atas kesalahanmu," ujar Jennie lalu mulai memakan ramennya.

Keduanya pun diam untuk beberapa menit, fokus dengan ramen masing-masing hingga bel apartemen Jennie berbunyi.

"Siapa, sih malam-malam begini?" gumam Jennie sambil berjalan menuju pintu. Saat melihat interkom, muncul wajah James di sana.

"Cepat buka pintunya, Jen, aku membawa banyak barang."

Setelah mendapat perintah itu, Jennie langsung membuka pintu dan James segera masuk. Lelaki itu ternyata membawa koper dan beberapa tas yang Jennie tahu siapa pemiliknya. Yang jelas, koper dan tas-tas itu bukan milik James.

"Ada apa ini? Kenapa kau membawa semua barang Rose?" Tanya Jennie bingung.

Rose yang mendengar namanya disebut itu meninggalkan ramennya lalu bergabung dengan Jennie dan James di ruang tamu.

"Kenapa kau membawa tas-tasku, Jim?" Tanya Rose.

James menghela napas sambil menyimpan koper dan tas Rose di lantai lalu duduk di sofa.

"Justin yang memintaku untuk membawakannya padamu, karena kau tidak juga kembali ke rumahnya, dia berpikir kau mungkin tidak ingin lagi tinggal dengannya. Makanya dia membereskan semuanya dan memintaku mengantarkannya ke sini," jelas James.

Rose hanya bengong karena tidak percaya Justin sampai melakukan ini. Kenapa harus begini? Rose jadi semakin merasa bersalah pada Justin. Tapi, bertemu Justin saja rasanya Rose tidak akan sanggup, apalagi untuk meminta maaf padanya.

"Dia mengusirku?" Tanya Rose tidak habis pikir Justin membereskan semua baju-bajunya.

James menggelengkan kepalanya. "Bukan dia yang mengusirmu, kau sendiri kan yang pergi dari rumahnya? Dia hanya mencoba mendukung keputusanmu dengan cara memmbereskan baju-bajumu."

"Tapi Jimin, aku–"

"Merasa bersalah? Kalau begitu kau lebih baik minta maaf padanya," potong James sambil menatap Rose serius.

Mendengar perkataan James, Rose tidak kuasa menahan air matanya yang mulai menggenangi matanya hingga menetes. Ia tidak tahu harus bagaimana selain menangis.

Jennie yang melihat Rose menangis langsung menghampirinya lalu menenangkannya.

"Ya ampun, jangan menangis," ujar Jennie sambil mengelus-elus pundak Rose yang agak berguncang akibat tangisannya.

"Baiklah Rose, untuk masalah ini, aku tidak bisa membantumu. Kau sendiri yang harus menyelesaikannya dengan Justin. Minta maaflah padanya," ujar James. "Sudah larut, kalau begitu aku pamit pulang, ya," lanjutnya.

James berjalan menuju pintu lalu Jennie menyusulnya.

"Aku titip sepupuku, ya. Dia mungkin perlu waktu untuk berpikir apakah dia memang merasa perlu tinggal dengan Justin," ucap James pada Jennie.

Prejudice ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang