Twentieth

2.8K 453 22
                                    

Langkah kaki Rose mendadak membeku ketika melihat sosok wanita paruh baya yang tengah berdiri menatapnya di depan pintu fakultas. Wanita itu tersenyum pada Rose, senyuman yang selalu menghangatkan hati dan pikiran Rose dulu. Iya dulu, entah mengapa sekarang rasanya tidak sehangat dulu. Mungkin, karena Rose telah dikecewakan olehnya.

Rose menghampiri wanita itu lalu membungkuk hormat. "Halo, Tante," sapanya. Wanita itu Ibu June.

Ibu June makin melebarkan senyumannya pada Rose. Setelah Rose menyapanya, ia langsung memeluk gadis itu erat. "Tante merindukanmu Rose, sangat."

Sebenarnya, Rose juga merindukan Ibu June, tetapi sekali lagi, karena telah dikecewakan, rasa rindu itu pun perlahan pudar.

"Kau ada waktu? Tante ingin mengajakmu mengobrol," ujar Ibu June sambil melepas pelukannya.

Rose mengangguk saja. Ibu June lalu mengajak Rose untuk memasuki mobil sedannya lalu memerintah supir untuk menjalankan mobilnya menuju kafe terdekat dari kampus Rose. Selama perjalanan, kedua perempuan yang dulu menghabiskan waktu banyak untuk mengobrol itu kini sama-sama diam.

"Ayo turun."

Akhirnya Ibu June membuka mulutnya begitu mereka sampai di kafe tujuan mereka. Rose tidak membalas melainkan langsung turun mengikuti Ibu June. Mereka lalu memilih duduk di kursi dekat kaca lalu memesan es Americano.

"Sudah lama sekali ya, Rose."

"Ah, iya," balas Rose seperlunya.

Ibu June tersenyum tipis. Rose kini bersikap berbeda di hadapannya.

"Maafkan Tante, ya."

Kali ini Rose yang tersenyum pahit. "Untuk?"

"Tante tahu ini semua salah kami, tapi Tante harap kau mau memaafkan kami dan juga June. kami tidak ada pilihan lain selain menjodohkan June dan melakukan kerja sama perusahaan. Kau tahu sendiri, kan Rose, dunia bisnis itu memang selalu penuh dengan persaingan dan kerja sama."

"Tante."

"Iya, Rose?"

"Kalau boleh tahu, Tante anggap aku apa?"

Ibu June mengerutkan dahinya. "Maksudmu apa, Rose?"

"Tante tahu kan, sejak kecil aku tidak mendapatkan kasih sayang ibu. Sejak bertemu Tante, aku merasa seperti mendapat ibu yang baru, aku menyayangi Tante seperti ibuku sendiri, dan Tante juga memperlakukanku seperti anak sendiri. Aku senang bisa dekat dengan Tante. Tapi, jujur aku kecewa."

"Rose." Ibu June kini menatap Rose tidak enak.

"Aku pikir Tante sangat menyukaiku dan ingin aku menjadi bagian keluarga Goo, tapi ternyata aku salah. Tante bahkan tidak mementingkan perasaanku dan tidak menghubungiku sama sekali sejak saat itu."

"Rose, maaf ya. Tante tidak tahu kalau kau sampai sakit hati begitu. Tante juga tidak bisa berbuat apa-apa," ujar Ibu June yang kini menundukkan kepalanya.

Rose menghela napas melihatnya. "Sudahlah Tante, aku maafkan. Lagipula, aku juga sudah mulai melupakan perasaanku pada June."

Mendengar perkataan Rose itu membuat mata Ibu June berkaca-kaca. Ia lalu tiba-tiba beranjak dari duduknya yang membuat Rose agak terkejut.

"Tante?" Rose pun akhirnya ikut berdiri.

Ibu June tidak berkata apa-apa dan langsung berjalan lalu memeluk Rose erat. "Rasanya sedih mendengar kau telah melupakan perasaanmu pada June."

Rose tersenyum lalu membalas pelukan Ibu June. "Tidak apa-apa, Tante. Mungkin memang sudah jalannya hubungan kami begini." Entah kenapa, ada sedikit perasaan lega setelah Rose mengatakan itu.

Prejudice ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang