Sixteenth

2.3K 403 13
                                    

Jennie membuka pintu kamarnya sambil sesekali menguap, ia berjalan ke dapur untuk mengambil segelas air, rutinitasnya setiap ia bangun tidur adalah minum air. Sambil membawa gelas berisi air, Jennie berjalan ke ruang tengah rumahnya lalu hendak duduk di sofa. Tetapi, ia terkejut karena ternyata ia bukan duduk di atas sofa.

"AH!"

Mendengar suara seseorang, Jennie pun tersadar bahwa ia menduduki orang, bukan sofa.

"Astaga, Rose?!" pekik Jennie terkejut melihat Rose yang ternyata tengah tidur di sofanya.

Rose memegangi pinggangnya yang kesakitan karena diduduki Jennie.

"Aduh, apa kau tidak bisa membedakan mana sofa dan mana tubuh manusia? Tega-teganya kau menduduki pinggangku yang sangat kecil ini," keluh Rose.

"Lagipula salah siapa kau bisa ada di apartemenku tiba-tiba begini? Kapan kau masuk, huh?"

Rose menghela napas lalu membenarkan posisi duduknya di samping Jennie.

"Jen, aku mau tinggal di sini lagi saja."

"Apa?!"

Rose tidak menanggapi Jennie yang tengah terkejut dan malah beranjak menuju kamar mandi, penampilannya masih sama seperti semalam, ia belum sempat mengganti gaunnya. Tetapi saat Rose hendak membuka pintu kamar mandi, Jennie dengan cepat berlari lalu menahannya.

"Hey, jangan pikir kau bisa mandi di sini. Minta maaf dulu sana pada Justin!" seru Jennie sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

Dahi Rose berkerut. "Jennie, apa aku tidak salah dengar? Kenapa jadi aku yang harus minta maaf padanya?"

"Karena Justin tidak salah tetapi kau menyalahkannya dan memakinya di depan banyak orang, itu sama saja dengan pencemaran nama baik, Rose. Kau tega sekali padanya."

"Kau itu sahabatku atau sahabat Justin, huh? Minggir, aku mau mandi."

"Kau boleh mandi asal berjanji setelahnya akan minta maaf pada Justin."

"Apa? Kenapa aku harus minta maaf pada orang yang bersalah? Bukannya terbalik? Justin yang harus minta maaf pada June, dia jelas jelas memukuli June sampai babak belur."

Jennie menghela napas lalu menggelengkan kepalanya. "Kau masih mengasihaninya?"

"Apa maksudmu?"

"Aku sudah beberapa kali melihatnya berkencan dengan perempuan lain, aku yakin kau juga sudah tahu, kan?"

"Maksudmu, tunangannya?"

"Tuh, kan, kau sudah tahu tapi masih membelanya?"

"Tapi kan pertunangan itu bukan keinginannya, Jennie. Kenapa kau jadi menjelek-jelekkan June? Dia, kan temanmu juga."

Jennie mendekat lalu memegang kedua bahu Rose, menatapnya serius. "Aku tahu, Rose. Justru karena kalian berdua adalah temanku, aku ingin permasalahan kalian cepat selesai dan kau cepat melupakan June."

"Kenapa? Haruskah aku melupakannya?"

"Aku tahu, June pasti pernah bilang dia akan berusaha untuk menggagalkan pertunangannya padamu, kan? Tapi aku tidak yakin itu akan berhasil. Dan masalah perkelahian June dengan Justin, kita berdua sangat mengenal June, dan dia memang mudah terpancing emosinya."

"Tapi kalau memang emosi June terpancing, kenapa justru dia yang babak belur, bukannya Justin? Berarti sudah jelas Justin yang emosi, kan?"

Jennie tidak menjawab, ia berjalan meninggalkan Rose yang masih menatapnya penuh tanya lalu mengambil ponselnya untuk menghubungi James.

Prejudice ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang