Sixth

2.7K 428 6
                                    

"Selamat datang!" sapa salah seorang pelayan di restoran Australia tersebut sambil membungkuk.

"Tuan Jeon, selamat datang," sapa pelayan lainnya yang baru datang sambil membungkuk juga.

Justin tersenyum lalu menunduk tanpa membalas hormat mereka.

"Apa Tuan Park datang?" Tanya Justin.

"Dia ada di lantai dua, tuan, di ruangannya seperti biasa."

"Baik, terima kasih."

Justin lalu berjalan melewati dua orang pelayan wanita yang tadi menyapanya menuju tangga. Ia masih bisa mendengar percakapan keduanya.

"Yang tadi itu Tuan Jeon, dia bukan pelanggan biasa tapi dia juga salah satu pemilik restoran ini."

"Oh, begitu. Aku baru tahu."

Pelayan tadi sepertinya masih baru, makanya dia tidak mengenali Justin. Sesampainya di atas, Justin meihat James yang sedang menegur salah seorang pelayan.

"Hyung!" panggilnya.

"Hey, Justin!" James lalu menghampirinya. "Hari ini kau pulang lebih cepat?"

"Iya, apa ada kendala? Aku melihat lihat kau menegur pelayan tadi."

James menengok ke arah pelayan yang baru saja ditegurnya lalu memberikan kode bahwa ia sudah boleh pergi. "Tidak ada apa-apa, biasa lah, anak baru. Ada apa?"

"Oh, aku sebenarnya hanya mau mengobrol denganmu saja, kau ada waktu?"

"Tentu, ayo ke ruanganku."

Keduanya pun memasuki ruangan James Park, pemilik restoran Australia tersebut. Sebenarnya restoran itu mereka bangun bersama, tetapi semuanya adalah ide James dan dialah pemilik yang tercatat. Setelah mereka duduk, Justin memulai pembicaraan.

"Rose sudah tinggal di rumahku."

"Benarkah? Wah, hebat! Kau berhasil membujuknya saat kalian mengobrol di hari pemakaman?"

"Bukan, aku mengunjungi apartemen Jennie Kim, karena kau bilang kan Rose menginap di sana."

"Oh, jadi itu alasanmu meminta alamat Jennie. Berarti dia pindah sejak kemarin?"

Justin mengangguk. "Tadinya dia menolak mentah-mentah. Tetapi pada akhirnya, Rose mau tinggal denganku asalkan aku bisa menjawab semua rasa penasaran dia terhadap ibunya."

"Jadi, kau sudah siap untuk menceritakan semuanya pada Rose?" Tanya James.

"Sebenarnya aku belum yakin hyung, apakah ini sudah saat yang tepat?"

"Aku mengerti, kau mungkin bingung kapan harus menceritakan semuanya. Tapi Bibi Minyoung sudah meninggal, dan sekarang semua terserah padamu mau memendamnya atau menceritakan semuanya. Aku yakin kau pasti bisa mengambil keputusan."

"Baiklah, sepertinya aku sudah bisa membuat keputusan."

James menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. "Aku percaya padamu. Oh iya, soal pesan Bibi dimana ia memintamu untuk menjaga Rose, kau akan melakukannya? Maksudku, bukan hanya tinggal bersama."

"Karena itu pesan Minyoung noona, tentu aku akan melakukannya, harus. Walau bagaimanapun aku berhutang banyak sekali padanya. Mungkin inilah salah satu cara untuk menebus semuanya."

"Wah, kalau mendengar dari alasanmu, sepertinya kau akan benar-benar menjaga Rose dengan baik," ujar james yang terlihat kagum melihat wajah serius Justin.

"Aku tidak akan pernah membiarkan Rose dalam bahaya atau membiarkan siapapun menyakitinya, karena sepertinya bila itu terjadi, aku tidak akan memaafkan diriku, hyung."

Prejudice ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang