Nineteenth

2.7K 427 16
                                    

"Halo, Rose? Aku senang kau masih mau menjawab teleponku, aku–"

"Tidak usah kau angkat bila tidak mau."

June membeku. Kenapa bisa terdengar suara Justin? Rose sedang bersamanya?

"Rose?" panggil June lagi, tapi Rose tidak menjawab,

"Aku tidak ingin kau berhubungan dengannya lagi, dia tidak pantas untukmu."

June menelan air liurnya. Rose sedang bersama Justin. Karena sepertinya ucapannya tidak terdengar oleh Rose, June memilih untuk menyimak pembicaraan mereka berdua dari ponselnya.

"J-Justin, bukankah sudah kubilang–"

"Aku tahu, aku tidak seharusnya mengatur masalah pribadimu, tapi aku tidak bisa menahannya lagi. Kau mungkin sudah dengar dari orang lain tentang perasaanku. Tapi aku ingin mengungkapkannya dengan benar. Agar kau tahu maksud semua perhatian yang aku tunjukkan padamu itu lebih dari sekedar wasiat mendiang ibumu."

"Aku akan mengatakannya sekarang. Isi hatiku. Roseanne Park, aku mencintaimu, tidak, aku sangat mencintaimu."

Rahang June mengeras. Ia baru saja gembira karena Rose masih mau menerima teleponnya. Tetapi apa yang ia dengar sungguh tak disangka. Justin benar-benar menyatakan perasaannya pada Rose. Padahal Justin tahu Rose masih berpacaran dengan June. June hanya bisa tertawa tidak percaya.

Tapi June hanya bisa bungkam, ia memanggil Rose pun pasti suaranya tidak akan terdengar. Ia memutuskan untuk terus mendengarkan percakapan mereka dan menunggu jawaban Rose.

"Maaf, Justin. Bisa beri aku waktu?"

Rose meminta waktunya pada Justin. June kesal mendengarnya, kenapa ia tidak langsung saja menolak Justin? Kenapa harus meminta waktu? Padahal Rose jelas-jelas masih berstatus kekasih June.

Terdengar jeda yang cukup lama sebelum Justin akhirnya membalas perkataan Rose.

"Baiklah, tidak apa-apa Rose."

"Oh, tidak!"

Setelah itu, sambungan telepon putus, mungkin Rose menyadari bahwa panggilannya tersambung dengan June. Sementara June hanya menghela napas berat.

-

"Maaf, Justin. Bisa beri aku waktu?"

Justin tersenyum pahit mendengar jawaban Rose. Ia sudah tahu pasti Rose tidak akan langsung menjawabnya, mungkin ia masih bingung dengan perasaannya. Ia menghela napas dan mencoba menerima permintaan Rose.

"Baiklah, tidak apa-apa, Rose."

"Oh, tidak!"

Rose langsung memutuskan panggilannya yang tersambung pada June.

"Kenapa kau terkejut begitu?"

"June mendengar semuanya, Justin. Dia mendengar kita," ujar Rose. Sulit menggambarkan raut wajah Rose saat ini, apalagi perasaannya.

"Lalu? Kau merasa tidak enak? Kau merasa bersalah?"

Rose sendiri tidak yakin dengan perasaannya saat ini.

"Justin, bisa antar aku pulang?" Rose akhirnya memilih untuk pulang saja.

"Tentu."

Justin langsung beranjak dari duduknya setelah membereskan kotak bekal dan memasukkannya kembali ke dalam tas bekal. Rose mengambil tas bekal itu lalu berjalan beriringan dengan Justin. Sambil berjalan, ia sesekali memperhatikan Justin dari samping. Justin lelaki yang baik, Rose sangat tahu itu. Bila ditanya apakah ia memiliki perasaan terhadap Justin, Rose akan akui memang ia menyukai Justin. Tapi ia tidak tahu apakah perasaannya ini adalah cinta. Dan apakah perempuan sepertinya berhak mendapatkan lelaki sebaik Justin.

Prejudice ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang