Sinar matahari pagi memasuki celah antara jendela, Jiyeon membuka matanya perlahan dan menghela nafas pelan kepalanya sudah tidak sesakit semalam dan Minho tidak ada disekitarnya. Sepertinya ia bermimpi semalam, tapi itu mimpi yang sangat indah sekali mendengar suara namja itu didekat telinganya dan bagaimana mereka berpelukan didalam mimpinya. Jiyeon keluar dari kamarnya dan menemukan apartemen miliknya sepi, seperti yang ia duga ia memang selalu bermimpi untuk bersama namja itu.
Sekarang ia adalah pengangguran dan sepertinya ia harus segera mencari pekerjaan sebelum uang kebutuhannya habis dan ia akn mati kelaparan.
Jiyeon menyerit bingung saat melihat beberapa piring makanan yang ditutupi plastik tipis bening, bubur, buah-buahan dan sayur juga ia melihat ada beberapa jenis obat diatas meja makan nya. Apakah semalam pekerja dirumah eommanya datang? padahal Jiyeon mengatakan agar bibi tidak menghampirinya kemari.
"enak sekali." Jiyeon hampir menangis merasakan bubur itu, ini bubur terenak yang pernah ia makan. Namun masakan bibi tidak pernah seenak itu, jadi siapa yang memasaknya?
"kau sudah bangun?"
Jiyeon menoleh.
"Kau!"
Minho dengan pakaian santainya berjalan kearah kulkas dengan membawa dua plastik besar ditangan nya, namja itu memasukkan belanjaan yang ia beli ke dalam kulkas Jiyeon.
"apa yang kau lakukan disini?"
"merawatmu bodoh."
"Jadi semalam itu... nyata?"
"Ya, aku menggantikan pakaianmu juga nyata." ucap Minho dan Jiyeon hampir terjatuh dari kursi yang sedang ia duduki.
"Aku bisa gila." rutuknya sambil menyembunyikan wajahnya diatas meja. Jiyeon merasakan tubuhnya tertarik dan Minho membawanya ke sofa lalu memeriksa suhu tubuhnya.
"kau demam tinggi semalam."
Jiyeon hanya mengangguk.
"Besok aku harus kembali beraktivitas dan mencari pekerjaan, seperti yang kau tahu aku dipecat."
Minho hanya mengangguk.
"ikutlah wawancara diperusahaanku." ucap Minho sambil menatap Jiyeon, entah kapan mereka menjadi sedekat ini Jiyeon juga tidak tahu.
"Tapi-"
"aku tidak akan membantumu, masuklah sesuai dengan kemampuanmu jika kau memang tidak pantas kami tidak akan menerima mu dan jika kau pantas berarti kau memang memiliki bakat."Jiyeon menatap Minho dengan senyuman lembut, Minho selalu tahu tentang dirinya.
"Minho-ah"
"hmm."
"Apakah calon isterimu-"
"Percayalah apa yang kau percaya, yakinlah dengan apa yang kau lihat." Jawaban Minho sangat membuat semua hal menjadi ambigu, Jiyeon menyandarkan kepalanya di sofa dan menatap Minho.
"kau pasti sangat sibuk, mengapa kau menemaniku disini?"
"prioritas." jawab namja itu singkat.
Jiyeon merasa hubungan mereka sangat aneh, kemarin ia merasa Minho berada ditempat yang sangat jauh darinya namun sekarang namja itu sangat dekat dengan nya, tapi boleh kah dia berharap?
***
"Park Jiyeon."
Jiyeon merapikan bajunya dan dengan gugup masuk ke dalam ruang wawancara bersama beberapa yeoja yang melamar bekerja diperusahaan Minho, perusahaan ini hanya membuka lowongan kerja 3 tahun sekali dan yang masuk hanya orang-orang yang benar-benar terpilih dan kompeten dibidangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Should i confess?
RomanceBagi Park Jiyeon, Choi Minho adalah dunianya. Bagi Choi Minho, Park Jiyeon adalah masalahnya.