27
Harapan Nicholas terkabul. Ia menemukan Sean duduk menonton televisi di ruang keluarga ditemani segelas anggur.
"Tidak bercinta dengan istrimu?" sambut Sean menggoda.
Nicholas menggeleng samar dan duduk di sofa lain yang membentuk siku-siku dengan Sean.
Sean menyeringai kecil. "Tumben. Terjadi sesuatu?"
Nicholas menatap Sean dengan tatapan menyelidik. Ia ingin sedikit berbagi beban yang menggelayuti pikirannya, tapi apakah Sean akan memanfaatkan hal itu untuk mendekati Sherine? Merampasnya darinya?
Tidak. Nicholas menggeleng samar. Bukankah ia sudah berjanji pada diri sendiri ingin memberi Sean kesempatan sekali lagi? Kepercayaan sekali lagi?
Lagi pula, terlepas dari sikap hangat Sean pada Sherine, saudaranya itu tak tampak berusaha menggoda.
Tapi kenyataan Sherine sering tertawa saat bersama Sean, berbicara dengan manis dan manja, membentur pemahaman itu. Nicholas iri. Cemburu.
Sean mengangkat sebelah alisnya dan memandang Nicholas dengan sorot bertanya, pertanda masih menunggu jawaban.
Nicholas menghela napas frustrasi. "Hanya sedikit kesal dengan kekeraskepalaan Sherine." Entah mengapa alih-alih merasa takut Sean akan memanfaatkan keluhannya ini, Nicholas justru merasa lega. Sudah terlalu lama ia menyimpan segalanya sendiri. Dan malam ini ia kembali memiliki teman berbagi, saudara kembarnya.
Sean mengerut kening, lalu menyeringai samar. "Dia masih sangat muda, Bung. Kau harus memakluminya," kata Sean bijak.
Nicholas menatap Sean sejenak dengan rahang terkatup rapat.
Sean benar. Sherine masih muda, masih dalam masa pencarian jati diri. Yang Nicholas tidak bisa terima adalah penolakan Sherine akan idenya agar istrinya itu melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Sekarang ini pendidikan sangatlah penting, tapi Sherine justru mengabaikannya dan memilih bekerja.
Dan sejak kapan ia jadi sangat peduli tentang masa depan Sherine? Tentang perasaannya? Bukankah sejak awal yang ia inginkan dari wanita muda itu hanyalah seks hebat dan anak-anak yang kelak akan dilahirkan untuknya?
Kekehan kecil Sean membuyarkan lamunan Nicholas.
"Turuti saja dulu apa maunya, Nick," ujar Sean sambil meraih gelas anggur, kemudian menyesapnya.
Sherine ingin bekerja, Nicholas tak mungkin menuruti keinginannya. Apa kata dunia jika istri sang taipan ternyata bekerja dengan upah minim? Di mana ia harus meletak mukanya? Selain itu, Sherine tentu saja tidak boleh kelelahan-kecuali kelelahan dalam gelimang kepuasan karena melayaninya-agar bisa cepat hamil.
"Jarak usia kalian terlalu jauh, bukan? 15 tahun? Kau mungkin sudah sangat dewasa dengan segudang pengalaman hidup, tapi dia baru memulai hidupnya yang sesungguhnya. Apalagi jadi istrimu tidaklah mudah." Sean tergelak kecil.
Nicholas mengerut kening, "apa maksudmu tak mudah menjadi istriku?"
Tawa Sean tidak memudar, ia justru menatap Nicholas dengan sorot menggoda.
"Kau pria keras, Nick. Bersikaplah sedikit lembut padanya. Apalagi kudengar dia baru kehilangan ayahnya. Dia membutuhkanmu lebih dari yang kausadari dan mungkin dari yang mau dia akui."
Nicholas tersentak. Selama ini ia tidak terlalu memikirkan hal itu. Ia mengerti Sherine bersedih atas kepergian ayahnya, tapi ia tidak pernah melakukan sesuatu yang berarti untuk membuat Sherine melupakan kesedihan dan rasa kehilangannya. Sejak awal yang ia lakukan pada Sherine hanyalah bercinta dan bercinta. Seks semata!
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Idaman sang Duda - REPOST
RomanceREPOST ONGOING - akan di repost sampai tamat, silakan baca! 18+ Di usia Sherine Kyle yang masih sangat muda, ayahnya meninggal dunia dalam kondisi bangkrut, dan ibu tirinya menikahkannya dengan Nicholas King untuk menjadi alat pembayaran utang. Hidu...