↭
"Bisa saja itu terjadi."
Kean menggeleng pelan. Astaga, kenapa ia jadi tidak fokus seperti ini. Berulang kali ia mencoba fokus dengan memerhatikan secara detail seseorang yang duduk di hadapannya. Tapi lagi dan lagi, pikiran dan matanya berkhianat. Wajahnya memang memandang dengan saksama wajah pria yang berada di hadapannya, tapi pikirannya tak bisa mencerna satupun hal yang diutarakan oleh seseorang yang ada di hadapannya itu.
Bayangannya justru malah berputar kembali pada kejadian semalam. Di mana ia dan Fatimah tinggal di kamar yang sama, namun tidur di tempat yang berbeda. Namun yang membuat Kean seakan kehilangan semua fokusnya adalah, mengingat Fatimah yang untuk pertama kalinya membuka kerudung di hadapan Kean. Rambut hitam panjangnya entah kenapa membuat Kean seolah tersihir, walaupun Fatimah tidur menggunakan baju dan juga celana panjang, tetap saja Kean dapat melihat leher jenjangnya yang tak memiliki cacat sedikitpun. Kenapa Fatimah sampai menyembunyikan kecantikannya dengan menutupi seluruh tubuhnya menggunakan baju kebesaran dan penutup kepala yang sangat menyusahkan?
Dan gara-gara kejadian semalam, Kean berusaha keras untuk menghindari Fatimah pagi tadi. Ia, pergi pagi-pagi sekali ke kantor tanpa berpamitan pada Fatimah. Lagipula Kean yakin jika Fatimah akan mengetahui dirinya yang ke kantor dari sticky note yang sengaja Kean tempelkan di jidat Fatimah. Oh astaga, kenapa Kean jadi geli sendiri membayangkannya?
"Jadi, bagaimana menurutmu Tuan? Mungkinkah dia sudah meninggal?"
Kean terlonjak sejenak. "Ah? Oh?" ia jadi bingung sendiri.
Rangga tampak menghela napas pelan sambil tersenyum tipis. "Maaf Tuan, menurutku pengantin baru sepertimu harusnya tidak usah datang ke kentor dulu untuk beberapa hari ke depan. Lihat? Kau bahkan tidak bisa fokus."
Kean tak menggubris perkataan itu, ia menegakkan tubuhnya sambil kembali menatap Rangga yang ada di hadapannya dengan serius. "Ulangi," titah Kean.
Rangga mengangguk sambil kemudian kembali menjelaskan apa yang baru saja dia jelaskan.
↭
"Sebenarnya kita mau ke mana?!" tanya Fatimah sambil menghentakkan kakinya. Astaga, dia sudah berjam-jam dibawa menggunakan mobil oleh ketiga trio Uprut yang kini berdiri di sampingnya. Seumur hidupnya, baru kali ini Fatimah memiliki teman laki-laki. Dan lagi, andai saja teman-teman barunya itu bukan orang terdekat Kean, mungkin Fatimah tidak akan pernah mau diajak menjauhi tempat tinggalnya.
"Ini kantor rekan kita, dia baik hati dan tidak sombong. Kau pasti akan menyukainya," jawab Robert sambil tersenyum lebar. "Dia pasti akan senang mengetahui kita berkunjung ke kantornya," jawab Robert.
Fatimah hanya mengangguk saja. Ia, kemudian menatap ke atas. Melihat dengan saksama sebuah gedung pencakar langit yang kini berada tepat menjulang tinggi di hadapannya. Waw, keren sekali. Fatimah berdecak kagum dalam hati. Entahlah, apakah kantor Kean juga setinggi ini, atau lebih?
"Ayo ah, jangan terlihat udik seperti itu, Kakak ipar," dengusan Kellan terdengar, yang membuat Fatimah menginjak keras kakinya. "Aw!"
"Jangan macam-macam denganku," ucap Fatimah tajam.
Kellan tidak memerdulilan itu, dan menatap Adrian sejenak. "Ayo kita masuk," ajaknya.
Fatimah dan yang lain mengangguk.
Mereka berjalan perlahan memasuki gedung bertingkat itu. Sampai akhirnya, mereka berdiri di hadapan pintu lift dan ketika pintu itu terbuka, mereka langsung memasukinya. Fatimah hanya ikut saja dan beridir agak jauh dari mereka. Mengingat dia satu-satunya perempuan di dalam lift. Adrian menekan tombol yang mengantarkan mereka pada lantai 27 yang ada di atas sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pure Love [Sudah Diterbitkan]
Romance©2018 Story by Dallas_93 . . . . --- (SUDAH DITERBITKAN) Pemesanan novel bisa langsung ke shopee Cahaya Publisher (cahaya_bookstore) Bai'at cinta. Ketika Ia sudah berbai'at atas cinta yang telah digenggamnya. Memberikan semua yang ada pada dirinya...