Part 5 - Berkuda

192 19 5
                                    

PRINCESS CAMPA

Putri China Penyebar Islam di Kerajaan Majapahit

Part 5 - Berkuda

Embun halus berarak - arak, membelai kegelapan subuh, membuai untuk tidur kembali.

Putri Campa sudah bersiap untuk memenuhi janji pada kekasihnya untuk menemaninya berkuda pagi ini.

Selepas melaksanakan ibadah subuh dan dilanjutkan dzikir pagi, Sang Putri meneguk Susu Kambing segar yang nikmat, yang senantiasa disediakan para dayang setiap pagi, beserta buah-buahan yang menggoda.

“Susu Kambing sangat bagus untuk tulang kita, dan… bisa mempercantik kulit wajah dan tubuh kita,” kata Putri Campa suatu hari kepada perkumpulan Putri Petinggi Kerajaan. Mereka pun mendengarkan dan mencatat baik-baik cara membuat masker dan lulur dari susu kambing.

“Putri sudah siap?” seru Dayang Kinasih membangunkannya dari lamunan.

“Sudah, mari berangkat.” sahut Putri.

Di padang rumput tempat berkuda, ternyata Prabu Brawijaya belum terlihat. Putri Campa gelisah.

“Mungkin ia sedang asyik dengan istrinya,” begitu pikirnya. Yang kemudian ia segera menepis pikirannya tersebut, dan menaiki Qashwa, Kuda Putih bersih yang gagah.

Putri Campa memacu Qashwa, serentak hatinya membumbung bahagia. Menyatu dengan alam, berkawan dengan angin, bertasbih dan bertakbir memuji kebesaran-Nya, pencipta langit dan bumi.

Prabu Brawijaya yang baru hadir, melihat pemandangan ini dengan takjub. Seorang wanita berkerudung putih bagaikan terbang di atas kuda. Surai kuda berkibar-kibar, begitu pula gaun Sang Putri. Kecantikannya dapat membuat cemburu mentari yang mulai menampakan keemasannya.

“Mengapa kau tidak pernah mengatakan padaku kalau kau begitu mahir berkuda?” tanya Sang Prabu ketika Putri Campa mendekat.

Putri Campa turun dengan lincah dari atas kudanya, dan menimpali sambil tersenyum, “Apakah saya pernah mengatakan kepada Kakanda bahwa saya mahir masak?”

“Tidak, tapi aku mengetahui engkau mahir memasak karena masakanmu sangat lezat,” Jawab Sang Prabu.

“Kakanda baru kali ini mengajak saya berkuda.” Goda Sang Putri manja.

Prabu tersenyum, ia menyadari istrinya tersebut tidak bermaksud menyembunyikan sesuatu darinya, hanya saja belum ada kesempatan untuk itu. Lagipula istrinya bukan termasuk pribadi yang suka membangga-banggakan diri. Namun, masih ada dua hal lagi yang ingin ia ketahui.

“Kakanda.. boleh saya mengendarai Rajha.. Ia gagah sekali.” Tanya Putri Campa sembari mengelus surai hitam kuda Sang Prabu.

“hmm.. boleh dengan satu syarat,” jawab Prabu. “Kau mengendarainya dengan memboncengku.” lanjutnya sambil menyeringai.

Tertawa lepas, Putri Campa pun dengan lihai menunggangi Rajha. Prabu Brawijaya lantas turut naik dan duduk rapat di punggung Sang Putri.

Sang Putri tersenyum malu dan melajukan Rajha, berharap para pengawal tak melihat wajahnya yang memerah.

“Kamu malu memboncengku?” tanya Sang Prabu, sembari melingkarkan tangannya di perut Sang Putri. Memeluknya dari belakang di atas Rajha yang berderap ringan.

Ah.. ternyata Prabu memperhatikan.

“Baginda rasul juga sangat romantis pada istrinya.. pernah ia menggendong Aisyah di Masjidil Haram ketika ramai. Juga sangat perhatian ketika Shafiyah jatuh dari Ontanya.” Kata Putri Campa mengalihkan dengan kisah, berharap tak perlu menjawab pertanyaan Sang Prabu. Karena sesungguhnya ia benar-benar malu.

Ia biasa berduaan dengan Sang Prabu di kediamannya. Namun, di tempat terbuka seperti ini rasanya aneh, dan… menyenangkan.

“Bagaimana dengan latihan para dayang?” tanya Sang Prabu

“Latihan yang mana kakanda?”

“Yang kau ajarkan kepada dayang dan pengawal wanita. Aku dengar engkau melatih mereka.” Sang Prabu benar-benar ingin mengetahuinya dari bibir Sang Putri sendiri.

Putri Campa yang tak menyadari bahwa latihan perang-lah yang dimaksud Prabu, menjawab apa adanya.

“Mereka adalah wanita tangguh, turun temurun mengabdikan diri pada Kerajaan ini. Mereka pembelajar yang tekun, cepat lihai akan keahlian baru.” jawabnya.

“Apa saja yang kau ajarkan pada mereka dinda?

“Semuanya.. maksud saya.. semua yang saya ketahui. Segala ilmu yang difahamkan Allah kepada saya, saya sampaikan kepada mereka. Dari urusan domestik rumah tangga, kesehatan, ilmu alam termasuk perbintangan, juga pentingnya melatih kekuatan fisik dan perlunya bela diri”

“Apa?? Untuk apa engkau mengajarkan semua itu?” Sang Prabu tak kuasa menyembunyikan kekagetannya.

Baru kali ini Sang Prabu mendengar seorang wanita memiliki begitu banyak keahlian dan pengetahuan. Prabu tahu, kediaman Putri Campa memang penuh dengan buku, kitab, serta dokumen-dokumen. Tapi ia tak menyangka Sang Putri benar-benar mempelajari semuanya dan sangat memahaminya dengan cepat. Juga mengajarkannya?

“Saya hanya ingin menggapai ridho Allah, dan menanam amal yang masih hidup walau raga ini mati, yaitu Ilmu yang Bermanfaat.”

“Namun, jika ternyata hal ini membuat kakanda tidak ridho.. saya akan berhenti. Ridho kakanda juga saya harapkan.” jawab Putri Campa lirih sambil menundukkan wajah. Rajha pun turut menghentikan langkahnya.

Sang Prabu teringat. Dulu istrinya ini memang pernah meminta izinnya, untuk mengajarkan ilmu yang dimilikinya kepada para Putri Petinggi kerajaan Majapahit, termasuk anak-anaknya sendiri, bahkan juga para dayang turut serta walau beda waktu. Ia izinkan, walau saat itu sebenarnya Sang Prabu tidak terlalu menghiraukan pertanyaannya, dan ilmu apa saja yang ingin ia sampaikan. Kedatangan bangsa Eropa mulai merisaukan keutuhan Nusantara, dan Sang Prabu tentu saja.

Namun, dengan kemuliaannya, Putri Campa tidak mengungkit hal ini.

“Saya izinkan engkau mengajarkan itu semua adinda, kecuali satu hal. Yaitu keahlian berperang.” titah Sang Prabu.

Sang Prabu khawatir, Putri Campa terjemurus dalam fitnah jika mengajarkan hal tersebut, sebagaimana laporan Pangeran Ario Damar. Prabu belum pernah melihat Putri Campa memainkan pedang, juga memanah. Di sisi lain, Prabu cemburu.

“Ayo kita kembali.” Sang Prabu mengambil kendali kekang dan mengarahkannya kembali ke Istana.

“Mengapa sebentar sekali Prabu?” tanya Putri Campa

“Aku cemburu, pagi-pagi engkau sudah menunggangi Rajha. Aku pun menunggu giliranku.” jawab Sang Prabu di telinga Sang Putri.

Putri Campa meletakkan tangannya di atas tangan Prabu. Satu tahun mereka telah menikah. Ia berharap, kali ini benih buah hati dapat tertanam di rahimnya.

***

Part 6 - Surat Sang Putri

***

Duh.. baper ya.. melihat kemesraan mereka 😄

Di next part, Pangeran Ario Damar yang tampan memasuki kamar Putri Campa.

Apaa?? Mau ngapain ya…

PRINCESS CAMPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang