PART 11 - SURAT SANG PRABU

189 18 1
                                    


Dayang Kinasih memohon sedikit memaksa kepada Sang Putri, supaya ia berendam di air hangat berisikan rempah-rempah terlebih dahulu. “Demi Putra Mahkota di rahim Putri” bujuk Dayang Kinasih.

Sang Putri menyetujuinya, kemudian ia menunaikan ibadah Sholat Dhuhur dilanjutkan membaca ayat Alquran beserta maknanya. Hatinya terasa tenang. Ia siap untuk membaca Surat Bersegel dari Sang Prabu. Wangi wedang jahe panas yang disajikan Dayang Kinasih turut menenangkan pikiran Sang Putri. Ia pun perlahan membuka segelnya, dan tampaklah tulisan tangan Sang Prabu menghiasi surat tersebut.

“Assalamualaikum wr wb,
Ketika kau membaca surat ini, kita telah bercerai. Aku tahu kau pasti bertanya mengapa, dan akan aku jabarkan disini. Namun, bakarlah surat ini hingga menjadi abu setelah kau selesai membacanya.

Terimakasih aku ucapkan kepada Sang Maha Pengasih yang telah mengirimkan engkau kepadaku, bidadariku. Tak akan pernah cukup tinta untuk menuliskan besarnya kekaguman dan rasa sayangku kepadamu, Putri sejati, yang memiliki kecantikan lahirian dan kecantikan batiniah yang sangat memukau.

Aku mengambil keputusan ini demi untuk menyelamatkan Nusantara, juga untuk menyelamatkanmu beserta Putra Mahkota, Putraku yang masih bersemayam di rahimmu. Jika mengikuti ego-ku, tentulah aku tak akan menceraikanmu. Namun sebagai pemimpin disini, yang cinta tanah air dan agama kita, aku memilih hal ini.

Nusantara memiliki kekayaan dan kekuatan yang begitu luar biasa. Samuderanya, tanahnya, hutannya. Dari dalam tanah hingga langit Nusantara berisikan kekayaan yang begitu berlimpah. Hal ini membuat bangsa lain ingin menguasai Nusantara, termasuk pula para petinggi kerajaan yang haus akan kekuasaan dan kejayaan. Hadirnya Islam merupakan suatu kekuatan baru yang tak mereka duga, dan mereka khawatir hal tersebut dapat mengganggu mereka untuk menguasai Nusantara.

Begitupula hadirnya engkau di Kerajaan ini. Engkau yang selalu mengajarkan agama, tak hanya di dalam lingkungan kerajaan, namun juga di luar kerajaan membuat mereka resah. Sedekahmu kepada rakyat setiap Jumat menyayat hati mereka, kau dianggap menyuap rakyat. Apalagi di dalam islam tak mengakui kasta, ataupun darah kebangsawanan maupun warna kulit. Semua sama, kecuali dalam taqwa. Membuat mereka khawatir rakyatlah, bukan mereka yang akan memimpin kerajaan ini, bukan keturunan bangsawan maupun Raja.

Adapun, kebijakan-kebijakanku yang menurut mereka lebih berpihak kepada umat Islam, mereka anggap karena pengaruh kehadiranmu disini. Sehingga mereka berencana melenyapkanmu.

Guru spiritual mereka meramalkan bahwa, di tahun ini akan lahir seorang pemimpin yang akan menggulingkan Kerajaan Majapahit. Pemimpin yang memiliki keyakinan berbeda dari nenek moyang Raja-Raja Majapahit. Pemimpin yang akan lahir dari seseorang yang paling disayangi Raja. Dan mereka meramalkan, bahwa Engkaulah yang dimaksud. Hanya saja mereka sedikit ragu karena engkau belum jua mengandung.

Terakhir kita berjumpa, firasatku mengatakan bahwa engkau akan hamil. Dan benar, kau hamil dan belum ada seseorang yang mengetahuinya kecuali Aku dan Dayang Kinasih. Itu bagus.

Oleh karena itu, selama 3 bulan ini aku tidak mengunjungimu supaya :

Yang Pertama, mereka tidak menganggap engkaulah permaisuri yang paling disayang Raja,

Dan yang Kedua, mereka tenang karena mereka fikir engkau belumlah mengandung, apalagi jika tidak pernah Aku temui.
Menceraikanmu di kehamilan usia 3 bulan adalah waktu yang tepat, karena bentuk fisikmu belum berubah karena kehamilan. Juga, supaya janinmu kuat menempuh perjalanan dari Trowulan ke Palembang, untuk hidup bersama dengan Pangeran Ario Damar.”

Sampai disini, Sang Putri menghentikan membaca Surat Sang Prabu, sembari mencerna isi suratnya. Ternyata ia salah telah berpikiran tidak baik kepada Sang Prabu, dan malu tadi sempat ingin mati saja. Dan tentang Pangeran Ario Damar? Sang Putri lantas melanjutkan membaca suratnya.

“Engkau pasti terkejut aku menikahkanmu dengan anakku, Ario Damar. Ketahuilah, itu adalah keputusan terbaik. Aku tidak bisa menceraikanmu begitu saja dan membiarkanmu sendiri. Tidak. Engkau harus berada dalam penjagaan lelaki kuat yang baik, dan akan mencintaimu. Ario Damar adalah pilihan yang tepat. Ia adalah Lelaki baik untuk Wanita baik seperti dirimu. Ia akan merawat anak kita dengan baik, dan kalian bisa melanjutkan garis keturunan yang baik bersama ia. Aku percaya, kau akan menjadi Ibu yang baik. Bersama disana, kalian bisa melanjutkan perjuangan menyerukan Islam dan membangun generasi terbaik.

Ah, satu hal yang perlu kau tahu. Engkau dan sebagian besar orang-orang mengira bahwa Ario Damar adalah anak kandungku?

Sebenarnya ia bukanlah anak kandungku. Betul, ia memang Putra Mahkota, anak dari Raja Brawijaya. Tapi bukan aku, ia adalah anak dari saudaraku yang sebelumku menjadi Raja Brawijaya. Saudaraku telah meninggal, dan aku mengangkat Ario Damar sebagai anakku ketika ia bayi. Aku rawat ia sebagaimana anak kandungku sendiri.

Demikianlah yang terjadi, aku mohon kepadamu, terimalah Ario Damar sebagai suamimu. Demi Nusantara, dan demi memperjuangkan agama kita di Nusantara.”

Sang Prabu pun mengakhirkan suratnya.

Air mata Sang Putri menetes membahasi surat. Ia baca lagi berulang-ulang, barulah ia bakar hingga menjadi abu. Semakin malu ia mengingat bahwa tadi ia menginginkan kematian, padahal, dakwahnya belum selesai. Mengarungi samudera ia ke Nusantara demi untuk turut serta menegakkan Islam di Nusantara, yaitu melalui jalan yang bisa ia lakukan. Yaitu sebagai seorang Istri, dan seorang Ibu yang  mampu menjalankan perannya di muka  bumi ini dengan baik. Apalagi sebagai seorang Istri serta Ibu dari Seorang Raja atapun Penguasa Daerah yang berpengaruh, tentulah diharapkan dapat lebih memuluskan dakwahnya.

Ia luruskan lagi niatnya, menata hati manusianya. Hatinya yang masih begitu lekat mencintai Sang Prabu, mantan suaminya.

Ia tak hendak menikah dengan Pangeran Ario Damar, kecuali Allah mengizinkan. Maka ia pun melakukan Sholat Istikhoroh, Mengharapkan jawaban terbaik dari-Nya.

***
Bersambung ke Part 12 – Surat Sang Putri Kepada Pangeran
***

Apapun beban hidupmu, tetaplah berpikiran positive kepada-Nya  :)

LIKE. It’s Free ^^

PRINCESS CAMPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang