Part 7 - Keputusan

169 17 1
                                    

Angin mendesau membelai dedaunan, sementara Sang Bulan terkantuk-kantuk dibalik kelambu hitam berwujud awan. Simfoni malam terdengar syahdu di kesunyian Trowulan.

Namun, suasana di Ruang Tamu kediaman Permaisuri Wulandari terasa tegang. Permaisuri Wulan duduk di sisi Sang Prabu, sementara Putri Campa duduk berhadapan dengan Pangeran Ario Damar, dengan meja jati penuh ukiran di tengah mereka.

“Apa yang membawamu kemari malam ini?” tanya Sang Prabu kepada Putri Campa.

“Sebelumnya saya mohon maaf karena telah mengganggu waktu istirahat Permaisuri Wulandari dan Kanjeng Prabu, serta terimakasih telah mengizinkan Saya berkunjung disini” sahut Putri Campa, sembari memperhatikan Permaisuri Wulan yang sangat cantik.

Biasanya Permaisuri Wulan mengenakan kebaya berlengan panjang yang tertutup sesuai permintaan Sang Prabu, dan anggun berkonde dengan tusuk emas, serta bertatahkan mahkota di kepalanya menunjukkan bahwa ia adalah seorang Ratu.

Namun malam ini, Permaisuri Wulan tampil berbeda dengan balutan busana khas Kerajaan, yaitu kemben yang menampilkan bahu yang terbuka ditambah perhiasan emas bertumpuk-tumpuk menjuntai hingga dada. Rambutnya tergerai ke samping dengan hiasan emas pula di sebelah kanan kepalanya. Penampilan yang hanya diperuntukkan bagi Sang Prabu. Bahkan ruangannya pun begitu kental semerbak wangi bunga sedap malam. Hati Putri Campa tiba-tiba terasa diremas, dan panas. Ia pun beristighfar di dalam hati. Mereka adalah suami istri, lirih kata hatinya.

“Sebagai seorang Istri, saya hanya ingin melaporkan kepada suami saya, dan juga pemimpin di Kerajaan ini, bahwa malam ini saya terganggu, dengan kehadiran seorang lelaki yang masuk ke kediaman saya tanpa izin, juga… surat-surat pribadi saya telah Ia baca.” lanjut Putri Campa sembari melirik tajam kepada Pangeran Ario Damar.

Permaisuri Wulan terlihat penuh minat mendengarkan hal ini.

Sang Prabu sendiri mengangkat sebelah alisnya, dan turut melirik Pangeran Ario Damar.

“Ayah, maksud saya.. Kanjeng Prabu. Sebagai penanggung jawab keamanan Kerajaan, pasukan kami memang membaca dan menyalin surat masuk dan surat keluar yang ditengarai mencurigakan. Salah satunya ialah Surat Putri Campa.” Pangeran Ario Damar angkat bicara.

“Ia berkhabar kepada para Putri Raja di berbagai penjuru dunia. Semua informasi ia sampaikan. Peta Nusantara, Peta Majapahit, bahkan deskripsi mengenai istana ini ia utarakan. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh pihak musuh untuk menjatuhkan kita. Selain itu, aneka hasil bumi, dan budaya disini ia ceritakan. Petinggi kerajaan mulai resah dan mencurigai Putri Campa, bahkan berniat membungkamnya.” Lanjut Pangeran Ario Damar.

“Saya mengambil sikap berpikiran positif dalam hal ini, dan saya memang mengunjungi Putri Campa untuk mengkonfirmasi mengenai suratnya. Berniat memperingatkannya untuk berhati-hati dalam menulis surat, juga berhati-hati karena saya mencium adanya niat jahat untuk membungkam Putri Campa.”

“Mohon maaf hal ini belum saya laporkan kepada Kanjeng Prabu, karena saya tahu, begitu banyak yang harus Kanjeng Prabu pikirkan dan kerjakan. Rupanya hal ini malah menimbulkan kesalah pahaman, khususnya di pihak Putri Campa. Saya mohon maaf.” kata Pangeran Ario Damar mengakhiri penjelasannya.

Wajah Putri Campa menunduk memerah campuran marah, malu dan sedih. Teringat di kediamannya tadi, Pangeran Ario Damar melihatnya dalam kondisi belum menutup aurat. Adapun adanya niat jahat untuk melenyapkannya, ia tidak merisaukannya. Karena ia percaya bahwa hidup dan mati adalah di tangan Allah. Bahkan jika ditakdirkan mati di atas ranjang pun ia akan juga mati. Syair Abdullah bin Rawahah saat berperang melawan pasukan Romawi Kaisar Heraklius pun menggaung di kepalanya.

Wahai diri, Jika kau tidak gugur di medan juang..

Kau tetap akan mati..

Walau di atas ranjang..

Medan juang Sang Putri sendiri saat ini berupa mendakwahkan ajaran islam di lingkungan istana dan sekitarnya melalui pemberdayaan kaum wanita, khususnya muslimah. Supaya dari rahim mereka ia harap lahirlah para pahlawan mukmin, dan pahala yang mengalir membumbung menyertainya nanti di keabadian, berharap bisa menemui Sang Maha Pengasih, pemilik langit dan bumi, karena tujuan hidupnya ialah menggapai ridho-Nya.

Adapun mengenai isi suratnya kepada para Putri Raja, tidaklah segenting yang disampaikan hingga bisa membahayakan kerajaan. Merekalah yang melebih-lebihkan dan mencari kesalahan. Sang Putri sendiri ingin Majapahit dan Nusantara tetap utuh. Tidak ada paksaan dalam memeluk agama islam.

Justru yang berbahaya ialah para petinggi kerajaan yang haus akan kekuasaan, serta berusaha menjatuhkan dari dalam. Namun hingga saat ini, hal tersebut berhasil ditanggulangi Sang Prabu.

“Sudah? Itu sajakah laporan kalian? Jika sudah selesai silahkan kembali ke tempat masing-masing.” Kata Sang Prabu dingin. Tidak memberi komentar pada keluhan sang putri, juga laporan Pangeran Ario Damar.

“Oya, Ario Damar. Pihak petinggi Kerajaan sudah bermusyawarah dan memberikan Keputusan. Atas jasa-jasamu, kekuatan, kecerdasan dan kebijaksanaanmu, Engkaulah yang terpilih sebagai Adipati di Palembang. Lusa ditetapkan sebagai hari pelantikanmu dan kau harus segera bergegas menuju Palembang.” sambung Sang Prabu menutup pembicaraan.

Entah apa yang dirasakan Ario Damar. Dari dulu ia menginginkan menjadi pemimpin suatu daerah. Namun, malam ini rasanya kosong.

“mungkin inilah yang terbaik.” pikir Ario Damar, sembari berjalan menuju ke kediamannya.

-

Tengah Malam

Pangeran Ario Damar terbangun, ia merindukan seseorang. Tanpa berpikir, ia pun menuju ke kediaman Putri Campa. Tak disangka, pintu tanpa penjaga tersebut sedikit terbuka memperlihatkan seberkas cahaya.

Putri Campa duduk di kursi berukir, seolah menantinya. Hanya saja, penampilannya malam ini berbeda. Sang Putri yang biasanya mengenakan gaun panjang, maupun kebaya berlengan panjang dan berkerudung, malam ini menggunakan busana seperti pengantin kerajaan. Kemben hijaunya menampilkan bahunya yang terbuka. Untaian melati yang harum menjuntai dari rambut legamnya yang berkonde penuh perhiasan emas.

Mereka tersenyum satu sama lain. Pangeran Ario Damar mendekatinya…

Tiba-tiba Pangeran terbangun di tempat tidurnya sendiri. Rupanya perjumpaannya tersebut berada di alam mimpi. Pangeran merasa sangat tak berdaya menahan gejolak di hatinya.

***

Bersambung ke Part 8

***

sing :

Mengapa cinta ini terlarang..

Saat ku yakin tak ada cinta selain dirimu..

Tuhan, berikan aku hidup satu kali lagi..

Hanya untuk bersamanya..

Ku mencintainya.. sungguh mencintainya..

Rasa ini sungguh tak wajar,

Namun ku ingin tetap bersama dia..

Untuk selamanya….

-The Virgin, Cinta Terlarang-


Terimakasih ya Sudah membaca sampai sini,

Ikuti terus kisahnya. Karena ada hal mengejutkan yang akan terjadi.

Kirim jempol berupa like ya..

Share juga boleh 😊

PRINCESS CAMPATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang