"Dodotiro.... Dodotiro
Kumitir bedah ing pinggir
Dondomono, Jlumatono
Kanggo sebo mengko sore"
Malam itu di Palembang terasa lebih dingin dari biasanya. Sang Putri menyalakan lampu minyak di atas meja, kemudian ia mulai menjahit kebayanya yang sobek sembari melantunkan tembang favoritnya, yaitu Lir Ilir karya Raden Said, sahabat putranya yang turut serta dalam pembangunan Masjid Agung Demak.
Sang Pangeran tersenyum mendengar suara merdu istrinya yang sepenuh hati melantunkan tembang dakwah karya ulama yang termahsyur dengan nama Sunan Kalijaga tersebut. Ia tahu betul bahwa makna lagu ini sangat dalam dan penuh hikmah. Tiba-tiba ia melihat air mata terjatuh dari mata istrinya.
"Ada apa Adinda? Mengapa Adinda menangis? Apakah Adinda tertusuk jarum?" Tanya Sang Pangeran bertubi-tubi.
Sang Putri yang sedang hanyut dalam syahdu tak urung tersenyum melihat suami yang begitu memperhatikannya. Lagipula jika memang benar ia tertusuk jarum, itu bukanlah hal yang besar.
"Bukan itu Kakanda, lihatlah ini" Jawab Sang Putri sembari menunjukkan kebayanya yang terkoyak di bagian pinggir. Sang Pangeran pun paham maksud istrinya, namun ia diam dan menunggu istrinya menyelesaikan penuturannya.
"Dodotiro, dodotiro kumithir bedah ing pinggir... yang berarti 'pakaianmu, pakaianmu terkoyak di pinggir'. Sungguh tembang yang menggambarkan diriku. Pakaian yang dimaksud dalam tembang ini adalah pakaian takwa. Aku merasa ketakwaanku belumlah sempurna, masih berlubang disana sini. Aku takut ketika menghadap-Nya kelak, ketakwaanku penuh koyakan. Untuk itulah aku menangis." Jawab Sang Putri. Matanya kembali basah.
Sang Pangeran tertegun. Bagaimana suatu kebaya yang koyak di tepinya bisa memberikan hikmah yang begitu dalam bagi istrinya. Koyakan baju tak akan sesakit hati yang terkoyak jika ternyata di hari akhir nanti, ternyata timbangan amal dan kebaikan mereka kurang berat sehingga pintu surga tak hendak terbuka bagi mereka. Sungguh suatu hal yang sangat ditakuti oleh orang yang bertakwa.
"Dondomono, Jlumatono kanggo sebo mengko sore". Sang Pangeran menyahut penuturan istrinya dengan lanjutan tembang tersebut, sembari menggenggam tangan Sang Putri lembut.
"Aku menjadi saksi bahwa engkau senantiasa memperbaiki, menjahit dan membenahi pakaian takwamu, Adinda. Aku tahu engkau selalu mempersiapkan yang terbaik untuk pertemuanmu nanti di hadapan Sang Maha Pencipta" Sang Pangeran membesarkan hati istrinya.
"Kau tahu Adinda, engkau adalah pakaianku yang terindah"
"Begitupula engkau kakanda, terimakasih telah menjadi pakaian terbaikku", Jawab Sang Putri dengan pipi memerah. Sang Putri mengetahui bahwa ucapan Sang Pangeran tersebut bukan sekadar penghibur semata, tapi ada di dalam Alquran Surat Al Baqoroh ayat 187.
"Istri-istri adalah pakaian untuk kalian. Demikian pula kalian merupakan pakaian untuk mereka"
BRAKK!!
Seolah cemburu dengan kemesraan mereka berdua, jendela yang belum tertutup rapat mendadak membuka lebar. Rupanya angin kencang menghentak menyerbu, melambaikan tirai dan mendorong jendela menjadi terbuka dengan suara yang kencang, bahkan beberapa lampu minyak padam akibat tiupan angina sehingga ruangan menjadi menggelap.
Pyarr!!!
Sang Putri yang terkaget atas kejadian tersebut, tanpa sengaja menyenggol satu-satunya lampu minyak yang masih menyala. Lampu menjadi pecah, minyak merembes bersama api yang kemudian menyambar tirai panjang yang melambai - lambai.
Kebakaran!!!
Sang Pangeran hendak melakukan aksi pemadaman api, namun tangannya ditahan oleh Sang Putri yang wajahnya pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRINCESS CAMPA
Historical FictionKisah yang diangkat dari abad ke-15 dengan setting Kerajaan Majapahit ini menceritakan tentang kisah kehidupan Istri Raja, yang dari rahimnya lahir para pemimpin nusantara. Jika gelar Sultan Muhammad Al Fatih disematkan kepada pembuka Konstantinopel...